Chapter 14 : Love & Truth

55.9K 3.5K 505
                                    

S I N F U L
--The Beginning--

=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*
 F O U R T E E N : LOVE & TRUTH
=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*

[GILBERT]

"Bagaimana keadaannya?" tanya ku seraya meremas-remas rambut ku. Dokter kepercayaan ku menghela napas dan menatap ku. "Katakan dengan kata! Aku tidak mengerti isyarat wajah!" seru ku kesal. "Sepertinya dia mengalami depresi" ujar dokter. "Depresi?" aku menatap dokter tak percaya. "Aku tidak tahu bagaimana menjelaskan ini, tapi ia begitu tertekan dan psikologisnya belum siap" dokter menerangkan. Aku mengusap wajah ku dan menatap An-Hee yang tertidur karena obat penenang.

"Tapi dia akan baik-baik saja bukan? Maksud ku, dia tidak akan jadi stress atau gila, bukan?"

"Kalau kau bisa menenangkan dirinya dan membuatnya nyaman, mengajaknya bicara hingga tekanan mentalnya berkurang, maka dia akan baik-baik saja" jawab dokter.

"Baiklah, aku mengerti. Bicara, membuatnya tenang, senang dan nyaman" aku menganggukkan kepala ku dan menghampiri ranjang dimana An-Hee terbaring tidur.

"Yah, ku harap kau paham bagaimana bicara dengan benar, membuat situasi yang tenang, melakukan sesuatu yang menyenangkan dan menempatkannya pada posisi yang nyaman"

"Aku tahu, kau tidak perlu berceramah lebih"

"Aku tidak berceramah, aku memberi mu nasehat Gilbert. Kau menelpon ku dan meminta ku memeriksa pemuda malang yang tertekan karena kau"

"Johnson! Aku peringatkan kau, aku tidak membuatnya tertekan. Dia pulang menangis dan marah-marah"

"Aku meragukan mu Gilbert. Aku bukan dokter kemarin sore, aku sudah banyak mengobati anak buah mu yang juga depresi karena kau"

Aku menatap Johnson dengan kesal, dia memang dokter kepercayaan ku. Aku mengenalnya lama dan ia mengenal ku dengan baik. Karena hubungan yang baik ini, dia selalu saja membantah ku dengan fakta-fakta yang ia dapatkan dari ku.

"Ingat, dia masih dalam taraf menjadi dewasa, kau orang dewasa jadi kau harus bersikap selayaknya orang dewasa. Kalau dia bertambah parah aku akan melaporkan mu ke UNICEF!" seru Johnson lalu membereskan barang-barangnya dan meninggalkan kamar.

Aku menghela napas lalu berpaling menatap An-Hee. Bocah kurus yang penuh luka ini terlihat begitu menyedihkan. Aku menyandarkan wajah ku dekat dan mengecup keningnya, lalu beranjak dari duduk ku dan berjalan keluar kamar.

            "Boss, ini tas milik bocah itu" ujar Riley seraya menyerahkan tas lusuh sekolah milik An-Hee. Aku mengambil tas itu dari Riley dan berjalan menuju ke ruang kerja ku. Sesampainya di ruang kerja, aku menuangkan vodka ke gelas kesayangan ku dan meneguk vodka itu sekali teguk. Lalu meletakkan tas itu diatas meja.

Aku terdiam, merenung beberapa saat. 'Apa dia benar-benar tertekan? Apa dia tertekan karena bersama ku?' Aku memijat kening ku dan menatap tas lusuh itu. Perlahan ku buka tas itu dan merogohkan tangan ku ke dalamnya. Aku menemukan bingkisan di dalam tas An-Hee. Seraya menarik bingkisan itu, jatuh beberapa lembar uang won yang lusuh.

Aku memungut lembaran uang itu dan ingat bahwa aku memberikan uang-uang ini untuknya. Aku mengancamnya dengan hutang, membuatnya begitu ketakutan dan ia bahkan lari dari ku. Mungkin benar ia tertekan karena aku. Hanya saja aku tidak berniat untuk melepaskan bocah itu. Aku bukan lagi anak remaja yang bodoh dan bimbang. Aku tahu betul aku menginginkannya, aku paham aku mencintai bocah itu. Kalau tidak, kenapa aku begitu kacau saat ia pergi dari sisi ku?

SINFUL [ 1 ] Where stories live. Discover now