Chapter 20 : COMING TO THE END

41.2K 3.1K 338
                                    

S I N F U L
--The Beginning--

=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*
T W E N T Y : COMING TO THE END
=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*

 DEDICATED TO EVERY READERS OF THIS STORY.

[AUTHOR'S POV]

Gilbert berjalan ke dek lantai dua lalu melewati beberapa kamar tanpa memeriksa keadaan kamar satu persatu. Batinnya mengatakan bahwa Alessio tidak ada di dek lantai dua ini. Ia berjalan hingga ke tempat Casino dan Bar.

"BOSS!!" seru Neo seraya tersenyum lebar dan berlari menghampiri Gilbert. Neo memanggul dua kepala milik Kyle dan Kyla di bahunya.

Gilbert menatap bocah yang sangat ia kenal itu dan menunggu Neo sampai di posisinya. Neo dengan bangga memamerkan kepala-kepala yang ia dapatkan. "Boss, can I bring it back to home??" tanya Neo dengan bersemangat. Dalam hati ia begitu girang, ia tidak sabar menambahkan koleksi kepala si kembar, menjadi satu dengan koleksi kepala lainnya.

Gilbert mengangguk dan menyeka darah di pipi Neo dengan ibu jarinya. "Temui Adelle di lantai satu" ujar Gilbert lalu membalikkan badan dan berjalan pergi, meninggalkan ruang Casino dan Bar itu.

Sementara itu, Ian sudah naik ke dek lantai tiga. Diluar dugaan dek lantai tiga itu berisi mayat-mayat awak kapal. Dugaan Ian tentang pembantaian awak kapal pesiar ini semakin kuat. Ian tidak pernah menyangka akan ada orang yang cukup gila melakukan ini semua, tapi jika berbicara soal Alessio maka tidak akan ada keraguan lagi. Pasti dia gila—

Ian berjalan dan dengan hati-hati, karena tak ingin mengotori sepatunya, ia melewati tubuh mayat-mayat itu. Lalu dari arah berlawan suara langkah kaki seseorang mulai terdengar. Tidak, bukan seorang, melainkan dua orang.

Saat itu Leon dan Jimmy memutuskan untuk keluar dari sarang mereka. Mereka berjalan menginjak tubuh para awak kapal yang sudah tidak bernyawa itu. Memandang lurus ke depan menatap Ian yang berada di ujung lorong. Leon membuang rokoknya dan menginjak rokok itu dengan sepatunya, sementara Jimmy sibuk mengunyah permen karet.

"Lihat siapa yang datang?" ujar Leon dengan senyum mengejek. Ian menajamkan pandangannya dan mengawasi ekspresi wajah musuhnya itu.

"Entahlah, mungkin pria itu adalah orang yang boss cari, Gilbert?" Jimmy menimpali dan mereka berdua tertawa. "Benar-benar diluar dugaan kita! Siapa yang menyangka ternyata Gilbert hanya seorang pria dengan tampang tolol yang datang kemari seorang diri" ujar Leon.

Ian mencengkram senjatanya erat-erat. Ia tidak suka dengan gaya membunuh yang menghabiskan banyak waktu. Ia juga tidak suka membunuh seperti Neo yang berantakan. Karena itu ia memilih pistol sebagai alat yang paling mudah dan cepat. Alat yang paling sederhana tapi mematikan.

Angin laut berhembus sepoi-sepoi, menerpa wajah dan kulit tubuh mereka. Gilbert kembali naik ke dek lantai tiga dan berhenti saat ia menemukan sosok Ian dan dua orang pria yang tidak ia kenal.

"Hey, Jim."

"Ya?"

"Siapa pria itu?" tanya Leon seraya menunjuk ke arah Gilbert dengan ibu jarinya. Jimmy mengamati Gilbert dengan seksama. Kini dilihat dari manapun, Ian bukanlah boss mafia, melainkan pria yang baru saja datang itulah boss mafia yang sebenarnya.

"Sepertinya kita salah sangka, Leon" jawab Jimmy seraya meniup permen karetnya, menjadi gelmbung balon besar.

Gilbert menatap kedua pria itu, dia sudah tidak ingin berurusan dengan orang yang tidak membawa keuntungan baginya. Saat ini dia ingin segera menyelesaikan omong kosong Alessio dan kembali menjaga bocah jalangnya yang sedang terbaring di klinik Johnson.

SINFUL [ 1 ] Where stories live. Discover now