04. Tak Gendong Ke Mana-mana

117 27 22
                                    

Kau tidak akan tahu jika tidak mencoba. Ya, coba saja kau bermacam-macam dengan Dewa Zeus, jika tidak hangus tersambar oleh petir dasyatnya, maka kau akan ditelan hidup-hidup olehnya seperti saat ia menelan istri pertamanya---Metis. Oh, jangan coba-coba atau dijadikan bahan gurauan. Dewa Zeus adalah Ayah dari penjaga sekolah ini, tentu saja Ayah dari Hephaestus. Terlahir cacat dengan kaki pincang membuat Hephaestus dibuang oleh Hera dan diperintahkan untuk menjaga Delusion. Sangat disayangkan. Dibalik kekurangannya, Hephaestus sangat pandai mengolah besi dan benda-benda luar biasa, contohnya membuat petir untuk Ayah-nya, Zeus.

Jika dijabarkan, silsilah keluarga dewa sangatlah membuat kepala pusing tujuh keliling. Duh! Namun para Delusion harus menghapal dan mempelajari semua tetek bengek apapun yang ada di sini. Termasuk urusan para dewa. Tentu saja karena mereka tinggal diatas Gunung Olimpus. Tempat para dewa tinggal. Makadari itu secara tidak langsung, mempelajari semua tentang dewa-dewi sangatlah penting bagi para Delusion. Pertama untuk menghormati, dan kedua untuk mensyukuri.

Well, seperti siang hari yang panas ini. Lagi-lagi River adalah guru yang mengajar. Setelah minggu kemarin mempelajari pengertian dan penjelasan ilmu, saat ini ia tengah menjelaskan mengenai silsilah dewa-dewi yang tinggal di Gunung Olimpus. Ada yang mendengarkan, tidur, bergosip, bahkan bermain pesawat terbang. Beruntungnya hari ini River tidak seperti minggu lalu, ia sedang lelah untuk berkoar-koar memarahi anak unggulan yang bebal ini. Oh dewa, tolongnya River.

"Stt ... Allen." Eca membisik.

Sedikit terusik saat sedang fokus memperhatikan ketampanan River, Allen menoleh. "Apa?"

"Apa kau mencatat semua yang Tuan River sampaikan? Jika iya, bagi aku, dong."

Mendengar pernyataan Eca membuat Allen merotasikan bola mata. "Tentu saja tidak."

Ketika telinganya mendengar kebisingan, Vira menoleh. "Hei, ada apa?"

"Eca meminta cacatanku namun aku tidak mencatat." Allen bersuara dengan santai.

"Aku mencatatnya. Pinjam saja punyaku." Titi memberikan catatannya kepada tiga gadis malas itu.

Ya ... pelajaran di hari kamis ini sangat membosankan. Terlebih saat River terlihat cuek sekali karena merasa kesal tidak diperhatikan. Oh River yang malang.

Setelah bel pulang berbunyi, guru muda itu hanya mampu mendesah pelan tatkala berbalik dan tidak melihat satupun murid yang masih duduk di bangku mereka. Semua bocah di kelas ini seperti kertas yang terbang akibat diterpa angin. Bel baru berbunyi, sudah kabur semua. Untung saja River sabar. Untung saja sudah pulang. Jika tidak, mungkin petirku akan merusak kelas neraka ini, batinnya menggerutu.

Namun---tunggu, tunggu. Ada empat murid idaman yang masih setia di bangku mereka. Bukan mencatat atau mengobrol. Ke-empat anak teladan itu tengah memejamkan matanya dengan santai. Siapa lagi jika bukan Odite dan Ryanna, gadis kerbau. Juga Zean dan Claude, pria kerbau. Kerjaannya datang ke sekolah ya hanya untuk tidur saja. Benar-benar. River yang bosan berkoar-koar memilih pergi ke ruang guru guna mengistirahatkan pikirannya yang sudah mulai meluap.

Sabarlah, River.

"Hei, hei! Ingin bermain sebentar di kamar kami?" tanya Vira pada segerombolan gadis kamar 3719.

Shirera mengangguk kecil. "Boleh, kita main bersama?"

"Aku setuju! Bagaimana jika main petak umpet?" Chia mulai bersuara.

Setelah semua setuju, akhirnya mereka mulai bermain di daerah lantai 15, lantai kamar asrama 2637 berada. Dengan tergesa-gesa, semua mulai menyembunyikan diri masing-masing saat Sona mulai menghitung mundur angka sepuluh hingga satu.

The Tale of CynoenixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang