Part 16 : Chimera, Phoenix, dan Hidra

31 13 1
                                    

Jika dapat memilih kekuatan apa yang kau inginkan, Odite sama sekali tidak menginginkan kekuatan seperti ini. Namun, apa daya? Ia dan lainnya sama sekali tidak bisa memilih. Memangnya mereka siapa? Tuhan yang bisa segala-galanya? Tentu saja mereka bukan Tuhan. Itulah alasan mengapa mereka semua seharusnya lebih bersyukur lagi. Odite berusaha melakukannya. Tidak, bukan hanya gadis itu, melainkan beberapa anak lainnya juga berusaha bersyukur akan apa yang telah mereka miliki. Iri? Tentu rasa itu tidak akan pernah sirna. Karena iri hati akan keberhasilan orang lain seharusnya menjadi sebuah tantangan, bukan sebuah celah untuk menjatuhkan apalagi memfitnah. Hidup itu harus berpegang teguh pada diri sendiri. Jangan jadikan orang lain panutan sebagai ambisi berlebihan. Namun, jadikan orang lain sebagai panutan untuk menjadikan dirimu lebih baik lagi.

Intinya, bersyukur pada apa yang ada pada diri sendiri terlebih dahulu saja. Itu lebih dari cukup untuk menyanyangi diri sendiri.

Odite paham apa yang sedang Arsya lakukan saat ini, ia mengerti rasa iri tersebut. Tidak enak, sungguh. Gadis ini terus berjalan menuju ruang F, tempat kegiatan ekstrakurikuler terakhir berlangsung. Ruang F diisi oleh anak-anak yang memiliki kekuatan langka, seperti Odite salah satunya. Kekuatan yang mereka miliki memang sering menimbulkan rasa iri pada setiap anak yang kekuatannya biasa saja. Pertengkaran seperti ini memang sangat wajar. Terlebih ini adalah sekolah, di mana semua diisi oleh anak labil yang masih dalam masa percobaan.

Setelah melangkah masuk, sepi menyambut gadis ini, tidak ada seorang pun sebab jam masih menunjukkan pukul enam sore. Seharusnya ia datang pukul delapan malam saja. Namun, karena suasana hatinya tengah tidak baik-baik saja, gadis ini memilih menyendiri untuk sedikit menetralkan pikiran dari hal buruk.

Beberapa menit berlalu, Odite sudah merebahkan tubuhnya di atas kursi yang ia susun rapi. Nyaman, sunyi dan menenangkan jiwa.

"Aku tidak pernah berpikir bahwa kau akan sekeren itu."

Serta-merta Odite bangkit dari tidurnya, gadis ini melebarkan kedua netra tatkala ia melihat dua sosok yang seharusnya tidak berada di sini, saat ini, kecuali Claude. "K-kenapa kau dan Tuan Hephaestus ada di sini?" Menunduk hormat pada Hephaestus sejenak, Odite kembali duduk di kursinya.

Gerakan jari Hephaestus membawa sebuah kursi singgah di belakangnya. Memudahkan dirinya untuk mendaratkan bokong sejenak. "Aku datang setelah Claude melaporkan padaku bahwa kau dan Arsya bertengkar. Pertengkaran adalah hal yang dilarang dalam Academy Mi Casa World, bukan?"

Mengejutkan sekali. Namun, Odite tidak bisa melakukan apa pun, sebab semua itu benar adanya. "Iya, Tuan."

"Tidak perlu khawatir, Odite. Arsya sudah mendapatkan hukuman, yang salah di sini adalah gadis itu. Masalah kalian cukup sepele, sih. Apa kita harus membuat klarifikasi di Tuyup?"

"Youtube, Tuan." Claude membenarkan.

Menoleh ke arah Claude sejenak, Hephaestus kembali melanjutkan, "Iya, Youtube. Apa kita harus membuat video klasifikasi di sana? Seperti artis di dunia, lho. Sepertinya seru." Hephaestus mengusap dagunya sendiri dengan jari-jari.a

"Klarifikasi, Tuan." Claude membenarkan lagi. Hephaestus menatap datar saat Claude membenarkan ucapannya terus menerus.

Hampir saja Odite melemparkan kursi pada dewa yang satu ini. Untungnya Odite masih tersadar dan mengingat bahwa Hephaestus merupakan salah satu dewa terkuat yang disegani. Oh tentu saja, dia suka membuat benda hebat, contohnya seperti tongkat petir milik Zeus. Melemparkan kursi padanya sama saja melemparkan nyawa dengan asal. Tidak, itu gila. "Maaf, Tuan. Namun, kami berdua sudah membicarakannya baik-baik. Aku sudah memafkan Arsya, dan mungkin begitu sebaliknya."

Claude menatap Odite dengan aneh. "Lalu, kenapa kau menyendiri di sini? Padahal kelas ekstrakurikuler masih dimulai beberapa jam lagi, lho. Ingin bersedih?"

The Tale of CynoenixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang