C23. Terkejut sampai tersedak biji kelengkeng

21 2 0
                                    

Siapa yang mengira semua ini terjadi? Tidak ada, tentu tidak. Tidak ada yang pernah mengira bahwa semua ini akan terjadi. Ketakutan, kecemasan, seolah semua sudah terjawab dengan mendetail saat ini. Kejadian tidak terduga, jawaban atas kehancuran yang tiba-tiba datang. Cahaya hilang dalam sekejap detik. Lenyap. Seolah redup memancarkan kerlip. Omong kosong pada kebahagiaan. Nyatanya setelah dinanti berhari-hari, tidak pernah ada kebahagiaan yang menghampiri mereka. Semua omong kosong, takdir ini seolah sedang bermain. Tangisan, air mata, darah dan luka.

"Anakku, Odite dan Aster. Kemari, Sayang." Ares menegakkan tubuh dengan agam. Bersama dua anjing, burung pelatuk, burung hantu bertanduk, dan burung hering serta beberapa pihak lain di sampingnya. Senyum lebar yang terkesan sangat horor terasa mengerikan, menusuk tengkorak perlindungan. "Dua gadis mempesona yang sangat patuh pada semua perintahku. Duh, aku mencintai kalian, sangat mencintai."

Sambutan mengerikan yang membuat seluruh murid 1A yang tersisa menegang, bingung. Mereka melirik satu sama lain. Sore yang membingungkan. Membuat resah. Khawatir. Sekilas jera ingin bertanya.

"Apa maksudnya?" tanya Shi-chan, sedikit memekik tidak percaya saat dua nama teman terpercaya disebutkan. "Tuan Ares sedang bergurau, ya?"

Claude memicingkan netra, mengepalkan tangan. Mengatupkan rahang, menahan amarah. "Kalian berdua, apa maksud ini semua?" Pandangannya tidak lepas dari Odite dan Aster yang berdiri memimpin di depan. Tidak ada jawaban, bahkan dua temannya ini seperti tengah menatap kosong ke depan. Saat ingin menepuk tubuh Odite dan Aster untuk meminta penjelasan, daksa dua gadis ini sudah ditarik paksa lebih dahulu oleh Ares menuju tempatnya. Kini, di hadapan mereka, rombongan Ares datang dengan tawa bahagia. Di arah berlawanan, Zeus memimpin dengan beberapa dewa lain di sampingnya.

Sedikit pengertian mengenai dewa yang satu ini. Ares adalah dewa yang mencintai perang. Menurutnya, perang adalah kesenangan tersendiri, ia dapat menikmati hiruk-pikuk peperangan. Teriakan dalam perang adalah kebahagiaan baginya, pembantaian, dan penghancuran kota. Semua sangat sempurna bagi dewa yang satu ini. Dia hanya akan melakukannya sesuai kehendak hatinya. Zeus murka, ia lantas menatap Ares dengan garang. "Jelaskan maksudmu, Ares! Apa yang membuatmu merencakan hal ini? Mencuri Bunga Cynoenix?! Kau bosan hidup damai, huh?"

Kendati mengerti, dua puluh sembilan anak ini justru terlihat seperti si tolol yang tidak mengerti apa pun. Berusaha mencari informasi, tetapi tidak ada satu pun yang membantu mereka menemukan jawaban. Katanya, mereka harus diam dan mendengarkan saja, tidak perlu berkomentar. Duh, bagaimana bisa diam jika yang terlibat adalah dua teman mereka, sih? Memusingkan. Takdir seolah berkata, hayo ... kamu pilih yang mana? Teman atau nyawa?

"Apa kau sedang haus darah sehingga membuat kehancuran di Delusion, Ares?" kata Zeus kembali. Wajahnya tampak memerah, murka. Ares tidak menjawab, ia hanya terdiam santai memainkan tombak berujung perunggu yang di genggamnya. Semua yang melekat pada tubuhnya sangat bercahaya, sedikit menyilaukan mata. Bahkan kereta perang yang ditarik oleh empat ekor kuda emas abadi dan mampu menyemburkan api; Aithon (Api merah), Konabos (Kekacauan), Flogios (Nyala api) dan Fobos (Rasa takut) juga ikut datang, seperti mobil pribadi bagi Ares. Entah apa maksudnya ia datang beramai-ramai seperti ini. Membuat dewa lain ikut resah dan juga datang sebagai patokan jikalau ada sidang dadakan. Sepertinya isi kepala Zeus sudah mulai menyenggol emosinya serius. Ada yang berdenyut di pelipis. Lelucon Ares sungguh tidak lucu baginya. "Kau adalah anak paling nakal, Ares. Emosiku kau buat sebagai permainan. Kau pikir aku tidak panik saat melihat Delusion mulai retak, huh?"

Netra Ares melirik sekilas, ia tampak sangat tidak peduli dengan kemurkaan sang Ayah. Zeus dan Hera adalah orang tua Ares. Karena sifatnya yang angkuh, Ares tidak dipercayai oleh para dewa, itulah yang membuat Zeus menempatkannya di ujung Delusion, agar dia tidak membuat onar. Tidak mendapatkan jawaban dari anaknya, Zeus mengusap pelipis, perlahan. "Siapa Odite dan Aster sebenarnya? Apa ibu mereka belum mati? Dari data yang kuterima saat kehadiran dua gadis itu, mereka adalah anak terlantar yang kau temukan dalam hutan tephritidie. Lantas, semua hanya omong kosong? Mereka anakmu?"

The Tale of CynoenixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang