🐌 II 🐌

28 6 0
                                    

Cintai dirimu dengan senyum setiap hari. Jadikan hidupmu hidup yang lebih ceria.

🐣🐣🐣

Bibirnya maju beberapa centi, sejak tadi wajahnya murung bak tembok kasar yang belum diamplas. Ia merajuk, berjalan pun terus menghentakkan kakinya sampai terdengar nyaring suara dentuman berkali-kali. Orang rumah yang menyaksikannya terus menghela napas dan menggelengkan kepalanya, tidak paham lagi bagaimana adat dari bocah itu.

Berkali-kali Tita seolah mengusirnya. Memintanya pulang dengan alasan ibu gadis itu akan kesepian di sana. Namun, bukan Cia namanya jika dia tidak keras kepala. Gadis itu tidak terima jika keluarga ini mengirimnya kembali pulang. Alasannya ia kemari adalah ingin berkumpul bersama keluarganya. Ibunya pun menyetujuinya maka dari itu dirinya ada di rumah Tita sekarang.

"Om, Teteh jahat tuh, usir-usir aku terus."

Andra asyik menyantap nasi goreng buatan sang istri sebagai sarapan pagi merasa terusik dengan suara yang menyapanya lantas menoleh, mendapati Cia yang duduk bersandar pada dinding putih di belakangnya. Untung saja tidak tersedak karena menahan tawa. Keponakannya yang satu itu memang benar-benar ajaib. Datang gak diundang pulang pun diusir.

"Sini sini sayangnya Om Andra. Kita sarapan dulu," sahut Andra pada gadis itu seraya melambai-lambaikan tangannya agar Cia mendekat.

Tampilannya bagai anak jalanan tak terurus. Rambut panjang yang semalam rapi kini semrawut ditambah muka bantal yang masih menempel jelas terlihat berbeda dengan kedua kakak sepupunya yang sudah terlihat cantik duduk manis bersama di meja makan.

Cia mendengkus pasrah, ia berjalan menghampiri Andra namun menjauhi Tita. Tak lupa ia menjulurkan lidahnya sebagai ledekan bahwa Andra masih peduli padanya.

"Cia mau tinggal di sini sama Om dan Tante juga Teteh?" tanya Andra lagi setelah Cia ada dalam dekapannya.

Cia mengangguk samar, tak berani menyuarakan keinginannya secara terang-terangan. "Udah bilang sama ibu di rumah?" tanyanya lagi dan lagi-lagi Cia kembali mengangguk.

Cia semakin mengeratkan pelukannya pada Andra. Tak berani menatap Tita yang wajahnya sedang sangar pagi ini menurutnya. Andra menoleh pada Wulan sang istri, lantas Wulan mengangguk setuju penuh ketulusan. Mereka seperti telepati yang terjadi begitu saja. Interaksi mata yang seketika dipahami keduanya. Bahkan, Vie dan Tita yang beradu pandang tak mengerti apa maksud dari dua orang dewasa itu.

Andra merenggangkan pelukannya, ia sedikit menunduk agar bisa sejajar dengan Cia. "Baiklah, cepat mandi dan kita akan ke sekolah barumu," ucap Andra seketika membuat ekspresi Cia sangat girang.

"Serius, Om? Cia boleh tinggal di sini dan sekolah juga?" tanya Cia penuh antusias.

Andra mengangguk sejurus kemudian bocah itu berlari ke kamar sembari bersorak girang dan mengatakan, "Teh Tita kalah!"

Tita melebarkan mulutnya tak percaya dengan apa yang disaksikannya. Sedang Vie hanya terkekeh mendapati memang benar Tita kali ini kalah melawan bocah begajulan seperti Cia.

"Tapi Yah?" protes Tita pada Andra.

"Biarkan saja, dia saudaramu, kan?"

Tita mendengkus kesal, rasa tak selera lagi menyantap makan paginya dengan tenang. Akan jadi seperti apa hari-harinya dengan kedatangan Cia di rumahnya.

"Vie, gimana rencana pertunangan kamu sama Aldo?" tanya Wulan tiba-tiba usai merapikan piring kotor dan dibawa ke wastafel pencucian piring.

"Oh, itu sudah tujuh puluh persen, Tante. Ini juga aku main ke sini sekalian mau ke rumah Aldo, mamanya minta aku datang ke sana," jawab Vie tersenyum simpul dan mata berbinar.

Bintik HitamWhere stories live. Discover now