🐌 XXV 🐌

6 3 1
                                    

Aku tidak peduli kau marah padaku karena yang kulakukan itu benar. Memangnya kenapa kalau diam-diam aku menaruh rasa padamu?

🐣🐣🐣

"Gue tebak, lo suka, ya sama Bagus?" ledek Lulu di tengah keseriusan Cia menghitung soal matematikanya.

Mata Cia memicing, ia menatap heran teman sebangkunya itu. "Gue gak salah dengar, Lu? Dengan alasan apa lo bilang kalau gue suka sama Bagus?" ucapnya mengelak pertanyaan Lulu yang menurutnya tidak masuk akal. Kemudian, Cia melanjutkan menghitung soal matematikanya.

"Hemm ... keliatan kali kalau orang lagi jatuh cinta, Ci."

"Selamat pagi, anak-anak. Sesuai jadwal, hari ini kita ulangan harian, ya. Yang nomor absen ganjil silakan di luar dulu, kita pakai dua shif," ucap seorang guru lelaki, perperawakan kurus namun tegas. Ia memiliki kulit putih, wajah yang lumayan tampan dan rambutnya tersisir rapi ke samping kiri.

"Gue duluan ke luar, semangat Lulu! Ntar kasih sontekan ke gue yah, haha ...." ledek Cia karena Lulu memiliki nomor absen genap, jadi dia harus ulangan di sesi pertama.

"Ngeselin lo!" ucap Lulu gemas, seraya melemparkan sebuah remasan kertas.

Di luar, Cia mencari tempat agak menjauh dari teman-temannya yang lain. Ia harus bisa fokus belajar sedikit lagi sebelum ulangan. Namun, mustahil rasanya mendapatkan ketenangan belajar selama di sekolah. Sedari tadi, telinganya mendengar sorak sorai para gadis yang menyemangati tim kelasnya masing-masing dalam pertandingan basket antar kelas.

Cia menggunakan headset-nya walaupun itu tidak ada suaranya. Sekali lagi Cia menengok, ngapain anak ini di sini?

"Ngapain lo, tiba-tiba di sini?" tanya Cia ketus. Ia masih ingat bentakan kasar Bagus sewaktu di stasiun. Jujur, Cia tidak pernah kuat jika harus dibentak walaupun ia melakukan kesalahan. Efeknya akan sangat memengaruhi mental Cia.

Bagus tersenyum, peluh di keningnya belum Ia bersihkan usai melakukan pertandingan basket yang telah usai. "Gue minta maaf, ya," ujar Bagus namun sama selali tidak Cia hiraukan. Ia berpura-pura sedang mendengarkan musik.

"Cia, gue minta maaf ...." lirih Bagus sekali lagi mencoba mengatakan tujuannya.

Satu lirikan mata tajam Cia membuat Bagus bergidik ngeri. Baru kali ini Bagus melihat sisi lain dari Bagus.

"Lo pikir dengan minta maaf semuanya selesai? Terus, trauma gue gimana?"

Bagus mengernyit bingung. Trauma? Trauma apa yang dimaksudkan Cia.

"Maksud lo? Lo punya trauma?"

"Gue trauma dibentak sejak kecil ...." ucap Cia pelan, ia menatap kosong lapangan yang berada tak jauh dari tempatnya kini. Sial! Air mata Cia kembali jatuh.

Bagus menengadahkan tangannya untuk menangkap bulir air mata itu. "Jangan nangis, gue janji gak akan bentak lo lagi."

"Gus, gu boleh bilang sesuatu? Gue tau ini gila, gue tau gue gak pantas bilang ini, tapi gue harus bilang!"

Jantung Bagus berdegup lebih kencang, sama kencangnya dengan kecepatan Falentino Rossi ketika sedang balap motor. "Lo mau bilang apa?"

Bintik HitamWhere stories live. Discover now