🐌 XXII 🐌

9 3 0
                                    

Mari berteman dengan takdir. Jika Tuhan mengatakan dia jodohmu, maka tak ada seorang pun yang bisa membantah. Percaya saja bahwa Tuhan tidak akan menyengsarakanmu!

🐣🐣🐣

"Bang Bagas? Abang ngapain di sini?" tanya Cia merasa tak percaya melihat kakak dari Bagus ini ada di depan matanya.

"Oh, tadi Abang abis beli minuman di warung itu." Bagas menunjuk sebuah warung yang tak jauh dari posisinya berdiri. Cia mengikuti arah yang ditunjukan Bagas. "Baru aja mau balik ke mobil, eh liat kamu di sini. Abang boleh duduk?"

Bagas yang masih mengenakan setelah jasnya pun ikut duduk di samping Cia setelah gadis itu mengizinkannya sembari menikmati minuman yang tadi Bagas beli.

"Maaf, ya, belinya cuma satu. Atau mau Abang beliin dulu?" tawar Bagas merasa tidak enak karena dia minum hanya sendiri.

Cia menggeleng, ia tidak ingin apa pun saat ini. "Enggak usah, Bang. Cia gak haus."

Bagas mengangguk paham. Ia pun kembali meminum minumannya. Terjadi keheningan di antara mereka selama sepuluh menit. Cia yang biasanya pandai mencari topik pembicaraan, kali ini diam membisu tak selera bicara.

"Kalau sesorang melakukan kesalahan, apa harus diberi hukuman, Bang?" tanya Cia spontan. Matanya masih lurus menatap kosong jalanan di depannya.

Bagas menoleh, melihat Cia yang tampak sedang tidak baik-baik saja. "Harus. Orang berbuat kebaikan maka dia harus menerima hadiah. Begitu juga sebaliknya, dia yang berbuat kejahatan harus menerima hukuman," ucap Bagas menjawab bertanyaan Cia tanpa bertanya apa pun lebih dulu.

"Jika ada orang yang mengetahui kejahatan orang tetapi orang lain, tetapi dia tetap tutup mulut mengenai kebenaran itu, dengan alasan tertentu. Apa itu dibenarkan, Bang?"

Seperti layaknya seorang kakak adik. Adik yang terlalu penasaran terus saja mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang seharusnya tanpa perlu ditanyakan pun dia tahu jawabannya.

Bagas kembali menjawab masih dengan tanpa bertanya. "Mau apa pun alasannya, kesalahan tetap kesalahan, Cia. Kalau orang itu tetap diam, yang rugi orang lain, kan? Bangkai akan tetap tercium baunya walau dia disembunyikan di dalam botol kaca sekali pun."

"Tapi kalau orang itu adalah ibu Cia, gimana, Bang?" Cia menoleh kali ini. Menatap manik mata Bagas yang penuh dengan pertanyaan kepada gadis di hadapannya ini.

"Maksud kamu?"

"Dan jika manusia yang seharusnya gak perlu terlahir ke dunia tapi ternyata harus lahir ke dunia dan membuat hubungan-hubungan manusia terdahulu menjadi hancur, yang salah di sini siapa, Bang?"

Deg!

Bagas merasakan jantungnya berdetak lebih cepat. Kenapa Cia mengajukan semua pertanyaan itu termasuk pertanyaan yang terakhir?

Bagas pun merasa demikian. Ia tahu sejarah hidupnya. Sebab kedua orang tuanya menikah, itu karena adanya janin Bagas yang kala itu tumbuh di rahim Kejora. Sebuah kesalahan yang harus dijalankan.

Cia menangis, ia tak kuasa menahan beban itu sendiri lagi. Dia tidak ingin berpura-pura kuat padahal hatinya telah layu.

Bagas pun menarik Cia ke dalam pelukannya. Ia ingin menenangkan gadis ini. Bagas sudah menganggap Cia layaknya adik sendiri dan Cia tak menolak perlakuan Bagas padanya.

"Abang tau kamu lagi punya banyak masalah. Kalau mau cerita ke Abang, cerita aja, Cia," ucap Bagas memberi solusi.

"Cia baru tau kisah percintaan masa lalu ibu Cia, Bang. Cia baru tau penyebab ayah Cia meninggal. Ibu Cia tau semuanya tapi dia tidak mengatakan apa pun padahal Cia berkali-kali sudah bertanya padanya." Cia menarik tubuhnya dari pelukan Bagas dan ia menyeka air matanya. Bagas masih menjadi pendengar setia, menyimak detail-detail cerita yang Cia ceritakan.

"Cia tau, Abang pasti juga tau masa lalu ayah Abang, kan? Om Bara. Bang, Abang tau siapa pacar om Bara dulu sebelum menikah dengan tante Kejora?" lanjut Cia.

Terlebih dahulu Bagas menggeleng, ia tak tahu. "Abang cuma tau namanya, namanya kalau gak salah adalah Dara. Ada apa memangnya?"

"Abang tau kenapa tante Kejora meninggal?"

"Setelah tau ayah baru saja membakar sesuatu yang sangat besar," jawab Bagas dengan polosnya. Ia menjawab tanpa menaruh curiga. Padahal, ini adalah suatu rahasia yang tidak bisa diceritakan ke sembarang orang. Kedua adiknya saja tidak mengetahui semua ini. Tapi entah kenapa, rasanya Cia adalah orang yang tepat untuk menceritakan semua ini.

"Kenapa Abang diam saja waktu tau om Bara melakukan kesalahan? Kenapa tidak diberi hukuman seperti apa kata Abang tadi?"

Bagas terjebak dalam ucapannya sendiri. Lantas, ia akan menjawab apa? Bagas menetralkan ekspresi wajahnya, untung saja malam itu gelap, sehingga bisa menetralkan ekspresi terkejut dan bingungnya saat ini.

"Itu karena permintaan dari ibu. Ibu bilang, kalau ayah dipenjara maka tidak ada yang menjaga kami anak-anaknya. Oleh sebab itu Abang diam."

"Walau tau om Bara salah? Ck! Kalian kan udah besar, udah tau mana yang salah mana yang benar. Abang juga udah kerja, kan? Seharusnya kalian bisa untuk hanya sekadar mengisi perut, Bang. Karena yang menjadi korban di sini Cia, keluarga Cia yang kena ampasnya, Bang!" Cia merasa emosinya kembali terpancing. Ia sangat gemas saat ini. Air matanya kembali luruh, tak tahan menahan desakan sesaak sehingga rasanya sulit bernapas.

"Maksud kamu apa? Kenapa keluarga kamu yang kena imbasnya?" Jujur, Bagas masih belum paham. Padahal sedari tadi dia sudah menghubung-hubungkan setiap ucapan yang keluar dari mulut Cia.

"Iya, wanita mantan pacar om Bara yang bernama Dara itu ... ibu aku, Bang. Wanita yang tersakiti karena ulah tante Kejora. Dan Abang tau? Apa yang om Bara bakar waktu itu? Dia bakar toko kue ibu, Bang! Di insiden itu, ayah Cia meninggal, Bang. Sekarang Cia gak punya ayah, Bang! Cia mau ayah Cia, Bang. Kembalikan dia untuk Cia, Bang!" rengek Cia pada akhirnya.

Terus saja air mata mengalir membasahi kedua pipi Cia. Bagas kembali membawa Cia dalam pelukannya. Ia ingin menenangkan Cia sekaligus menenangkan dirinya sendiri.

Apa semua yang Cia katakan itu fakta? Apa itu benar? Jika iya, ayah bukan saja membakar sesuatu tetapi juga sudah membunuh seseorang yang tak lain adalah ayah Cia! batin Bagas.

"Maafin Abang, Ci. Abang selama ini malah diam. Kalau semua yang Cia katakan benar, ayo ikut Abang sekarang!"

Bagas bangkit dan menarik serta Cia.

"Mau ke mana, Bang?"

"Kantor polisi. Yang salah tetap harus diberi hukuman, Cia. Mau dia ayah Abang atau Abang sendiri. Cepat kamu ikut Abang untuk memberi keterangan, jangan lupa kamu sertakan bukti," ucap Bagas.

Tak lama, setelah berpikir beberapa saat akhirnya Cia menuruti permintaan Bagas untuk memberikan keadilan padanya dan kepada keluarganya.

🐣🐣🐣

Ulaaa ... selamat pagi semua. Hehehe. Aku ngetik ini pagi-pagi jam 06.00 pagi. Wkwk.

Selamat membaca :)

Tinggalkan komentar dan vote, yah! Terima kasih yang sudah support aku terus 😁

16 Oktober 2020

Bintik HitamWhere stories live. Discover now