🐌 XV 🐌

11 5 1
                                    

Takdir terkadang begitu lugu. Ia yang merencanakan pertemuan, ia juga yang pada akhirnya memisahkan tanpa kenal jarak dan waktu.

🐣🐣🐣

Sembari menunggu bel, seperti biasa Cia dan Lulu mengisi waktu mereka dengan bercerita, curhat, atau bahkan mengerjakan tugas yang sebelumnya belum selesai dirampungkan di rumah.

Gadis cantik yang masih berstatus anak baru itu memasuki kelasnya dengan senyum khas. Banyak para lelaki yang memuji secara gamblang kecantikannya. Elena pun sama sekali tidak merasa risi, karena di Amerika pun sudah sering seperti ini.

"Hai, Lena," sapa Cia dan juga Lulu.

Elena menoleh ke arah dua perempuan yang menyapanya. Ia tersenyum manis untuk Lulu, namun setelah melihat Cia, matanya mendelik dan hanya memberikan senyum kecil di ujung bibir kemudian ia duduk di tempatnya.

Sungguh, ada yang sakit tapi tidak berdarah. Apa salah Cia sehingga ia seolah dijauhi Elena? Apa dia yang terlalu dekat dengan Bagus, yang Cia yakini ssbagai pacarnya Elena? Tapi kemarin Bagus sendiri yang bilang kalau mereka tidak pacaran. Atau mungkin saja, Bagus adalah gebetan Elena.

"Lo ada masalah apa sama Lena?" tanya Lulu berbisik. Cia menggeleng lemah, kemudian Lulu mengusap punggung Cia untuk menenangkan.

"Gue ke kelas Bagus dulu. Dia hari ini pelajaran bahasa Indonesia, pasti tugas yang kemarin bakalan dikumpulin hari ini," ucap Cia sembari mengambil laptopnya dari tas miliknya.

"Oh, iya. Kalau punya gue udah ada di Candra. Lo jangan lama-lama, sebentar lagi bel," kata Lulu memperingatkan.

"Siap, Ibu Bos!"

🐣🐣🐣

Setelah beberapa menit, akhirnya yang dicari ketemu juga. Yang ditunggu datang juga. Bagus ada di hadapan Cia, ekspresi wajahnya terlihat bete padahal Cia lihat sendiri sebelum Bagus menghampiri Cia, lelaki itu sedang tertawa bersama Candra dan Tito.

"Ada apa?" tanya Bagus datar tanpa menatap lawan bicaranya.

"Emm ... gue cuma mau kasih tugas yang kemarin. Di kelas lo hari ini ada pelajarannya, kan?"

Cia menyodorkan laptop silvernya ke arah Bagus, dan langsung ditanggapi. "Kalau ada yang perlu direvisi, lo sendiri bisa, kan?"

Bagus hanya mengangguk. Batin Bagus mengatakan kalau Cia tidak bersalah, tapi bukti itu terlalu kuat untuk diabaikan.

"Udah selesai, kan? Lo boleh pergi." Sebelum Cia yang pergi, Bagus sudah lebih dulu berbalik badan dan meninggalkan Cia yang masih mematung di tempatnya memikirkan sikap Bagus yang aneh.

"Maaf, Cia. Gue harus melakukan ini sama lo," batin Bagus.

🐣🐣🐣

Dibarengi dengan Cia yang pulang lebih awal, Vie datang ke rumah Tita dari Jakarta ke Bandung. Apa lagi tujuannya kalau bukan karena pertunangan yang akan diadakan lusa.

Gadis enam belas tahun itu duduk termenung di sofa ruang tamu. Kenapa akhir-akhir ini Bagus selalu memenuhi isi kepala Cia? Apa mungkin Cia suka sama orang yang awalnya sangat ia benci itu? Tidak mungkin!

Bintik HitamDonde viven las historias. Descúbrelo ahora