🐌 XIX 🐌

13 4 0
                                    

Usut punya usut, jika kau menggali lubang lebih dalam lagi ke dasar, entah kau akan menemukan emas atau kau akan bertemu cacing tanah.

🐣🐣🐣

"Nanti gue ceritain pas jam istirahat. Lo ke kelas gue aja," ucap Cia cepat. Pasalnya, ia baru saja mendengar bel SMA Bintang Angkasa berdering nyaring.

"Ayo, Gus. Upacara dulu atau lo akan kehilangan nyawa lo, hahaha. Gue enggak akan jauhin lo, tenang aja!" pekik Cia yang mengatakan itu sembari berlari.

Senyum Bagus merekah, ia rasanya bahagia bisa mengenal perempuan seunik Cia. Cewek aneh tapi ngangenin!

"Lari yang jauh sebelum gue bisa tangkap lo!" teriak Bagus selanjutnya ia berlari juga mengejar Cia.

🐣🐣🐣

"Itu yang gue dengar dari ibu gue semalam waktu dia ngomong sama om Bara," ucap Cia yakin.

Keadaan kelas lumayan sepi untuk jam istirahat pertama. Hanya ada Cia, Lulu, Bagus, Candra, Tito, dan Lena.

Sebenarnya Cia agak risi dengan kehadiran Lena karena ia berpikir, Elena tidak ada sangkut pautnya sama sekali dalam masalah ini. Namun, karena Bagus yang memintanya, maka Cia tidak bisa menolak.

"Tapi apa alasan ayah gue bakar toko lo?" tanya Bagus yang belum mengerti akar masalahnya.

"Nah itu yang musti kita selidiki. Gus, lo bisa cari tau, kan apa penyebabya?"

Bagus nampak berpikir, ia tak tahu harus berbuat apa walaupun Bara adalah ayahnya sendiri.

"Gue enggak yakin, Ci. Soalnya, gue sama ayah gak dekat, sering bertengkar dan--"

"Gue bisa!" selak Elena girang. Untuk pertama kalinya ia merasa berguna di dalam misi ini. Ia memang sangat menyayangi ayahnya, tetapi jika dalam kasus ini ayahnya lah yang bersalah, keadilan harus tetap ditegakkan.

Cia mengernyitakn dahi. Jika Bagus saja yang notaben-nya adalah anak Bara tidak bisa, kenapa Elena merasa bisa melakukannya?

Bagus tersenyum senang, baginya Elena adalah penyelamat.

"Untung lo pulang ke Indo, Len. Sumpah, lo ngebantu banget!" ucap Bagus.

"Tapi bagaimana bisa Lena melakukan itu sementara dia bukan anak om Bara atau keluarganya?" tanya Lulu yang sejak tadi diam mendengarkan. Pertanyaan Cia pun terwakili.

"Siapa bilang Lena bukan anak ayah gue?" ujar Bagus yakin, ia kemudian menatap wajah-wajah bingung teman-temannya.

"Mungkin kalian bingung kenapa kita bisa seangkatan, tapi yang jelas, Elena itu kakak gue. Elena itu kembaran gue."

"Hah! Kembaran?!" seru mereka berbarengan. Bagus merasa telinganya dalam masalah kali ini.

"Gila kalian, ya! Sakit kuping gue, biasa aja gak usah teriak-teriak!"

"Bukan gitu masalahnya, Gus. Apa kata lo tadi? Lo kembarannya Elena? Eh, muka kalian aja beda banget. Elena mah jelas cantik kayak Dewi Yunani, lah elo. Kambing dibedakin aja lebih ganteng kambuing daripada lo," cerocos Tito yang mulutnya tidak bisa di-rem.

"Sial lo!"

Pantes aja mereka deket banget, gumam Cia dalam hati.

"Oke, oke. Kita lanjut bahas masalah tadi. Jadi, gue akan selidin ibu, dan kalian berdua, Lena dan Bagus cari tau info tentang om Bara. Cari info sebanyak banyaknya." Cia mengintrupsi.

"Terus, tugas kita bertiga apa, Ci?" tanya Candra. Yang dimaksud mereka bertiga adalah Lulu, Candra dan Tito.

Cia pun melirik ketiga temannya itu, kemudian, satu senyuman terbit dari bibir Cia. "Kalian, atur acara teater kita. Alur ceritanya akan sama dengan kejadian antara keluarga gue dan keluarga Bagus."

🐣🐣🐣

Ketiga perempuan itu sedang memikirkan bagaimana strategi perang mereka selanjutnya. Beberapa bukti telah didapatkan mereka. Sebuah album foto usang yang ditemukan Tita di gudang rumahnya.

"Kalian yakin kalau itu foto masa mudanya om Bara?" tanya Vie yang sejak tadi tidak meyakini kalau di foto itu adalah Bara dan Dara.

Keduanya mengangguk yakin del ngan apa yang dilihatnya. Mereka nampak bahagia di foto itu. Masa SMA dan berkumpul bersama teman-teman.

"Tapi kalian perhatiin, gak, sih. Kalau tante Dara sama om Bara itu kayak orang pacaran? Abisnya, tuh liat deh. Mereka mesra banget gitu. Padahal teman-teman lainnya biasa aja. Mereka doang yang gandengan tangan," ucap Tita memberikan argumen.

Cia dan Vie mengangguk, membenarkan ucapan Tita. "Gue punya ide!" seru Cia girang. Lantas membuat kedua kakak sepupunya itu mengernyitkan dahi bingung.

"Kalian berdua kakak-kakakku yang kece baday, sekarang temui ibu. Ajak ngobrol dia, tanyain soal masa lalunya. Soal dia punya pacar apa enggak, nanti suruh ibu ceritain. Cuma kalian yang bisa, kalau gue yang tanya, bisa-bisa ibu curiga ...."

Vie dan Tita saling pandang, kemudian, tak lama mereka pun menjalankan aksinya dan segera menghampiri Dara.

Keadaan rumah sangatlah sepi. Ibu dan ayah Vie sudah pulang ke Jakarta sejak siang tadi. Hanya ada Dara juga Wulan yang sedang menonton tv bersama.

"Ibu, Tante," sapa Tita terlebih dahulu lalu ikut bergabung menonton tv bersama.

Tanpa banyak basa-basi, langsung saja Vie yang memulai pertanyaan.

"Tante Wulan, Tante masa mudanya pernah punya pacar, gak, sih?" Seketika itu juga, tatapan ketiga manusia itu menuju pada Vie.

"Tante punya pacar? Asal kamu tau, Vie. Tante itu dulu tomboy kayak Tita gini. Beruntung aja Tita punya pacar, kalau Tante mana punya. Menikah sama om kamu aja karena pilihan orang tua, Tante sih, oke-oke aja asal cocok." Wulan menjeda ucapannya, diperhatikannya kedua anaknya itu satu persatu. "Kalau Tante Dara tuh, dia pernah punya pacar sebelum menikah sama Om Bimo. Ya, gak, Ra?" Wulan menaikkan kedua alisnya ke atas dan ke bawah.

"Eh ... iya, Mba, hehehe. Cuma masa lalu. Gak usah dibahas, ya."

"Yah, Tante masa gitu sih. Kita kan mau tau, iya, gak, Ta?" tanya Vie, ia sudah menampilkan wajah baby face-nya seimut mungkin.

Tita mengangguk dan seketika ekspresinya dibuat sama dengan Vie. Sebuah alat perekam sudah terpasang cantik di saku baju Tita. Ia akan merekam apa saja yan Dara katakan.

Dara mendelik memerhatikan dua perempuan muda di hadapannya kemudian tersenyum. "Ya, oke deh. Tante cerita. Dulu, Tante emang punya pacar semasa SMA. Pacar Tante itu katanya dulu janji mau menikahi Tante. Tapi ternyata dia selingkuh, Tante sama sekali enggak tau. Dia berani meniduri selingkuhanya itu sampai mereka berdua menikah untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah terjadi. Tante berharap, hubungan kalian berdua enggak akan pernah kayak Tante ini. Buruk nasibnya," jelas Dara panjang lebar.

🐣🐣🐣

Elena memasuki kamar ayahnya diam-diam sedang Bagus berjaga di depan pintu. Gadis itu mencari sesuatu yang dapat membantunya memperbanyak bukti setelah diminta Cia untuk mencari Informasi.

Sebuah koper berwarna merah muda tergeletak di kolong kasur. Koper itu mengundang perhatian Elena untuk segera membukanya dan memeriksa isinya.

🐣🐣🐣

Terima kasih teruntuk yang sudah menyempatkan waktu kalian demi membaca cerita ini. Love you all ❤❤

12-13 Oktober 2020

Bintik HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang