🐌 III 🐌

30 6 0
                                    

Hidup tak selamanya tentang materi. Orang perlu tahu dan memiliki atitude baik jika ingin diperlakukan baik pula.

🐣🐣🐣

Hampir dua jam Vie berada di rumah calon mertuanya. Fathan yang sudah bangun kini menjadi objek perhatian Vie. Ia menggendongnya saat menangis ketika bangun tidur dan membawanya ke luar rumah bermaksud mencari angin segar.

Dari dalam rumah, deru langkah kaki seseorang menyambut hangat tubuh Vie dalam pelukannya. Pelukan yang jarang sekali mereka dapatkan. "Adik aku manja, ya. Aku juga pengen dipeluk dan disayang-sayang gitu," ujar Aldo dari belakang Vie sambil terus memeluk pinggang gadis itu.

"Ish, apaan sih kamu. Ini adik kamu kan lagi nagis, jadi aku coba tenangin. Liat deh, lucu banget tingkanya."

Vie kembali bersenandung seperti yang sering Vie lihat pada Ema terhadap Fathan dan bocah itu kembali tertidur di gendongan Vie.

"Udah cepetan deh kalian nikah. Udah cocok pegang anak tuh!" seru sebuah suara seketika membuat keduanya menoleh ke belakang.

"Sabar dong, Bu. Lagi proses ini juga," ucap Aldo seketika mendapat respon tawa renyah dari kedua perempuan itu sampai Fathan terbangun lagi dan harus bersenandung kembali.

🐣🐣🐣

"Kamu suka dengan sekolahmu, Bagus?"

Lelaki bersuhu dingin yang sibuk dengan sendok serta garpu di tangannya merasa terusik dengan pertanyaan basa-basi yang dilontarkan  sang ayah padanya. Hubungan keduanya memang sudah tidak bisa dikatakan baik semenjak kepergian sang ibu dua tahun yang lalu. Menurutnya, semua itu adalah kesalahan ayahnya sampai ibunya meregang nyawa.

"Lumayan," sahutnya singkat. Tak lama, ia meminum air mineral yang ada di samping piring lalu membersihkan mulutnya. "Aku udah selesai makan," ucapnya lantas pergi meninggalkan kedua laki-laki yang menatapnya intens di meja makan. Bagas dan ayahnya.

Sementara di tempat lain, seperti biasa gadis cerewet pemilik suara cempreng itu terus mengusik kedua kakak sepupunya. Sesekali ia menjadi babu dari Tita dan tidak dirinya sadari. Itu menjadi keuntungan tersendiri bagi Tita, tidak perlu repot untuk sekadar ke dapur mengambil camilan atau minuman dingin yang biasanya ia lakukan sendiri.

Karena semua persiapan sekolah besok telah rampung disiapkan, Cia memilih berjalan ke luar kamar. Menghampiri dapur dan melihat-lihat isi kulkas. Otak cerdasnya berputar apa yang akan ia lakukan dengan beberapa bahan makanan di dalam kulkas itu.

Akhirnya sebuah ide muncul, satu jam kemudian makanan yang dibuatnya mulai mengeras. Cia menyajikannya di atas nampan dan membawanya ke ruang TV yang ia yakini semua anggota keluarga sedang berkumpul di sana.

"Yuhuuu ... Cia bawa camilan seger dan enak nih," ucap Cia seketika mengundang semua pasang mata untuk melihatnya sedang sangat hati-hati membawa nampan berisi beberapa cup es krim.

"Kamu buat apa, Cia?" tanya Wulan yang membantu Cia membawa nampan tersebut.

"Es krim, Tante," sahutnya diakhiri kekehan garing. Tak dapat dipungkiri es krim buatan gadis itu terbilang enak untuk orang yang baru pertama kali membuatnya.

"Untung gue bikinnya es krim, jadi bisa luluhin mood-nya teh Tita. Dari tadi marah-marah terus, kayak kucing PMS!"  gumam gadis itu dalam hati sesekali melirik Tita dengan sudut matanya memicing.

🐣🐣🐣

Pagi menyapa tanpa mengurangi rasa syukur setiap insan hidup yang ada di bumi. Para burung bermelodi bersahut sapa dengan para ayam tetangga yang seolah tak mau kalah saing dalam berkicau.

"Cia cepat! Nanti aku terlambat," ujar Tita dalam rasa bosannya menunggu bocah itu keluar dari dalam kamar mandi. Ritual pagi yang harus dijalani yaitu mandi pagi. Tidak pernah dibayangkan kalau seorang Cia akan lama sekali melakukan aktivitas itu.

"Iya, sabar, Teh ...."

Maksud hati membiarkan Cia mandi lebih dulu karena yang tua yang mengalah, malah bocah itu yang paling lama mandi dan akhirnya Vie dan Tita mandi di kamar mandi utama.

Lima belas menit kemudian semuanya siap di dalam mobil. Tita menjadi sopir kali ini bertugas mengantar kedua sepupunya ke tempat tujuan masing-masing.

"Teh, kok cepat sih pulang ke Jakartanya?" lirih Cia sembari cemberut. Usai makan es krim, Vie mengumumkan akan pulang hari ini dikarenakan tugas skripsinya yang tidak bisa ditinggal terlalu lama.

Vie memiliki target kejar SKS di kampusnya, dan sebentar lagi akan sidang skripsi. Tiga setengah tahun cukup rasanya untuk menyelesaikan studi S1-nya di jurusan Hukum yang sedang ia geluti.

"Iya, Sayang. Kapan-kapan Teteh ke Bandung lagi, ya. Kamu jangan buat Teh Tita kesal terus, jagain Teh Tita, ya," pesan Vie berusaha menenangkan adik sepupunya.

Ibu Cia adalah adik terakhir dari ayah Tita. Cia dan Vie memang tidak berhubungan darah secara langsung, namun keduanya tidak pernah memusingkan hal itu.

"Ya oke deh, Cia kapan-kapan boleh main ke rumah Teteh Vie, kan?" Binaran mata gadis itu mengisyaratkan rasa rindu yang tidak bisa ditepis. Setelah sekian lama ia bisa melihat Vie dan kali ini mereka akan dipisahkan kembali.

"Boleh dong. Udah ah, adik Teteh gak boleh nangis," sahut Vie tersenyum manis menenangkan.

"Boleh, asal bawa jajanan yang banyak, ya, Cia, ahahaha," celetuk sang sopir yang sejak tadi diam berusaha meredakan emosinya akibat Cia yang mandi terlalu lama akhirnya bisa ikut becanda di akhir momen kepulangan Vie.

"Daaa ... Teteh, hati-hati." Lambaian tangan gadis itu mengiringi mobil sedan putih milik Tita yang melaju meninggalkan SMA Bintang Harapan. Sebelumnya mereka terlebih dahulu mampir ke terminal untuk mengantar Vie pulang.

Cia mengembuskan napas kasar, ia berbalik badan dan mencoba membuat lengkungan sabit di bibirnya.

"Semoga harimu menyenangkan, Cia," gumam Cia lalu langkahnya dimulai menapaki hari-hari baru berikutnya dan sampai saat ini Cia masih setengah mati penasaran siapa murid baru selain dirinya yang dimaksudkan kepala sekolah kemarin. "Hari ini gue harus cari tau," lanjutnya kemudian menyapa satpam penjaga sekolah dan bertanya di mana ruang wakasek berada.

Rambut panjangnya tergerai indah tanpa ada yang menghalangi. Riasan tipis di wajah semakin mempercantik dirinya saat ini. Tampilannya sempurna untuk menciptakan sebuah citra baik anak baru yang baru bersekolah hari pertama di tempat ini.

"Dasar cewek! Gue tolongin malah galakan dia. Tau gitu gak usah gue tolongin!" seru sebuah suara memancing pendengaran Cia. Suaranya semakin lama semakin dekat dan terus mengeluarkan sumpah serapah tidak bermutu.

"Apa mulut lo itu tidak bisa dikendalikan?!" pekik Cia sambil berbalik badan dan langsung mendapati wajah orang yang pernah dilihatnya.

Wajah kesalnya semakin memerah melihat siapa yang menabrak dirinya yang dirasa disengaja.

"Elo?!" jerit keduanya tak lupa saling adu tunjuk diperagakan sedetik kemudian para staff guru yang ada di ruang Wakasek keluar dari ruangannya.

🐣🐣🐣

Pasti udah pada sadar kalau keduanya ada di sekolah yang sama, iya, kan? Ngaku aja deh. Wkwk

Nantikan part selanjutnya, ya😉 dijamin anti mainstream. :)

05 September 2020

Bintik HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang