四十七

4.4K 614 24
                                    

Perasaan

Kamis, 12.23 pm

Joshua, Bona jalan barengan, keluar dari UGD terus belok ke kafetaria rumah sakit. Waktu menunjukkan jam makan siang dan mereka bersyukur semua pasien darurat tadi sudah ditangani jadi mereka bisa makan siang dengan agak tenang.

"Mau kamu yang pesen apa aku?" tanya Bona.

"Kamu aja, aku nyari tempat duduk," jawaban Joshua membuat Bona mengacungkan ibu jarinya, lalu berjalan ke tempat pemesanan makanan.

Sedangkan Joshua sempet lihat-lihat buat cari tempat duduk, sebelum akhirnya jalan ke salah satu tempat duduk di dekat kasir. Sekian menit kemudian, akhirnya Bona dateng setelah bayar makanan mereka di kasir.

Sehabis itu, mereka makan dalam diam. Mereka emang punya janji buat gak ngobrol pas lagi makan di rumah sakit, soalnya panggilan bisa dateng kapan aja, pas lagi makan, lagi mandi, dan sebagainya. Lagian, mereka juga butuh tenaga buat kerja, jadi makan harus diutamakan. Sekitar sepuluh menit kemudian, Joshua dan Bona nyelesein makanannya. Mereka sekarang mulai menikmati minuman masing-masing, Bona dengan jus semangkanya, Joshua dengan jus mangga-nya.

"Hai," seorang perempuan tiba-tiba nyamperin meja mereka, terus duduk di samping Bona, dia ngebawa makanan.

"Baru bebas ya, Ca?" tanya Bona.

Perempuan itu ngangguk, "Capek banget tadi ada pasien anak kecil yang rewel," terus mulai nyuap makanannya.

"Rewel kenapa?" giliran Joshua yang nanya.

"Dia cuma mau ditangani sama Dokter Brian, sedangkan hari ini Dokter Brian lagi ada seminar di luar," perempuan itu ngejawab habis nelan makanannya.

"Tadi aku sama Jo juga agak kewalahan, gara-gara ada TA* di dekat jalan depan, Dokter Satria sama Dokter Jevian sampe turun tangan," Bona jadi ikutan curhat.

*Traffic Accident

Joshua ngangguk, "Dokter Je yang biasanya cengar-cengir tadi serem banget, tapi sekaligus keren," dia mengagumi dokter konsultan mereka.

"Kamis keknya emang hari bagus buat kita," perempuan itu nyaut dengan sarkas. Untung Joshua sama Bona paham maksudnya.

"Eh Bian, Caca," yang disebut namanya noleh ke arah Joshua.

"Kenapa?"

"Gimana rasanya suka sama orang?" pertanyaan itu sukses bikin dua orang perempuan di depannya kaget. Yang dipanggil Caca itu sampe kesedak terus cepet-cepet minum.

"Kamu lagi suka sama orang?" tanya Bona.

Joshua ngendikkin bahu, "Gak tahu, mungkin? Makanya aku nanya kalian." Karena emang Joshua gak pernah suka sama orang, selama dua puluh lima tahun hidupnya cuma dihabisin buat belajar, belajar, belajar. Apalagi ada tuntutan dari keluarganya, biarpun gak secara langsung terlihat, tapi Joshua tahu kalau dari dulu jalannya udah diarahin sama orang tuanya.

Caca udah selesai makan, dia nopang dagunya pake tangan, "Pas kamu ketemu orang itu kamu seneng, pas udah gak ketemu kamu kangen. Kamu inget dia pas liat sesuatu yang berhubungan sama dia, ya pokoknya seneng sih, menurut aku."

Bona ngangguk, "Kalau menurut aku, pas kamu kepikiran dia hampir setiap hari," dia nambahin lagi.

"Atau dia punya utang sama kamu makanya kamu kepikiran," sahutan Caca bikin Joshua sama Bona ketawa pelan.

"Hmm, oke makasih girls," Joshua senyum.

"Emang siapa sih yang berhasil bikin kawan kita yang satu ini membuka hati?" Bona nanya.

WIDIANTARA | SVTWhere stories live. Discover now