Mayang 03

4.5K 710 71
                                    

Dalam dua puluh lima tahun hidupku, hal yang sangat kusyukuri adalah aku ditakdirkan Tuhan menjadi anak dari Mama dan Papaku tercinta.

Mereka adalah orang tua terbaik yang kumiliki. Mama, sosok yang tegas dan bermulut pedas, namun sangat mencintai keluarganya. Sedangkan Papa, sosok yang begitu memanjakanku, namun memiliki banyak aturan tegas dan juga selalu memberiku begitu banyak pelajaran hidup demi bekalku kelak di kemudian hari.

Setiap hari, aku akan selalu di sambut dengan ciuman serta kecupan penuh cinta dari Mama dan juga Papa. Bahkan, Papa akan selalu memelukku sembari menggoyang-goyangkan tubuh kami berdua layaknya sebuah kapas tanpa beban.

Maka dari itu, aku sangat kaget ketika mendapati kalau Ceva lah yang justru sedang duduk di pinggir ranjangku alih-alih Papa, dengan senyum mengembangnya yang terlihat lelah sembari mengusap suraiku. Kurasa, Ceva baru saja selesai menghadiri acara nya hari ini.

"Ceva?" tanyaku kaget sekaligus girang. Ceva tersenyum lembut, dan kekasihku itu menundukkan tubuh demi mengecup kedua mata dan keningku.

"Hai sayang. Nyenyak tidurnya?"

Aku merona malu ketika menyadari aku tertidur lelap setelah lelah mengedit novel karyaku. Wajahku pasti sangat kacau saat ini. Belum lagi rambutku yang pasti akan mekar seperti singa.

"Aku ketiduran." ringisku malu, dan Ceva justru tertawa terbahak.

"Aku bisa lihat kalo kamu ketiduran, bukannya kelaperan, Mayangku sayang." tukas nya geli yang mana justru merekahkan senyum bahagiaku. Katakanlah aku si gemuk yang sangat beruntung karena dari sekian juta wanita di Indonesia, hanya padaku lah Ceva meluapkan rasa cinta dan sayang nya.

"Udah mandi?" Ceva menggeleng.

"Belum. Aku mandi di sini boleh?"

Ceva memang sering menginap di rumahku, jadi tidak heran kalau seluruh perlengkapan mandi serta pakaiannya tersimpan rapi di lemariku. Semua kehidupan remeh temeh Ceva seperti mencuci baju, menyetrika, dan juga melipat pakaian kulakukan sepenuhnya sendirian selama lima tahun kebersamaan kami. Sudah sangat sering Ceva melarangku, namun aku sendiri yang menawarkan diri. Aku tahu bagaimana sibuknya hidup Ceva, untuk hal sekedar mencuci tentu saja tidak akan sempat ia lakukan. Dan aku jelas tidak akan membiarkan pakaiannya di laundry, karena sepengetahuanku, laundryan itu belum tentu terjamin bersihnya. Jadi, demi menghindari hal yang tidak-tidak, lebih baik ku tangani sendiri saja yang jelas terjamin akan kebersihannya.

"Ya boleh lah. Masa nggak boleh sih?! Aku ambilin baju dulu ya?"

Tepat ketika aku sudah beranjak dari ranjang, kurasakan lengan Ceva melingkar erat di sepanjang perut ku yang cukup berlemak. Sering kali jika di posisi ini, aku akan kembali minder dan berakhir aku mencoba melepaskan pelukannya secara sepihak.

"Jangan di lepas. Kamu cantik dengan apa adanya kamu, Mayangku." bisik Ceva di sekitar telinga ku. Tanpa sadar aku bergidik karena merasakan geli efek dari hembusan napas nya.

"Aku..aku cuma gadis kelebihan berat badan yang beruntung dapetin kamu." lirihku dengan mata yang memberat karena menahan tangis sedih tiap menyadari akan perbedaan kami. Aku sedih, bukan karena tubuhku, tapi karena pandangan orang yang nantinya mengetahui kebersamaan kami. Aku hanyalah gadis yang selalu menjadi sasaran empuk bagi para penjahat mental yang bagi mereka merupakan badut gratis untuk mereka caci. Sedangkan Ceva? Ia adalah segala kesempurnaan yang di puja para manusia. Ceva bagaikan bunga anggrek indah yang selalu menawan mata. Sangat kontras bukan? Dan aku khawatir kalau hal itu akan meredupkan sinar kesuksesan Ceva nantinya.

"Dan kamu gadis dengan kelebihan hati terbaik yang aku cinta. Jangan ngerendahin diri kaya gitu. Aku nggak suka. Kamu tetap Mayangku yang baik dan cantik." tuturnya lembut.

Kali ini, aku beneran menangis mendengar ketulusan Ceva yang selalu mampu membuatku luluh. Ceva, si sempurna yang tak pernah memandangku sebelah mata. Bahkan di sepanjang lima tahun hubungan kami, ia lah yang selalu menunjukkan betapa ia mencintai ku dengan segenap hati dan hidupnya. Aku terhitung jarang menunjukkan hal berbau intim dan romantis karena aku selalu insecure jika saja perbuatan ku nanti malah membuatnya jijik.

Ceva membalik tubuhku dan memelukku erat. Kutumpahkan tangis haruku di atas dada nya yang selalu harum meskipun sudah seharian beraktivitas.

"Sayang, berhenti nangis. Kamu bikin aku sedih." bujuknya sambil mengusap suraiku. Aku masih betah tergugu di dekapannya.

"Aku upik abu gendut yang beruntung kan bisa dapetin kamu?" kekehku getir.

"No! Justru aku yang beruntung bisa dapetin kamu." sanggahnya tajam. "Kamu berlian yang tersembunyi di balik ketidak sempurnaan kamu, sayang. Kamu berharga, dan kamu layak untuk dicintai dan mencintai."

Ya Tuhan, kebaikan apakah yang sudah pernah kuperbuat di masa lalu hingga aku bisa seberuntung ini mendapatkan Ceva sebagai kekasihku?

"Terima kasih udah mau menerima aku yang buruk ini, Ceva. Terima kasih." isakku semakin membenamkan wajah di dadanya.

Ceva mengecup puncak kepalaku dan menyandarkan dagunya di sana. "You're my everything I need, Mayangku. Tetap di sisiku ya?"

Aku pastilah orang paling bodoh jika sampai tega meninggalkannya. Meninggalkan seseorang terbaik yang mau menerima segala kekurangan ku.

🎇🎇🎇🎇

Ceva bisa ae ngardusnya ya ampunnn😭😭😭

Btw, kisah kali ini based on true story ya sayang2ku. Semoga bisa ngena feelnya ke kalian🙏

Oh ya, karena sekarang aku sibuk kuliah lagi, mungkin aku cuma bisa update 1x aja sehari. Nggak apa2 ya dear? Aku minta pengertian dari kalian.

05 Oktober 2020

Dear MayangМесто, где живут истории. Откройте их для себя