Ceva 22

2.7K 486 23
                                    

Kalau kata orang, lelaki itu yang dijadikan patokan adalah tindakannya, bukan hanya ucapannya. Awalnya, saya setuju untuk pepatah yang santer di gaungkan oleh para muda mudi tersebut, namun untuk kali ini, saya terpaksa menepi sejenak dari pepatah tersebut karena ada satu masalah yang harus saya selesaikan.

Dengan tekad kuat, saya berupaya untuk mendatangi bekas manajemen artis saya yang selama ini menaungi saya dan banyak artis lainnya untuk menemui Rey dan juga Serena. Saya tahu pasti kalau akhir pekan seperti ini, Rey dan Serena akan selalu berusaha mengosongkan jadwal untuk mengevaluasi apa-apa saja point yang patut Serena pertimbangkan agar tetap bisa terus eksis di dunia entertainment tanah air.

Langkah saya lebar dan mantap memasuki salah satu ruang meeting yang kata nya sedang di jadikan tempat evaluasi oleh Rey, Serena dan juga tim manajemen.

Seluruh atensi manusia di ruangan itu teralihkan ke saya ketika pintu berhasil saya buka sedikit kasar. Apalagi Rey dan Serena. Mereka terlihat kaget sekaligus tak percaya akan keberadaan saya di tempat ini selepas hengkang nya saya dari dunia entertain.

"Va? Astaga, lo ke sini? Lo mau gabung lagi?"

Saya tersenyum tipis mendapati reaksi Rey yang terlihat antusias ketika mendapati saya kembali ke tempat ini. Namun, tujuan saya jelas berbanding terbalik dengan apa yang Rey tengah pikirkan.

"We need to talk. Serena juga."

Rey dan Serena mengernyit sesaat, tapi dengan cepat mereka segera menyetujui dan meminta para tim untuk meninggalkan privasi barang sejenak untuk kami.

"Ada apa Va? Lo ada masalah?" Tanya Serena lembut sambil mengusap lengan saya yang otomatis saya tepis detik itu juga.

"Masuk." Alih-alih menanggapi pertanyaan Serena, saya justru berteriak. Memberikan izin pada teman saya untuk bergabung dengan diskusi ini lebih lanjut.

Awalnya Serena dan Rey bingung kepada siapa saya berteriak. Namun setelah melihat siapa saja yang hadir, saya bisa melihat kalau Rey sangat terkejut dan tidak menyangka akan teman yang saya bawa.

"Hei, ketemu lagi kita." Sapa Manda, teman yang saya maksud tadi, tengah menyapa Rey dengan raut sinis dam sarkasme nya.

Serena kebingungan dengan semua ini. "Rey, ini ada apa? Dia siapa?" Tanya Serena menunjuk Manda dengan raut bingungnya. "Terus beliau siapa?" Tunjuk Manda lagi pada sosok paruh baya yang kini tersenyum pada Serena.

"Saya nggak mau basa basi lagi. Di sini, saya bawa Manda dan juga Pak Edison, pengacara saya untuk segera menyelesaikan permasalahan yang masih mengganjal.

"Bangsat lo Va! Apa maksud lo dengan ini semua?" Bentak Rey tampak tak suka sekaligus tertekan di saat bersamaan.

"Mending lo lakban dulu bacot lo kalo lo nggak mau gue bawa ke polisi sekarang juga!" Saya tersenyum tipis mendengar Manda yang sudah dengan pedasnya menyemburkan amarahnya pada Rey.

"Seperti yang kalian semua tau, selama ini, Mayang selalu dapet perlakuan tidak menyenangkan dari kalian, terutama kamu, Rey." Saya menatap tajam pada Rey yang tersentak. "Serena mungkin hanya memberi bully secara verbal, tapi saya tahu kamu sempat berusaha ingin menyakiti Mayang di cafe waktu itu. Dan Manda serta CCTV di sana yang jadi saksi gimana banci nya kamu saat itu. Melawan perempuan yang sama sekali bukan tandinganmu hanya karena kamu nggak terima saya berhubungan sama Mayang, bukan Serena."

Semua manusia di ruangan ini terdiam, dan saya lantas memberi isyarat pada Pak Edison untuk menyodorkan secarik kertas perjanjian, atau istilah kerennya hitam di atas putih untuk Rey dan juga Serena.

"Apa ini?" Tanya mereka hampir berbarengan.

Saya menyandarkan punggung saya pada kursi dan menatap mereka tajam. "Surat perjanjian kalau di kemudian hari, kalian nggak akan lagi mengganggu dan mengusik Mayang. Kalian bisa baca dan tanda tangani."

Rey tampak membara oleh amarah. "Gue nggak akan mau..."

"Tanda tangani itu atau gue bawa CCTV cafe itu ke pihak berwajib. Negara ini negara hukum, Rey sayang. Lo ngambil beha gue aja lo bisa di penjara bertahun-tahun. Dan gue sama Ceva punya bukti valid percobaan kekerasan yang mau lo lakuin ke Mayang tempo hari. So.." Manda mengedikkan bahu sambil menyeringai sinis. "...kalo lo cukup punya otak jadi manusia, lebih baik lo dan temen lo itu tanda tangani surat itu sekarang juga daripada kita bawa kasus ini ke ranah hukum. Nasib lo ada di tangan lo sendiri."

Rey seketika mengetatkan rahang. Terlihat tak terima namun juga tak berdaya melawan. Ia meraih pena yang di ulurkan Pak Edison dan dengan cepat menandatangani surat itu dengan terpaksa. Tapi jujur, saya sama sekali tidak peduli dengan itu semua. Hanya inilah cara yang bisa saya lakukan untuk melindungi Mayang.

Selepas menandatangani surat tersebut, Rey berdiri dan nyaris beranjak, namun ia menyempatkan diri melirik kami dan memasang wajah penuh hinaan. "Nikmati hidup lo bersama princess kesayangan lo itu. Gue akan jadi orang yang paling bahagia seandainya suatu saat lo dan dia akhirnya berpisah. Menyedihkan lo, Va."

"Hello, bukannya dia yang keliatan ngenes? Ngapain coba dia nyia-nyiain waktu buat ngelawan cewek kayak Mayang? Dasar banci." Gerutu Manda yang berhasil memancing tawa saya. Tapi hanya sesaat, karena setelah itu, fokus saya kini beralih pada Serena yang masih diam di depan kertas perjanjian.

"Heh, malah bengong aja. Buru di tanda tanganin!" Gertak Manda yang menyadarkan gadis itu dari lamunannya.

Serena diam, namun tangannya perlahan meraih pena dan membubuhkan tanda tangannya di sana. Ia menatap saya dengan wajah yang sulit saya artikan.

"Aku nggak nyangka Va kalo perasaanmu bisa sedalem itu sama....Mayang. You know, dia itu....gendut."

Saya mencegah Manda yang nyaris mencak-mencak ketika mendengar ucapan Serena baru saja.

"Kamu akan tau bagaimana cinta bisa bekerja suatu saat nanti setelah kamu dapat lelaki yang tepat, Serena. Cinta itu nggak memandang fisik ataupun harta. Saya harap, suatu saat kamu bisa memaknai bagaimana cinta itu sendiri bekerja."

Setelah itu, Serena segera keluar dari ruangan dengan menyeka air mata di sudut netra nya. Saya menghela napas. Lega sekali rasanya saat semua ini bisa terkendali seperti saat ini.

Saya mengulurkan tangan yang di sambut oleh Pak Edison dengan mantap. "Terima kasih Pak sudah bersedia membantu saya."

"Dengan senang hati, Pak Ceva. Surat ini akan saya kirimkan ke alamat bapak nanti."

Saya mengangguk dan pamit bersama Manda yang khusus hari ini memang saya sewa untuk membantu melancarkan aksi ini.

"Thanks lo udah mau berkorban buat Mayang."

Saya menoleh sesaat dan tersenyum simpul. "Saya cinta sama dia, dan saya rasa, hal ini bukan apa-apa jika dibandingkan sama kebahahgiaan dia kedepannya."

Manda manggut manggut. "Tolong jaga dan sayangi Mayang ya. Gue pasrahkan kebahagiaan dia ke lo."

Saya mengangguk pasti. "Dengan segenap jiwa saya, Manda. Terima kasih sudah menjadi sahabat terbaik untuk Mayang."

🌼🌼🌼🌼🌼🌼

Sengaja nggak bikin konflik yang berat2, karena udah males mikir ruwet🤣 soalnya sebentar lagi kan saya mau praktek laborat dan praktek lapangan, jadi saya butuh konsen buat masa depan😬

Part2 menuju ending. Maaf kalo banyak yang kecewa karena nggak ada adegan baku hantam ya dear. Jadwal up Dear Mayang saya putuskan rutin setiap hari JUMAT!!

Typo everywhere

04 Desember 2020

Dear MayangWhere stories live. Discover now