Mayang 19

2.8K 582 48
                                    

Aku duduk dengan canggung ketika bersisian dengan Ceva yang saat ini sedang menatapku lembut. Jujur saja, aku cukup kaget saat menemukan Ceva, Mama dan juga Papa sedang duduk sambil bercengkerama dengan penuh kehangatan. Walaupun aku masih bisa melihat raut kaku Papa yang sepertinya terpaksa berdamai dengan Ceva karena keberadaan Mama.

"Habis dari mana?"

Aku tersentak kaget mendengar pertanyaan Ceva. Nada suara nya yang selalu lembut mampu membuatku berkaca-kaca. Ceva hampir tidak pernah marah padaku. Dan bahkan jikapun dia marah, Ceva tidak akan pernah menyakitiku barang segores pun. Membayangkan bagaimana lembut sikapnya padaku selama ini, jelas saja membuatku semakin sedih dan merasa berdosa. Aku, si gadis buruk rupa, bertingkah seolah aku secantik putri Diana. Berani menghakimi dan memandang jijik Ceva yang bahkan tidak pernah keberatan menerima kondisi fisikku.

"Sama Manda, minum kopi." Lirihku tercekat akibat menahan tangis. Dan seolah paham akan kondisiku, Ceva perlahan meraih jemariku. Menyatukannya dengan jemari kokoh miliknya. Hangat dan nyaman.

"Kenapa sedih hm? Aku bikin kamu sedih ya?" Tanya nya berusaha menampilkan senyum, kendati wajahnya tidak bisa berbohong. Ceva sedih.

Aku mendongak, membiarkan ibu jari Ceva mengusap bulir air mata yang lolos dari pelupukku. "Aku jahat."

Kening Ceva berkerut. "Kamu ngomong apa? Sejak kapan Mayangku yang baik ini jadi jahat hm?"

"Sejak aku tau masa lalu kamu dan aku menjauh dari kamu." Isakan lolos dari bibirku. Sakit rasanya ketika membayangkan kalau aku pernah berbuat dosa pada lelaki sebaik Ceva. Terlepas dari seperti apa masa lalu nya.

Ceva paham kemana arah perbincangan kami saat ini. Ada pemahaman dan pemakluman yang kentara di wajahnya. "Sayang, itu bukan jahat. Kamu cuma lagi syok dan tertekan, wajar kalau alam bawah sadar kamu bikin pertahanan kaya kemarin. Lagipula, masa lalu aku emang nggak bisa diterima." Jelasnya makin melirih.

Aku memberanikan diri untuk menangkup wajahnya yang terlihat begitu malu dan sedih. Harusnya aku tahu, tidak ada seorang pun di dunia ini yang rela bekerja di tempat nista seperti itu jika bukan karena tuntutan hidup. Dan dalam kasus ini, Ceva jelas bekerja untuk tujuan mulia, walaupun langkah yang diambilnya salah besar. Tapi, apa sih yang bisa terpikir di kepala seorang remaja yang membutuhkan dana besar untuk berobat orangtuanya?

"Maafin aku ya. Harusnya aku mau dengerin penjelasan kamu, selalu ada buat kamu. Aku nyesel sama sikapku kemarin." Aku menatap Ceva yang tampak kaget dengan ungkapan dariku. "Sekarang, aku tau apa yang hatiku mau, Va. Aku sayang kamu. Aku cinta kamu. Dan aku mau terus sama kamu. Apa aku masih bisa diterima lagi? Buat memperbaiki sikap impulsifku kemarin?"

Mata Ceva berlapiskan cairan bening ketika aku menyelesaikan ungkapan hatiku. Manda memiliki andil besar untuk membuka pikiranku. Tiada yang sempurna di dunia ini. Yang ada hanyalah mereka yang selalu berusaha menutupi kekurangan mereka dengan berbuat sebaik mungkin.

"Kamu masih tanya sama aku apa jawabannya?" Ceva berganti menangkup wajahku. Jarak wajah kami sangat dekat, dan aku bisa merasakan genderang jantungku yang kembali berulah setiap kali Ceva menyentuh intim diriku. "Aku pasti laki-laki bodoh kalo melewatkan ini semua." Ia terkekeh serak, lantas obsidiannya menatapku dalam dan penuh pemujaan. "Aku milikmu, Mayang. Semua yang ada di tubuh aku, sepenuhnya aku pasrahkan ke kamu. I love you too." Bisiknya lembut, yang kemudian disusul bibirnya yang berlabuh lembut di atas bibirku.

🌼🌼🌼🌼🌼🌼

Long time no see. Berusaha mengumpulkan lagi sisa sisa semangat menulisku setelah di buat kecewa parah. Semoga masih bisa dinikmati dan diterima sama kalian semua.

13 November 2020

Dear MayangWhere stories live. Discover now