9. MEMBAWANYA PERGI

404 277 345
                                    

"Ini rumahmu?" tanya Jaebeom. Berhenti tepat di depan pagar rumah Arum. Cowok itu mengintip ke pekarangan rumah. "Kenapa sepi sekali?"

Arum tersenyum tipis. Rumahnya memang sepi jika dilihat dari luar. Ibu tiri dan adik tirinya jarang sekali keluar rumah. Mereka terus menghabiskan waktu di dalam rumah.

"Masuklah." Jaebeom menatap Arum, gadis itu menggeleng pelan. "Kau tidak ingin masuk?" tanya Jaebeom.

"Kau pulang saja dulu, aku akan masuk setelah melihatmu pergi."

"Aku harus memastikan kau masuk ke dalam rumah, aku tidak ingin diinterogasi oleh teman-temanku."

Arum tertawa, ia berjalan mendekati pintu pagar rumahnya. "Baiklah. Terimakasih."

Jaebeom mengangguk. "Sampai jumpa besok," ucapnya dengan malu-malu.

Arum hanya tertawa saja melihat itu. Gadis itu masuk ke dalam rumah, meninggalkan Jaebeom sendiri yang masih berdiri di depan pagar rumahnya.

PRANGG!!!

Bunyi pecahan kaca terdengar dari dalam rumah. Jaebeom yang ingin pergi lantas mengurungkan niatnya.

"SUDAH KU BILANG JANGAN PULANG MALAM! KAU MAIN LAGI DENGAN TEMANMU? KAU KIRA KAU BISA SEENAKNYA? GADIS SINTING!"

Suara itu terdengar sangat keras. Jaebeom bahkan bisa mendengar suara itu dengan jelas. Tanpa berpikir panjang cowok itu langsung membuka pintu pagar rumah tersebut, masuk ke dalam rumah tanpa seizin empunya.

Hal yang pertama kali Jaebeom lihat adalah kondisi Arum. Gadis itu terduduk di lantai bersama serpihan gelas kaca yang berserakan, ia berusaha menahan tangis. Lengan tangannya terluka akibat serpihan kaca. Mungkin, saat gelas kaca itu di lempar ia berusaha menghalanginya dan berakhir dengan mengenai lengannya sendiri.

"Mwoya? (Apa ini?)" Ibu tirinya menatap Jaebeom, ia bingung juga sedikit terkejut karena kehadiran cowok itu. "Siapa kau? Berani-beraninya masuk tanpa izin?!" cecar wanita itu.

Jaebeom mengabaikannya. Ia membantu Arum untuk berdiri. Cowok itu merangkul Arum dengan sedikit posesif.

"Tahan air mata itu, jangan menangis di depanku," ucap Jaebeom setengah berbisik, Arum hanya mengangguk dan menundukkan kepalanya.

Tatapan tajam Jaebeom lalu beralih pada wanita itu. "Setelah aku lihat, ternyata kau yang lebih sinting," cibir Jaebeom dengan suara datar. "Kau melukai anakmu sendiri?"

Wanita itu tertawa culas mendengar kata anak. "Jalang kecil itu bukan anakku."

Pengakuan wanita itu membuat Jaebeom terdiam. Hatinya terasa tercubit, perkataan itu berlebihan untuk didengar. Kini ia tahu, kenapa sikap wanita tersebut sangat kasar bahkan sampai berani melukai Arum. Kini Jaebeom tahu, wanita itu bukan ibu kandungnya Arum.

"Jika Arum bukan anakmu, biarkan dia pergi bersamaku. Aku akan merawatnya."

Itu bukan permintaan, melainkan sebuah pernyataan. Arum mengangkat pandangannya mendengar pernyataan Jaebeom. Gadis itu menatap Jaebeom dengan mata berkaca-kaca.

"Kau pikir bisa semudah itu membawanya pergi?" tantang wanita itu. "Kau tidak akan bisa membawa dia pergi."

Tangannya mengepal di bawah sana. Mati-matian Jaebeom menahan amarah agar tidak meledak saat itu juga. Ini semua benar-benar berlebihan.

BAD [Lim Jaebeom] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang