5 - Jalan

80 15 0
                                    

Garuda sedang bertanding voli di lapangan dan tak lepas dari pandangan para cewek yang berada di pinggir lapangan tak terkecuali Dahlia. Matanya berbinar seolah melihat Garuda layaknya tumpukan uang di tengah gurun pasir yang tandus. Meskipun sempat sakit hati, namun bisa di singkirkan dahulu saat ini karena posisi Garuda berada di situasi berbeda, tidak seperti di kantin yang mepet dengan seorang cewek cantik seangkatannya. Dahlia tahu memiliki Garuda adalah sesuatu yang mustahil namun dengan sedikit usaha kemustahilan itu bisa sedikit mencair, bukan?

Pokoknya Dahlia akan memberikan minuman ditangannya terus di berikan langsung kepada Garuda tapi melihat banyaknya antusias cewek-cewek disana membuat Dahlia pesimis bisa menjalankan misinya. Setelah menajamkan penglihatannya ternyata ada sosok Hanif tergabung di pertandingan voli itu jadi Dahlia memiliki ide yang cukup cemerlang untuk melancarkan aksinya.

Begitu Hanif mendekat kearahnya, Dahlia melambaikan tangan membuat Hanif keheranan sendiri tapi datang juga. Biasanya Dahlia ogah menonton dirinya main voli tapi sekarang? Apa cewek itu kerasukan sesuatu?

"Tumben lo lihat gue main voli, mau lihat kehebatan gue di lapangan ya?" tebak Hanif ke-geeran.

Dahlia ingin mengatakan 'tidak' tapi urung karena ada misi khusus untuk Garuda yang harus dijalankan tanpa kata gagal kali ini.

Dahlia berdeham memberikan satu minuman botol yang langsung Hanif minum saat itu juga.

"Ke sambet apa lo?" tanya Hanif curiga tapi tersenyum tipis.

"Gue salah ya berbuat baik sama lo, kan lo itu sahabat gue," jawab Dahlia sok terkejut.

"Gue semakin curiga." Hanif kembali geleng-geleng kepala. "Gak usah sok baik biasanya lo juga ngeselin."

"Emang kelihatan?" tanya Dahlia kesal padahal mau berbuat baik walau ada tujuan, sedikit gak banyak kok.

"Iyalah," balas Hanif tahu perangai Dahlia.

Dahlia nyengir dan membuat dugaan Hanif semakin kuat saja. "Boleh nitip gak?" Ia mengeluarkan satu botol minuman lagi dari belakang tubuhnya.

"Nitip apaan? ogah gue jadi perantara kebucinan lo sama si Garuda, dahlah gue mau ke sana." Hanif beranjak namun lengannya ditahan Dahlia agar tidak pergi dulu.

"Ih jangan pergi dulu, tolong kasih minuman ini ya, bilang aja dari lo gak usah bilang dari gue. Ya ya ya, please!" mohon Dahlia benar-benar berharap soalnya Hanif salah satu jalannya saat ini. Kalau ke yang lain ia tidak yakin akan meraih hasil.

"Lo abis nonton drama apalagi sih hingga otak lo jadi kebawa sok manis?" tanya Hanif menerima akhirnya mau menerima botol minuman.

"Gue udah manis dari lahir, cepetan sana! inget ngakunya minuman itu dari lo," peringat Dahlia mendorong pelan bahu Hanif agar segera pergi sesuai apa yang di ucapkan.

Hanif mengacungkan jempolnya ke arah Dahlia hingga Dahlia kegirangan bukan main tapi wajahnya harus tetap terlihat stay cool nanti dikira gila oleh murid-murid sekolah, bisa malu dan mau disimpan dimana reputasi seorang Dahlia Naimara. Dari kejauhan terlihat Hanif memberikan botol minuman pada Garuda yang langsung diterima tanpa pikir panjang.

"Yes!" pekik Dahlia dalam hati, usaha pertamanya berhasil dijalankan. Selanjutnya ... apalagi ya?

***

Di hari Minggu yang cerah tapi hati Dahlia sedikit suram karena hari ini tantenya banyak sekali memberikan tugas mulai dari memasak, mencuci, sampai menyetrika. Ia heran baju tantenya kenapa jadi banyak terpakai dalam seminggu? padahal tantenya tidak pergi kemana-mana dan kalaupun kemana-mana masa bajunya sampai menumpuk seperti gunung Krakatau seperti ini?

"Sudah beres belum? Tante mau ikut arisan dulu. Inget ya harus bersih, wangi dan rapih pas Tante pulang nanti!" peringat Resa sambil melihat apa yang Dahlia lakukan pada baju-baju kesayangannya.

"Iya Tante," jawab Dahlia melirik sejenak pada sang Tante lalu kembali melanjutkan pekerjaannya.

Resa tersenyum penuh arti setelah melihat Dahlia yang tengah bergelut dengan pakaian-pakaian kotornya eh ralat pakaian tetangganya yang ikut dicuci lagipula Dahlia bisa dimanfaatkan bukan untuk sekarang. Lumayanlah uang bulanannya bertambah lima puluh persen.

Setelah tiga jam berlalu, akhirnya kegiatan mencuci pun selesai dikerjakan kemudian Dahlia mandi lalu kembali ke kamar. Tidak banyak kegiatan yang Dahlia lakukan selain belajar atau mengerjakan tugas dari sang Tante.

Suara klakson motor terus berbunyi dan Dahlia tentu hapal siapa pemiliknya. Benar saja setelah ia menghampiri Hanif yang datang sambil menampilkan senyumannya dan Dahlia artikan senyuman itu ada maksud yang terselubung yang akan membuat Dahlia tidak setuju.

"Ini hari Minggu, lo lupa?" tanya Dahlia heran kepada Hanif yang sudah stay di motornya untuk menjemput Dahlia.

"Jalan kuy!" ajak Hanif santai sepertinya ia sedang banyak uang.

"Males, gue banyak kerjaan," kilah Dahlia sangat tidak semangat jika harus jalan-jalan di hari Minggu yang membosankan ini.

"Gue bantu tapi lo harus ikut?" Hanif menawarkan sebuah bantuan tapi terkesan pamrih.

"Jalan kemana dulu? nanti kalau Tante gue marah, emang lo mau tanggung jawab?" Dahlia tak habis pikir kenapa Hanif ingin sekali mengajaknya jalan-jalan apalagi di hari Minggu biasanya hari biasa Senin atau Jumat.

Hanif mengangguk mantap semakin membuat Dahlia bingung mencari alasan apalagi agar Hanif membatalkan.

'Tapi gue lagi gak enak badan," ujar Dahlia mengusap keningnya.

Hanif menempelkan telapak tangannya ke dahi Dahlia. "Suhunya normal," kata Hanif memandang Dahlia menunggu alasan apalagi yang akan dikeluarkan.

"Iya-iya gue siap-siap dulu." Dahlia akhirnya menyetujui saja daripada terus memikirkan alasan untuk menolak ajakan Hanif tapi tidak bisa dipraktekkan karena kebetulan Hanif agak jago mengacaukan rencana Dahlia.

"Gitu kek dari tadi," balas Hanif senang sambil menunggu di teras rumah.

Sembari menunggu Dahlia yang bersiap-siap Hanif membalas pesan dari seseorang lalu berhenti saat Dahlia sudah keluar.

"Cantik," puji Hanif setelah melihat Dahlia keluar.

"Apa lo bilang gue cantik? iya dong gue kan–"

"Siapa yang bilang telinga lo kali yang salah dengar gue cuma bilang burik," sanggah Hanif tadi cuma refleks saja dan enggan mengulang kalau reaksi Dahlia seperti sekarang.

"Gue gak burik ya kalau gitu gue ogah pergi!" ucapnya ngambek.

"Eh jangan Lia ini bakalan seru kok masa gak jadi lagian lo udah dandan cantik masa gak jadi berangkat," bujuk Hanif mau tidak mau mengulang kembali perkataan yang menimbulkan kesalahpahaman jika diucapkan.

"Lo bilang gue cantik?"

Hanif mengangguk ragu. "Bahkan lebih cantik daripada tetangga gue,"

"Kok lo malah bandingin gue sama tetangga lo yang janda itu sih ya jelas beda lah," sewot Dahlia tidak terima.

"Iya beda bahkan–"

"Jadi apa nggak nih?" tanya Dahlia berubah bete.

"Iya Lia ayo silahkan naik tuan putri keretanya sudah siap!" kata Hanif memperagakan ucapan ala-ala pangeran.

"Kereta dari Hongkong," cibir Dahlia.

"Udah?" tanya Hanif setelah Dahlia naik ke motornya.

Dahlia menepuk pundak Hanif. "Iya."

Motor pun akhirnya melaju ke tempat tujuan tanpa berdebat lagi.

****

Segini dulu ya?

Vote dan komentar dong biar aku semangat!

See you next chapter 👋

Kertas Cinta [OPEN PRE-ORDER]Where stories live. Discover now