Ini tentang Seano Pradikta Ratmaja sosok cowok yang hidup dalam lengkuhan dan jeratan tak kasat mata yang membelenggu dirinya.
Laksana samudera yang berisi jutaan misteri, sosok Sean sendiri memiliki rangkaian cerita yang tersembunyi. Yang hanya ak...
Gue harap sih ada ya dan lope gede buat yang nungguin.
Happy reading Guys!
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
~Tak ada satu pun makhluk di dunia ini yang tak menginginkan kebebasan, karena kebebasan adalah kunci menuju pada kemakmuran yang utuh.~
(Oceanside)
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sean membuka gorden jendela kamarnya yang tertutup sejak pagi. Tatapannya tidak sengaja jatuh pada tetangga barunya yang kebetulan juga tengah menatap ke arah kamarnya. Dengan senyum mengembang cewek itu mengangkat tangannya melambai pada Sean, sedangkan Sean hanya meliriknya sekilas lalu pergi untuk mandi.
Setelah mandi Sean melihat cewek itu masih berada di balkon, Sean duduk di kursi meja belajarnya dan menatap cewek itu yang berada di sebrang kamarnya. Entah apa yang dilakukan tetangga barunya, tapi kelihatannya dia hanya menyender di pinggir jendela sambil menatap kamar Sean.
Sean jadi merinding sendiri, dia membayangkan kalau ternyata tetangganya itu seorang psikopat atau stalker, seperti yang dia lihat dibeberapa film atau drama korea. Sean juga agak risih kamarnya ditatap seperti itu, bagaimana kalau benar, dan cewek itu melihat Sean ganti baju atau selebihnya? Memikirkan hal itu membuat Sean bergidik ngeri.
Sean keluar ke balkon, menarik napas dan melontarkan pertanyaan pada cewek itu. "Lo liat apa sih?" tanya Sean heran campur kesal.
"Pangeran." jawab cewek itu sambil tersenyum-senyum.
"Hah?" Sean mengernyit bingung.
"Udah gila nih cewek." Sean bergidik ngeri sambil berjalan masuk ke kamarnya. Bisa-bisanya dia mendapati tetangga baru seperti itu.
"Sean, makan siang dulu!" Teriak Livia dari luar kamar Sean. Hari Minggu membuat Sean semakin enggan untuk keluar kamar. Dia akan sibuk di kamarnya, dan hanya akan keluar saat Livia memanggilnya. Terlalu banyak hal yang harus Sean kerjakan, deadline menulis, mengurusi beberapa tawaran dari pihak penerbit maupun perfilman, meeting dengan mas Aan sebagai manajer yang mengurus pekerjaannya secara diam-diam, dan masih banyak lagi.