4 - Nasib Malang, Aldi

4.5K 804 21
                                    

H A P P Y  R E A D I N G



















"Detik ini, aku merasa tidak sendirian dalam berjuang."


Aku berjalan memasuki kelas, untuk pertama kalinya mataku tertuju pada meja Aldi. Kosong. Di sana hanya ada Pamdu, kulirik jam tanganku. Sebentar lagi bel pelajaran akan berbunyi.

Ke mana dia? Seharusnya aku senang karena dia tak hadir, setidaknya hari ini aku bisa bernapas lega tak perlu banyak mengeluarkan tenaga untuk marah.

Namun, seisi kelas terlihat murung dan tak banyak bicara hanya sebagian saja. Kulihat Vivi duduk, menyilangkan tangan di atas meja dengan wajah ditekuk. Lalu kualihkan lagi pandanganku pada Ava, gadis berambut kuning itu terlihat tak bersemangat.

Kulihat Pandu, cowok itu juga tak bersemangat. Kenapa sih? Apa karena Aldi tak masuk hanya karena pingsan kemarin? Anak kampung itu memang pintar mencari perhatian.

"Kok kayak sedih gini?" tanyaku pada Vivi.

"Aldi masuk rumah sakit," jawab Vivi lemas.

"Sakit apa?" tanyaku cukup penasaran, pasalnya kemarin ia memang lumayan pucat.

"Kata Pandu, dia kena mag," jawab Vivi seadanya, lalu menenggelamkan wajahnya di atas meja. Pandu memang tau, karena cowok itu satu kampung dengan Aldi. Kemungkinan besar orang tuanya juga menitip surat untuk sekolah.

Aku hanya ber-oh-ria dalam hati, toh cuma sakit mag. Coba saja dia ada di posisiku yang sekarang di ambang kematian. Berjuang melawan kanker mengerikan ini.

Sudahlah, untuk apa aku memikirkan cowok itu. Aku pun mengeluarkan buku paket Fisika dari tas dan alat tulisku. Hari ini, aku bebas tanpa ada saingan.

Tak lama kemudian bel pelajaran pertama berbunyi, langkah bu Hanum terdengar menggema saat memasuki kelas. Lipstik merah tebalnya menambah kesan seram, apalagi ia mengajar Fisika. Makin horor, tapi tidak bagi seorang bintang kelas.

"Pagi semuanya!" sapa bu Hanum disertai senyum khasnya yang terlihat menyeramkan.

"Pagi, bu."

Bu Hanum mengeluarkan spidol dari tas brandednya, lalu menuju papan tulis. Ia mulai menulis sesuatu di papan yang membuat kami merasa penasaran.

Hari ini ujian mendadak! Materinya yang pernah ibu jelaskan!

Sontak semuanya mengembuskan napas berat, bu Hanum selalu begitu. Suka memberi kejutan yang membuat otak harus bekerja keras sepagi ini.

Aku santai saja. Setiap malam aku akan belajar, mengulangi semua penjelasan yang pernah di katakan ibu guru atau bapak guru. Jadi, ujian mendadak bukanlah hal mengejutkan bagiku.

****

"Gila, bu Hanum ngasih soalnya yang gak sesuai dengan contoh," protes Vivi sepanjang koridor.

Pasalnya, gadis itu tak terima dengan soal ujian tadi, karena katanya beda jauh dengan contoh soal yang diajarkan oleh bu Hanum minggu lalu.

Aku hanya tersenyum kecut, tak berani berbicara dengan keadaan Vivi sekarang. Kulihat wajahnya merah padam karena emosi, bu Hanum cukup berbahaya juga.

"Coba aja, ada Aldi. Pasti udah dikasih contekan sama dia," celoteh Vivi, membuatku mengerinyitkan dahi.

"Kenapa harus Aldi? Kan ada aku?"

"Kamunya gak ngasih," ujar Vivi sedih.

"Kamunya gak minta," ucapku lagi, mencoba membela diri.

"Kamunya sih, gak peka sama kode dari aku," ketus Vivi mencak-mencak sembari mengacak rambutnya frustasi.

Jemput Aku, Tuhan [OPEN PO]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora