13 - Semakin Benci!

3.2K 588 72
                                    

H A P P Y  R E A D I N G














Pagi ini, aku sudah bersiap-siap untuk ke rumah sakit. Sudah kuputuskan sejak semalam, hari libur ini akan kuhabiskan di rumah sakit selama dua minggu. Aku ingin lekas sembuh dari penyakit ini.

"Tante, bisa temenin Nisa ke rumah sakit gak?"

"Aduh, Nisa tante sibuk banget. Pagi ini tante ada acara sama teman-teman. Maaf ya, tante gak bisa."

Kuembuskan napas berat, kulihat punggung tante Melia semakin menjauh. Ia memasuki mobil dan berangkat sendirian. Padahal, ia bisa meluangkan waktu sedikit hanya untuk mengantarku. Aku pikir dia akan perhatian padaku, setelah apa yang menimpaku saat ini.

Kualihkan pandanganku pada paman Haris, aku jadi tak tega meminta bantuannya. Dia sangat sibuk dengan setumpuk berkas. Aku tau, sekarang paman Haris yang bekerja di tempat ayah.

Baiklah, aku tidak boleh cengeng dan manja. Kuambil ponsel dari tas, lalu kupesan taxi online langganan ibu.

"Rumah sakit Bayangkara, pak," ucapku saat masuk ke mobil.

Sepanjang jalan, aku hanya mengedarkan pandangan ke setiap bahu jalanan di mana tempat-tempat anak terbuang mencari uang.

Seketika rasa takut menelusup jauh ke dalam hatiku. Rasa takut yang berlebihan akan terjadi sesuatu, bagaimana jika suatu hari aku akan seperti anak-anak malang itu?

Tidak, kualihkan pandangan ke depan. Aku tidak mungkin seperti mereka, harta peninggalan ayah dan ibu cukup menjamin hidupku sampai lulus SMA.

"Neng, kita udah sampai."

"Oh, iya. Makasih, Pak."

Aku pun bergegas turun dari mobil dan langsung berjalan memasuki rumah sakit. Pagi ini, aku agak terlambat untuk kemoterapi, Dokter Arnold pasti dia sedang menungguku.

Kulangkahkan kakiku dengan cepat menuju ruangan Dokter Arnold. Setelah tepat di depan pintu aku mengantuk beberapa kali, Dokter Arnold pun mempersilahkan aku masuk.

"Loh, Aldi!" Aku sedikit kaget, dengan kehadiran Aldi.

Aku tau, dia mengidap penyakit yang sama denganku. Namun, yang aku kagetkan kenapa harus Dokter yang sama?

"Kalian saling kenal rupanya, berarti saya gak perlu repot ngenalin kalian berdua," ucap Dokter Arnold terkekeh.

Berarti, pasien yang diceritakan oleh Dokter Arnold beberapa minggu lalu adalah Aldi. Dunia benar-benar sempit ya, di mana-mana aku selalu dipertemukan dengan Aldi.

Aldi mengulas senyum tipis untukku, walaupun sangat tipis tapi itu terlihat menarik dan entah kenapa aku membencinya. Kenapa bisa, dia memilik senyum semenarik itu.

"Duduk dulu, Nisa. Jangan berdiri, nanti cape," tegur Dokter Arnold menahan senyumnya.

Lihat saja, pasti sekarang Aldi akan mengambil perhatian Dokter Arnold lagi. Dan aku? Aku akan di nomor duakan oleh Dokter Arnold. Dia memang pintar mengambil perhatian orang.

"Dokter, Nisa pengen dirawat di sini aja selama libur berlangsung," ucapku memalas.

"Itu bagus, Nis. Biar kamu cepat sembuh," ucap Aldi, mengacungkan dua jempolnya.

"Gak usah sok kuat, aku tau kita sama," ucapku menatap Aldi datar.

Sontak saja senyum Aldi perlahan memudar. Ia menunduk, enggan untuk melihatku. Memangnya aku sebodoh itu untuk tidak tau.

Jemput Aku, Tuhan [OPEN PO]Where stories live. Discover now