20 - Bulan dan Matahari

2.9K 552 64
                                    

H A P P Y  R E A D I N G













"Aku ibarat BULAN, dan kau ibarat MATAHARI. Aku butuh dirimu, untuk memancarkan cahaya terangku."






















Tak terasa, liburan sudah berakhir.

Aktivitas belajar dan sekolah kembali aktif seperti biasa. Aku dan Aldi sekarang berangkat bersama ke sekolah, walaupun harus lebih awal.

Selesai sholat subuh, aku dan Aldi sudah bergegas untuk ke sekolah. Dari desa kami akan menaiki sepeda, lalu setelah di jalan besar kami akan naik taxi sampai ke sekolah.

Tepat pukul tujuh pagi lewat satu menit, aku dan Aldi sampai. Empat belas menit lagi mapel akan segera di mulai.

Aku bergegas berjalan menyusuri koridor beriringan dengan Aldi. Beberapa pasang mata melihatku agak heran. Aku tidak peduli dengan itu, toh itu sudah hal biasa.

"Nisa!" Seisi kelas menyambutku dengan hangat. Mereka rindu?

Aku tersenyum hangat pada mereka semua, kupikir mereka tidak merindukanku. Seperti aku merindukan mereka semua, tapi ... ada satu sosok yang tidak kutemui pagi ini.

"Vivi, belum datang?" tanyaku, agak cemas akan ucapannya sewaktu itu.

"Vivi udah pindah sekolah ke Bali, Nis," jawab Ava sedih.

Kuembuskan napas berat, ternyata Vivi tidak bohong. Dia benar-benar pergi dari sekolah ini. Bahkan, aku tidak tau kapan bisa bertemu dengannya secara langsung.

"Pagi Aldi!" sapa Pandu, sembari memeluk sahabat sebangkunya itu.

"Pagi juga, kalian semua. Sudah siap ujian semester?" tanya Aldi terkekeh, dan dibalas anggukan mantap dari teman-teman.

Ya, tepat sekali. Liburan dua minggu itu adalah waktu untuk mempersiapkan diri menghadapi ujian semester, sekaligus mengulang materi pembelajaran di rumah.

Selang beberapa menit kemudian, bel pelajaran sudah berbunyi. Kami semua serentak duduk di bangku masing-masing, menunggu pengawas yang akan ke kelas.

Pak Bagas, guru Kimia. Beliau masuk ke kelas sembari membawa kertas ujian. Aku senang karena pengawasnya pak Bagas. Dia orang yang ramah dan lucu, tidak pernah kehabisan stok bicara pokoknya.

"Pagi semua!" sapa pak Bagas bersemangat.

"Pagi!" balas seisi kelas kompak.

Pak Bagas langsung mengacungkan dua jempolnya, serta senyum khas yang menampakkan deretan gigi rapinya.

"Liburnya bagimana?" tanya pak Bagas sembari membuka kertas ujian itu, untuk dibagikan.

"Asyik, Pak. Tapi lebih asyik sekolah," jawab Faiz antusias.

Pak Bagas langsung mengangkat wajahnya, menatap Faiz di pojok paling belakang. "Kamu kalau bohong suka keliatan, ya. Mana ada murid liburan rindu sekolah. Yang ada bahagia kalau gak sekolah, iya kan?"

"Iya juga sih, pak," ujar Faiz menggaruk kepalanya yang tiba-tiba gatal.

Sontak saja seisi kelas tertawa. Padahal bagiku itu tidak terlalu lucu, Pak Bagas terkesan garing pagi ini.

"Nisa, ambil ini. Bagikan pada fakir jomblo," ucap pak Bagas asal. Membuat seisi kelas kembali tertawa geli.

Aku maju, ditemani dengan Kenan, si ketua kelas sebelas. Lalu membagikan masing-masing soal dan lembar mengisi jawaban.

Jemput Aku, Tuhan [OPEN PO]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora