27 - Bintang Terang

2.3K 448 71
                                    

H A P P Y R E A D I N G





































Tampaknya malam ini cuaca sangat bersahabat dengan kehadiran aku dan Aldi. Langit tampak bersih dari awan-awan, hanya ada taburan bintang yang indah. Serta cahaya rembulan yang begitu terang. Jangan lupakan, di rumah pohon ini banyak lampu tumblr yang berwarna-warni.

Aku tidak pernah menyangka, seindah ini rumah pohon di saat malam. Udara sejuk dan deburan ombak menambah kesan damai. Aku dan Aldi duduk, sembari membiarkan kaki menggantung. Di bawah sana terlihat air laut seperti berkilau terkena paparan sinar bulan.

"Indah, banget. Tuhan baik banget, sempurna menciptakan keindahan bumi," ucapku kagum.

"Aku boleh tanya?" Aldi menatapku dalam, kedua sudut bibirnya sedikit terangkat. Hingga senyum magnet itu terlihat tak jelas.

Aku hanya mengangguk menyetujuinya.

"Apa yang akan kamu lakukan, jika ada seseorang yang akan mengungkapkan perasaanya sama kamu?"

"Ha? Maksudnya gimana, kok jadi nanya yang kayak gitu. Fokus sekolah dulu," ucapku menoyor jidatnya sembari terkekeh.

Aldi langsung cemberut, mengusap jidatnya dengan sedikit kasar. Beberapa detik kemudian ia membalas menoyor jidatku. Membuat kepalaku hampir terantuk di dinding.

"Aldi! Jahat banget, padahal aku noyornya gak kasar banget. Dasar!" ketusku sembari memukul tangannya kesal.

"Habisnya, aku ngomongnya ke mana, kamu ngomongnya ke mana juga," balasnya mengacak rambutku hingga berantakan.

"Aldi! Ih, berantakan nih," rengekku, memanyunkan bibir.

Ia malah tertawa lebar sampai matanya tertutup. Aku ikut tertawa, merasakan kebahagiaan malam ini. Setidaknya Aldi bisa melupakan rasa sakitnya itu untuk saat ini.

Suasana kembali hening.

Aku dan Aldi asing-masing fokus langit. Sesekali mengarahkan telunjuk pada bintang. Hingga saat itu bintang jatuh langsung membuat mataku berbinar.

"Ayo, buat permohonan!" ucapku antusias.

"Untuk apa? Kita kan punya Allah, gak perlu bikin permohonan sama bintang," tolaknya.

Sontak saja aku merunggut kesal. Dia tidak asyik, padahal kan tidak ada salahnya membuat permohonan. Aldi terlalu serius menanggapi setiap perilaku.

"Marah?" Aldi menelengkan kepalanya ke depanku. Namun segera kupalingkan wajahku ke sisi lain. "Ya udah, ayo buat permohonan."

"Telat," ketusku.

Seketika Aldi langsung mencubit pipiku gemas, menariknya seperti karet yang elastis membuatku merasa kesakitan bukan main. "ALDI!" Tanpa banyak kata lagi kubalas perbuatannya dengan memukul-mukul tangannya agar menyingkir dari pipiku. "Itu sakit, Aldi. Lepasin!"

"Habisnya, kalau marah gemes banget. Kaya roti bakpau, makin lama makin gembul," ucapnya sembari menahan tawa.

Mataku langsung melotot mendengar itu. Dia mengatakan aku gembul? Tidak bisa dibiarkan. Itu hal yang paling aku tidak sukai. Ya, memang semenjak Dokter Arnold mengatakan aku akan sembuh dari sakit ini. Aku mulai memakan apa yang kumau selama ini, tapi tetap menjaga kesehatanku dan masih rutin meminum obat yang diberikan Dokter Arnold.

Di sisi lain, Aldi sudah tidak kuat menahan tawanya melihat ekspresi marahku. Menurutnya itu lucu, dan dialah orang pertama yang mengatakan aku lucu saat marah.

Jemput Aku, Tuhan [OPEN PO]Where stories live. Discover now