9 - Liburan berujung Tangis

3.2K 604 19
                                    

H A P P Y  R E A D I N G
























26 September 2018

Pagi ini, aku sudah mempersiapkan koper kecil berwarna pink untuk menaruh pakaian dan beberapa obat yang aku butuhkan. Kemarin, aku sudah kemoterapi dan Dokter Arnold memberiku beberapa obat jika sewaktu-waktu aku kambuh.

Oke, hari ini aku harus meluangkan waktu liburanku sebaik mungkin. Dalam waktu dua minggu, aku tidak akan melihat Aldi. Otomatis hari-hariku akan tenang tanpa ada emosi.

Kuraih koper kecilku keluar, di ruang tamu ibu duduk sembari menelpon seseorang. Kemungkinan itu adalah paman Haris, kakak ibuku yang ada di desa.

"Nisa, sini!" panggil ibu.

Lalu aku duduk di sampingnya.

"Mama sudah siapkan taxi di luar, nanti pas sampe di desa ini alamat rumah nenek kamu. Ingat, paman Haris akan menjemputmu." Ibu memberiku secarik kertas yang bertuliskan alamat rumah nenek, sekaligus nomor paman Haris.

"Kalau kamu ngerasa gak enak badan, ajak paman Harismu ke puskesmas terdekat. Biar penyakit kamu tidak kambuh," ucap ibu sembari memelukku beberapa saat.

"Iya, ma. Nisa berangkat ya." Kuraih tangan beliau, lalu kucium punggung tangannya.

Aku pun bergegas keluar di antar ibu, hanya ada satu koper kecil dimasukkan ke dalam bagasi. Setelah itu aku masuk ke mobil, sebelum mobil benar-benar menjauh kulambaikan tangan pada ibu.

"Hubungi mama, jika sudah sampai!" teriaknya.

Aku hanya tersenyum simpul, lalu rumahku sudah tak terlihat lagi. Mobil melaju membelah jalanan yang sangat padat, mungkin mereka juga ingin liburan. Terutama anak SMA.

****

Samar-samar kudengar suara bising di sekitar, mataku rasanya berat sekali untuk terbuka. Sepertinya aku tertidur saat di perjalanan tadi.

"Pak, kita udah di mana?"

"Hampir sampe, neng. Kita udah masuk perdesaan," kata supir itu.

Pantas saja, kurasa tubuhku terpental-pental karena jalanan yang tidak mulus lagi. Kubuka mataku, melihat sekelilingku. Indah.

Hamparan sawah begitu menghijau, kicauan burung sangat indah. Dedaunan kelapa terlihat melambai-lambai seolah menyambut kedatangan seorang tamu baru.

Aku bisa merasakannya, udara sejuk, bersih, tidak ada polusi udara atau kendaraan. Desa nenek sangat alami, itulah mengapa aku menyukainya.

"Neng, sampe sini aja. Soalnya mobil udah gak bisa masuk lagi."

Tiba-tiba mobil terhenti, aku pun langsung turun membawa koperku. Aku tak perlu membayarnya lagi karena ibu sudah menyewa taxi itu tadi.

"Terima kasih, pak," ucapku, sebelum bapak itu berbalik kembali ke kota.

Kuletakkan koperku di samping, tepat di belakang ada gubuk atau semacam rumah kecil. Mungkin dikhususkan untuk berteduh bagi orang yang baru datang. Kuputuskan untuk beristirahat di sana, sembari menunggi paman Haris.

"Oh iya, aku belum menghubungi paman Haris."

Kubuka koperku untuk mengambil handbag, tempatku menaruh secarik kertas tadi bersama ponsel dan powerbang. Seingatku, aku memang menyimpan benda itu di dalam koper.

Jemput Aku, Tuhan [OPEN PO]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum