6 - Pergi!

3.8K 704 34
                                    

H A P P Y  R E A D I N G

























"Kenapa, harus AYAH?"


Hari jumat yang membosankan. Tiba-tiba ketua kelas datang membawa kabar, bahwa guru sedang rapat masal mengenai libur minggu depan. Aku paling tak suka jika ada jam kosong.

Kuambil sebuah buku kecil yang bersampul biru muda itu. Buku itu, buku diary yang selalu menjadi tempat curhat setiap saat.

"Boleh duduk?"

Reflek aku memasukkan buku itu agar tak dilihat oleh Aldi. "Kamu bisa gak sih, gak usah ganggu aku sehari?"

"Ingat, ini taman sekolah. Siapa aja boleh duduk," ucapnya disertai cengiran yang membuatku bergidik.

Dengan terpaksa kubiarkan dia duduk dan sibuk dengan bukunya, dan aku juga memilih untuk menyibukkan dari pada harus bertukar obrolan dengannya.

"Udaranya sejuk, Tuhan emang baik."

Kulihat Aldi dengan ekor mataku, dia tengah memejamkan mata sembari menghirup udara. Di taman ini memang udaranya cukup bagus.

"Besok atau lusa, biarkan aku menghirup udara segar ini." Aku berdecak kesal, sepertinya cowok ini memang kebanyakan nonton drama. "Gak mau coba?" tanyanya, tiba-tiba menoleh padaku yang sibuk dengan buku.

Aku menggeleng cepat, tidak ingin terlibat banyak dengannya.

"Mau dengar kisah gak, seorang cowok yang berjuang melawan kanker?"

Apa-apaan ini. Dia menyindirku atau bagaimana? Kulihat dia dengan tatapan tajam, kuambil buku dan tasku lalu beranjak. Ada satu yang ketinggalan.

"Aku gak mau dengar dan gak mau tau, kalau kamu ada masalah jangan nyindir orang."

Setelah mengucapkan itu barulah aku melangkahkan kaki menjauh darinya. Rasanya setiap hari dia selalu saja muncul di hadapanku, benar-benar membuat darahku naik saja.

Setelah cukup jauh darinya, aku berhenti di bawah pohon rindang di samping kelas sepuluh. Aku duduk sembari menyenderkan punggung di pohon tua besar itu. Kupejamkan mataku seperti yang dilakukan Aldi tadi.

"Hah. Udaranya sejuk banget!"

Aneh, ada sensasi menyenangkan tersendiri saat melakukan itu. Rasanya semua masalah hilang, otak yang semula stres menjadi normal.

"Begitulah angin, bisa membawa kesejukan bisa juga membawa kerusakan."

Ya Tuhan, bisa tidak, sehari saja. Jauhkan dia dari hadapanku.

"Sekolah ini luas, banyak tempat yang masih kosong. Kenapa kamu harus di sini? Kamu tau sendiri, aku itu benci liat kamu!"

"Padahal, aku cuma mau temenan sama kamu," ucapnya, terdengar sedih, ia menunduk lalu beranjak pergi.

Kenapa aku bisa sejahat itu, ya? Jujur jika dia tidak mengambil semua temanku, mengambil kedudukan sebagai bintang kelas. Maka saat itu juga aku tidak akan mungkin membencinya.

Kulihat punggungnya semakin menjauh, berjalan dengan kepala yang masih tertunduk. Kurasa cowok itu memang kebanyakan nonton drama.

****

Sudah hampir setengah jam aku menunggu ayah, tapi beliau tak kunjung datang. Aku juga tak bisa menghubunginya karena ponselku ketinggalan di rumah.

Kulihat sekelilingku, sekolah mulai sepi. Hanya tersisa beberapa orang anggota osis yang sedang mengerjakan tugasnya.

"Nungguin siapa?"

Jemput Aku, Tuhan [OPEN PO]Where stories live. Discover now