17 - Sosok Penguat

2.9K 555 99
                                    

H A P P Y  R E A D I N G















"Tante kamu kok bisa sejahat itu ya, padahal aku pikir dia orang yang baik," ucap Aldi tak kalah kagetnya.

Aku hanya bisa diam, setelah menceritakan semuanya.

"Kalau kamu gak keberatan, kita kembali ke desa. Kan paman Haris ada di sana, nanti kita cari tau kebenaran sertifikat itu." Aldi menatapku, meminta persetujuan.

"Iya," jawabku seadanya. Tubuhku rasanya lemas sekali. Bahkan untuk menjawab Aldi rasanya aku tidak kuat lagi.

"Kamu percaya, kan? Setelah hujan akan ada pelangi?" tanya Aldi.

Kedua alisku mengerut, berpikir sejenak dengan pertanyaan Aldi. Setelah hujan memang ada pelangi. Aku menggeleng, tak mengerti dengan pertanyaan Aldi.

"Hujan itu ibarat masalah yang datang bertubi-tubi, tapi Tuhan akan selalu adil. Di saat hujan berhenti, maka muncullah pelangi yang ibarat kebahagiaan."

Aldi, aku tidak tau lagi harus mengatakan dia apa. Manusia? Malaikat? Dia benar-benar makhluk Tuhan yang ajaib menurutku.

Sudut bibirku seperti ditarik begitu saja, hingga lengkungan senyum terbentuk sempurna. Hatiku terasa sedikit lega mendengar kata-kata itu.

"Nisa, pengen lihat pelangi."

Aldi terkekeh, lalu mengacak gemas puncak kepalaku. "Nanti Aldi buatin pelangi di rumah," ucapnya disertai senyuman khas miliknya, yang menarik ibarat magnet.

Senyuman yang paling aku benci, senyuman yang membuatku berpikir Aldi mengejekku. Namun, itu semua berubah saat aku tau yang sesungguhnya.

Senyuman itu yang aku butuhkan saat sedih, senyuman itu menunjukkan betapa kuatnya Aldi yang mencoba menutupi penyakitnya.

"Nisa, mau makan dulu, atau mau langsung ke desa?" tanya lagi.

"Nisa, pengen pulang ke desa aja, tapi bareng Aldi," ucapku menatapnya penuh harapan.

Aldi mengangguk mantap, lalu menarik tanganku untuk meninggalkan rumah. Di pinggir jalan, Aldi langsung menghentikan taxi. Dan setelah itu, kami berdua pun berangkat ke desa bersama.

Sepanjang jalan, aku hanya terfokus ke depan. Sesekali kulirik Aldi yang sedang membaca buku. Wajahnya begitu teduh, matanya terlihat damai. Seolah tak ada sakit di sana.

Aku selalu bertanya-tanya pada diri sendiri, sebenarnya Aldi ini terbuat dari apa? Dia sangat kuat, dan cerdas menutupi kekurangan.

Aku bahkan iri dengannya.

"Kenapa? Aku ganteng ya?" tanya Aldi tiba-tiba, saat tau aku memergokinya beberapa detik.

"Hah! Ganteng? Kok kamu kepedean banget ya," ujarku agak ngeri.

"Harus, karena Allah sudah memberikan kita rupa sebaik ini. Jadi selalu memuji diri sendiri itu tidak apa-apa, asal jangan berlebihan," ucapnya dengan kedua alis terangkat.

Ya Tuhan, semakin aku mengenal Aldi. Semakin aku tau, ternyata dia sosok yang kepedean dan menjengkelkan.

"Ternyata kamu yang asli begini," gumamku.

"Percaya gak, kalau dulu aku ini badboy?" tanyanya, menoleh padaku.

Aku membuang pandangan ke luar jendela, aku tidak suka melihat Aldi terlalu lama menatapku. Dia seperti mengejekku.

"Badboy? Nakal?" tanyaku kembali, tanpa menoleh padanya.

"Iya, dulu waktu kelas dua SMP aku ini nakal banget. Malahan guru-guru sampe pusing mau nyimpen aku di mana."

Jemput Aku, Tuhan [OPEN PO]जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें