15

3.3K 98 4
                                    

🍁

Callie secara tidak sadar merapikan beberapa bantal dan pakaian nya yang ada di gantungan dekat lemari.

Dia juga sempat beberapa kali mengganti pakaian nya agar terlihat baik dan menawan.

Apa, baik?
Pikiran Call memang sudah gila.
Ini hanya partner sex Call.
Suara dari dalam pikiran Callie memperingatkan.

Akhirnya kaos loose putih tipis dan hotpants chiffon navy jadi pilihan terbaik Callie.
Tidak terbuka tapi terkesan seksi.

"Wow, apa yang gw pikirin sih. Bukan sekarang kan. Gw panggil dia cuma buat ngomongin detailnya kan?" Callie mengetuk-ngetuk paha nya.

Meski tidak yakin apakah ini keputusan yang benar, Callie hanya ingin bahagia dengan caranya sendiri.

Tok.. tok..

Suara ketukan mengagetkan Callie.

"Ya..coming" sekali lagi Callie menatap wajahnya di kaca lalu berjalan kearah pintu.

Dibalik pintu itu Arthur, terlihat tampan dengan kaos hitam dan celana light blue ripped jeans nya.

Meski wajah dingin Arthur terlukis disana, tapi ada sedikit kecanggungan yang tersirat dari mata cowok tampan berhidung mancung itu.

"Masuk." Callie memperintahkan.

Arthur masuk tanpa menjawab.

"Mau minum?"

"Gak." Jawab Arthur dingin seperti biasa.

"Lo manggil gw kesini kenapa?" Tanya Arthur tanpa basa basi.

"Ngomongin detail"

"Oh. Ok, so?"

"Pertama-tama, apa alasan lo akhirnya setuju?"

"Apa seharusnya gw nolak aja?"

"Ya gak, madsud nya gw cuma pengen tau apa alasan lo."

"Harus?"

"Kenapa sih lo selalu jawab pertanyaan gw pake pertanyaan?"

"Kenapa sih lo selalu banyak tanya?"

"Art!" Callie mulai kesal, dan Callie tau bahwa ini akan berakhir dengan pertengkaran jika diteruskan.

Harusnya dia mengajak Arthur jadi partner perang bukan partner sex. Sial.

"Mungkin buat yakini diri kalo gw bukan homo." Jawab Arthur asal.

"Serius? Alasan lain?"

"Kata lo gak ada rugi nya buat gw, ya kenapa gak dicoba."

"Ok, dan satu pertanyaan terakhir. Lo beneran benci gw kan?"

"Lo terobsesi sama orang yang benci lo ya? Kenapa gak ajak cewek aja yang jadi partner sex lo, pasti gampang banget dapetin nya." Jawab Arthur dengan nada yang penuh dengan sarcasm.

"Cuman jawab pertanyaan gw susah ya?"

"Ya, benci. Plain, nothing. Puas?" Arthur mengendus.

"Ok, good. Kita mulai bahas detail, ok?"

"Ya." Jawab Arthur malas.

Apakah ini keputusan yang benar? Apakah mungkin menjalani hubungan atau entah apapun ini namanya tanpa membangkitkan percikan cinta? Hanya Tuhan yang tau.

-TH-

LUSTWhere stories live. Discover now