79

2.1K 80 5
                                    

🍁

"Madsud lo? Lo mau gugurin?!" Arthur terkejut dengan jawaban Callie yang terkesan santai untuk hal yang sangat penting itu.

"Gw belom mikir, cuma kalo bener gw hamil gw pasti gak siap. Gak bakal pernah siap sih."

"Lo gak bakal siap hamil tapi tadi lo biarin gw buang didalem? Lo bener-bener gak masuk akal ya!" Ujar Arthur kesal.

"Ya.. Gw aja belum benar-benar mencintai diri gw sendiri, gimana cara gw cintai anak gw coba?"

Arthur bergerak; membuat Callie harus memindahkan kepala nya dari dada Arthur.

"Art. Kan belom tentu. Lagian Gw gak bakal hamil, tenang aja." Callie duduk menghadap Arthur.

"Kalo iya?" Arthur bersikeras ingin tau apa yang akan Callie lakukan jika hal itu benar-benar kejadian.

Dia tidak ingin Callie membuang janin itu jika memang nanti Callie mengandung benih nya.

"I don't even know, gw belom mikir."

"Enteng ya buat lo? Kalo lo emang bener-bener hamil. Gw bakal ambil anak itu." Ujar Arthur tanpa memandang Callie.

"Kok malah enteng? Bukan gitu madsud gw.. lagian kan lo mau pergi. Terus masa iya gw di Jakarta hamil tanpa suami gitu?"

Arthur menggosok leher belakang kesal.

Dia tidak ingin pergi, tapi harus.
Jika kesepakatan dia dan Callie berakhir.
Dia tidak bisa terus berada di sekitar gadis itu.

"Kita bahas itu nanti, kalo lo beneran hamil."

"Jadi lo gak bakal pergi? Lo bakal tunggu kepastian nya bulan depan?" Callie tidak bisa menepis rasa bahagia yang mengembang dihatinya.

"Gak. Gw tetep pergi. Lo bisa hubungin gw kalo lo bener hamil. Gw bakal balik ke Jakarta." Kata-kata Arthur membuat dada Callie kembali berdenyut perih.

"Kalo gw memang hamil. Gw gak bakal hubungin lo..." ucap Callie.

"What?! Why?!" Arthur menatap wajah Callie. Alis nya bertaut.

"Ya gak papa."

"No! Lo harus kasih tau gw. Gw gak sebajingan itu.. gw bakal tanggung jawab." Ujar Arthur.
Membuat Callie tersentuh.

Callie memaksakan tawanya.
"Kenapa ketawa?" Tanya Arthur bingung.

"Ya lucu aja liat lo, kan gw belom tentu hamil. Dan kemungkinan besar gak bakal hamil. Tapi kita bahasnya kayak gw udah hamil aja." Ujar Callie berusaha mencairkan kekesalan Arthur.

"Gw bilang kan kalo hamil." Arthur mengendus.

"Ya udah kalo mau kepastian, hamilin gw aja. No Kondom anymore, Gimana?" Callie menyarankan.

"Insane! Lo DID ya?"

"DID? Enak aja lo!" Callie memukul lengan Arthur pelan.

"Satu menit lalu ngajak bubar, semenit kemudian minta di hamilin." Ujar Arthur kembali ke mode acuh.

"Idem donk. Semenit lalu lo mau ninggalin gw selamanya, terus sekarang ngotot mau tanggung jawab." Ucap Callie tidak mau kalah.

"Kan lo yang mau udahin kesepakatan, semoga lo gak lupa."

"Oh.. jadi gara-gara itu lo mau pergi dari Jakarta? Iya? Bener ya?" Callie mencoba menggoda Arthur.

"Gak."

"Boong. Ngaku.. kan? Kan?" Goda Callie seraya mencolek-colek lengan Arthur.

"Bukan soal itu. Menurut gw agak aneh aja. Kita udah pernah nge'sex terus setelah semua berakhir, mungkin gitu ketemu kayak orang gak pernah kenal. Emang lo bisa?" Ucap Arthur jujur.

Membuat tawa dari bibir Callie sontak memudar.
Hati nya yang mulai tenang kembali bergejolak.

Apa mungkin bisa? Membayangkan sehari saja tanpa berhubungan dengan cowok itu Callie gak berani.

Walaupun hanya sekedar untuk bertengkar tentang hal-hal gak penting.

Walau hanya mendengar kata, "no, ya, gak, apa?" Dari mulut Arthur.
Itu jauh lebih baik daripada tidak berhubungan sama sekali sama cowok ini.

Apa lagi mereka harus sering bertemu tapi bersikap seperti orang asing setelah semua ini berakhir.
Hati Callie serasa hancur berkeping-keping.

-TH-

LUSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang