Eleven

112 23 8
                                    

Bahkan saat pagi menyapa kembali, sikap Haru masih tetap sama seperti hari kemarin

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Bahkan saat pagi menyapa kembali, sikap Haru masih tetap sama seperti hari kemarin. Suasana yang biasa hangat diatas meja, terpaksa sirna tatkala apa yang sekarang Yuane lihat adalah wajah Haru yang terlihat gondok saat lelaki itu berusaha menatapnya lewat ujung mata.

Berkali-kali Mama bertanya pada Haru, ada apa dengan lelaki itu, namun hasilnya masih sama, Haru hanya menjawab pertanyaan itu dengan gelengan kepala dan kembali melanjutkan aktivitasnya yang tertunda sampai bayangan lelaki itu menghilang dibalik belokan tangga.

Tak mampu menahan kesal, Yuane pada akhirnya memutuskan untuk menyusul Haru kelantai atas.

Mama hanya memandang kedua putra putrinya sekilas, wanita berkepala empat itu hanya menggelengkan kepala atas sikap labil keduanya.

Setelah sampai didepan kamar Haru, Yuane segera mengetuk pintu didepannya tanpa menunggu waktu lama bersama kilatan emosi yang memburu.

Lima belas detik menunggu tak ada jawaban. Rasanya Yuane ingin sekali berteriak kencang memaki Haru jika saja ia tak ingat tentang tatakrama dalam bertetangga.

Dua ketukan ia beri lagi, hingga sosok Haru berhasil Yuane dapati tengah memeluk boneka ilama usang.

Haru mengernyit tanpa kata, malas lebih tepatnya.

"Lo kenapa?" tanya Yuane berusaha tak tersulut emosi, sebisa mungkin ia menurunkan nadanya demi tak menyinggung hati Haru.

Haru menggeleng tanpa kata lagi, padahal sudah jelas ada yang berbeda dengan dirinya.

"Apa ada yang salah dari gue?" tanya Yuane lagi.

"Kalau ada yang salah tolong bilang, jangan kayak gini. Kita saudara bukan? Lo harus lebih terbuka sama gue Haru"

Menghela nafas berat, Haru mengangkat alis tanpa berekspresi, "setiap orang punya privasi masing-masing kak, gak semua hal dari gue perlu lo tahu. Lo itu cuma orang asing, gak lebih"

"Terus selama ini kita apa? temen? ayolah Haru jangan kekanakan kayak gini. Kita udah dewasa, tolong mengerti satu sama lain"

Haru mendengus kasar, dan menatap tajam sekali lagi kearah Yuane "Gak jelas lo!"

"Lo yang gak jelas Haru!" geram Yuane sembari menaikkan nada bicaranya satu oktaf.

"Lo kalau punya masalah tuh bilang, bukan malah nyuekin Mama sama gue gitu aja"

Haru mengerlingkan mata malas, segera lelaki itu menutup pintu kamar tanpa memedulikan lagi ocehan Yuane didepan kamar.

Melihat pintu yang ditutup secara sepihak oleh Haru membuat kuku ditangan Yuane memutih akibat tekanan yang ia buat sendiri untuk menetralisirkan sepercik amarah yang baru saja datang merenggut jiwanya.

Marahnya orang puber bagi Yuane adalah sesuatu yang menyebalkan, padahal ini bukanlah peristiwa pertama yang ia hadapi untuk meladeni orang yang baru saja menginjak usia remaja. Pun dirinya dulu juga mengalami masa seperti ini.

Tapi Yuane tak sepintar itu untuk memahami marahnya orang pendiam.

Mama sekalipun tak pernah tau seluk beluk rasa dan rahasia yang selama ini Haru pendam dalam-dalam. Haru terlalu tertutup sekalipun itu pada Mama. Beberapa kali Yuane bertanya perihal cerita asmara Haru pada Mama, tapi jawabannya tak pernah berubah. Haru masih kecil katanya, tidak ada yang boleh menjalin kasih dengan Haru sebelum lelaki itu menginjak usia delapan belas tahun.

Mungkin ada kalanya Haru merasa terkekang dengan aturan yang dibuat Mama, Yuane ikut merasakan apa yang Haru rasakan. Tapi ia tak bisa berbuat lebih.

Tangan Yuane mulai bergerak terangkat keatas, tanda bahwa ia akan segera mengulang gerakan yang tadi ia lakukan "Haru, buka gal?" ancam Yuane, kembali mengetuk-ngetuk pintu didepannya dengan gerakan cepat.

"Setidaknya kalau punya masalah diluar jangan dibawa kedalam dong!"

Tak berhenti sampai disini, Yuane masih tetap keukeuh untuk tetap mengetuk pintu itu bersama peluh yang luruh. Meski, tak kunjung mendapat tanggapan dari sipemilik kamar.

"Haru, lo ganteng banget beneran deh, bukain dong pintunya!" Yuane mencoba meyakinkan diri kembali, berusaha untuk membujuk Haru demi meluluhkan hati lelaki itu.

"Ketoprak baru dibelokkan depan enak banget sumpah-"

"Gue traktir kantin sekolah selama satu minggu mau gak?-"

"Pizza satu box gede deh, gimana?-"

"Haru, tangan gue pegel." Yuane berucap lirih, sebelum akhirnya gadis itu memutuskan untuk tak lagi mengoceh dan berakhir menyenderkan kepalanya dibalik pintu, masih dengan tangan yang bergerak maju mundur.

Jengah dengan ketukan pintu yang tak kunjung menemui usai, Haru berdiri demi menyudahi drama ini. Entah kali keberapa ia harus membuang nafas kasar.

Dengan gerakan cepat, Haru segera membuka knop pintu tanpa berpikir panjang, hingga menyebabkan tubuh Yuane limbung dan berakhir hampir menyentuh lantai jika saja ia tak menjaga keseimbangannya dengan baik.

Dada Yuane naik turun nyaris berpindah letak dari tempatnya, pergerakkan pintu secara tiba-tiba membuatnya sedikit dibuat kaget. Yuane memijit pelipisnya pelan, dan beralih menatap tajam netra Haru syarat akan kemarahan.

"Lo bikin ka-", belum sempat Yuane menyelesaikan kata yang akan terucap dari bibirnya, gadis itu dibuat tersentak kembali untuk yang kedua kalinya. Tangan Yuane secara spontan melayang diudara tatkala tubuh Haru memeluknya sepihak.

"Lo ga akan pernah tahu apa yang gue rasain, karena ini sesuatu yang gak normal Kak. Jadi izinin gue buat meluk lo lagi tapi bukan sebagai adik dan kakak."

"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Homescapes Where stories live. Discover now