Chapter 7

1.4K 277 35
                                    

Dua orang Penyihir Jujutsu muda berdiri dengan linglung di koridor hotel. Di tengah orang-orang yang jatuh tertidur.

Reina memegangi kepalanya yang terasa pening. Pikirannya berpacu.

Sialan

Sialsialsialsial.

Kenapa semua jadi seperti ini?!

"Aku tidak bisa menghubungi yang lain!" ucap Itadori disampingnya. "Ponsel sepertinya juga tidak bisa menjangkau keluar!"

Sekali lagi, Reina merutuk keras.

<Menurutmu aku harus menurut ke suara tadi?>

<Pribadi, aku mau kau aman.>

<Ha. Tentu—>

<Tetapi, aku tahu betapa pentingnya teman bagimu.>

Reina terdiam. Jari-jarinya terkepal.

Tentu saja Resi paham.

Toh, dia adalah sebagian jiwa Reina.

Dia tahu pasti si gadis tidak hanya akan berdiam diri menunggu bantuan. Ini temannya yang jadi taruhan!

<Aku mendukungmu Permata Kecil.>

<Terima kasih...>

<Tetapi ingat, ini hostage situation, kau tidak bisa asal lari tanpa rencana.>

Si gadis menggigit bibir. Tentu saja. Dia tahu itu. Satu langkah salah, dia tidak tahu apa yang akan terjadi pada teman-temannya.

"Itadori, aku akan ke ballroom."

"Eh?! Tapi—!"

"Aku akan melihat situasi dulu. Aku tidak akan menyerahkan diri begitu saja," terang Reina.

"Kita harus tau posisi makhluk ini dan posisi temanku. Kita tidak boleh gegabah."

"Kau benar..."

Mata keemasan Itadori berkilat.

"Kalau begitu, ayo!"

***

<Benar, energinya sekarang berkumpul di ruangan ini.>

<Bagus...>

Itadori dan Reina sudah berada di depan ballroom. Berjongkok di depan pintu besar dan mengintip ke dalam pintu yang sedikit terbuka. Alis Itadori menukik. Dia berbisik ke Reina.

"Orang itu... kutukannya."

Tampak wanita berdiri disana. Ditengah ruangan dengan meja dan kursi yang terlihat dilempar ke dinding. Membentuk ruang kosong luas. Dia memainkan sebuah biola dengan melodi familiar.

Matanya tertutup. Tampak sangat menghayati. Rambut ungu bergoyang selagi kepala wanita itu bergerak gemulai. Tidak menyadari mereka berdua sama sekali.

Reina menyisir ruangan itu dari sedikit celah yang bisa dia lihat. Sampai dia menyadari. Ada seseorang terkapar di belakang wanita itu.

Berkerudung putih.

Intan.

"Sialan," desis Reina.

Api amarah menyulut hatinya. Tetapi dia memaksa diri untuk merasionalkan pikirannya.

<Dia tidak akan mengapa-apakan Intan sekarang. Dia masih butuh sandera.>

Reina merasakan Resi berdehum di otaknya dengan bangga. Dia sudah paham situasi ini.

Local Shaman (A JJK Fanfiction)Where stories live. Discover now