Chapter 21

655 111 10
                                    

Kediaman Aoki jauh berbeda daripada apartemen kecil yang Junpei tinggali. Tempat itu besar dan lenggang. Memiliki banyak kamar kosong walaupun yang tinggal di sana hanya empat orang. Halamannya juga luas. Dari teras tempatnya duduk, Junpei bisa melihat taman penuh dengan tanaman obat-obatan yang ditanam Nyonya Aoki.

Maka dari itu, Junpei merasa seperti ikan yang terdampar di daratan.

Jangan salah, Keluarga Aoki sangat baik padanya. Mereka menawarkan tempat tinggal untuknya dan memastikan Junpei nyaman. Dia sangat menghargai itu.

Terlebih lagi setelah semua yang terjadi.

Namun, itu tidak menghapus fakta bahwa itu semua masih terasa tidak normal.

Hidup yang Junpei kenal—dunia yang Junpei kenal—terjungkir balikkan dalam waktu beberapa hari. Terlalu banyak hal yang terjadi. Sepertinya wajar jika anak itu butuh waktu untuk mencerna semuanya.

Junpei menarik napas. Udara di tempat itu terasa lebih segar. Mungkin karena jauh dari jalan dan kerumunan. Tempat seperti itu pasti bagus untuk paru-paru perokok seperti Ibunya—

Ah.

Tetapi Okaa-san sudah tidak di sini.

Okaa-san sudah

Junpei menunduk. Mengedipkan mata yang berair. Bibir digigit untuk menahan isakan yang hampir terselip. Tangan mengepal di atas pangkuan. Keduanya mencengkeram kuat selagi bahunya bergetar.

Dia masih sulit percaya Ibunya sudah tiada. Sulit percaya bahwa makan malam dengan Itadori waktu itu akan jadi makan malam terakhirnya. Sulit percaya bahwa dia tidak akan lagi mendengar lelucon konyol atau tawa terbahak wanita yang paling dia sayangi.

Kadang Junpei bangun di kamar baru, kebingungan. Sejenak dia lupa dimana dia berada. Dan masih bingung kenapa sang Ibu tidak membangunkannya.

Sebelum kenyataan membanjiri anak itu. Bagai pukulan telak di wajah.

Semua kejadian hari itu serasa seperti mimpi.

Mimpi paling buruk yang pernah dia alami.

Dan dia tidak bisa terbangun.

"Junpei-kun?"

Suara lembut membuat anak berambut hitam itu tersadar. Dia tengadah. Melihat Yuko berdiri tidak jauh dari kursi tempat dia duduk. Perempuan itu membawa nampan. Berisi piring dengan roti selai dan dua cangkir teh. Asap masih mengepul.

"Kau baik-baik saja?" tanya Yuko. Dia meletakkan nampan ke meja. Sebelum duduk di kursi yang kosong.

"Y-ya, aku baik," ujar Junpei. Menjaga agar suaranya tidak banyak terguncang. Dia melirik ke makanan yang Yuko bawa.

"Bukankah kita sudah sarapan?"

"Itu sarapan yang pertama, Junpei-kun," Yuko tersenyum lebar. "What about the second breakfast?"

Sebuah senyum turut muncul di bibir Junpei. Diikuti dengan kekehan kecil sembari sang anak mengelus tengkuknya.

"Kau juga menonton The Lord of the Ring?"

"Yeah! Aku ingat kau dan Reina-sama membicarakan itu," jawabnya. "Tapi aku baru sampai Fellowship, tolong jangan ada spoiler!"

Junpei tertawa lagi. Sementara Yuko terkikik. Dia meraih satu cangkir teh. Memutarnya. Mata abu-abu memperhatikan daun yang tidak tersaring bergerak melingkar.

"Jadi... kau suka tinggal di sini? Apa kau merasa nyaman?"

"Sangat, Yuko-san," jawab Junpei jujur. Dia menunduk lagi.

Local Shaman (A JJK Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang