Chapter 15

855 165 5
                                    

Reina bersyukur karena Yoshino memiliki sifat yang mungkin awam di kalangan anak remaja lainnya.

Tidak bisa menolak makanan gratis.

Jadi, mereka berdua berjalan menuju kafe. Reina di depan. Sementara Yoshino mengekor di belakangnya. Mungkin masih menyimpan ragu.

Denting lembut bel terdengar ketika pintu kafe di dorong terbuka. Bau kopi dan roti yang baru keluar dari oven langsung menggelitiki hidung.

Reina dan Yoshino duduk di kursi dekat jendela yang agak terletak di belakang. Untung saja kafe itu sepi. Hanya satu atau dua pengunjung menempati meja-meja bundar. Itupun kebanyakan di bagian depan kafe.

"Jadi...?" gumam Yoshino. Kepalanya menunduk. Jari-jari menggeliat di atas meja.

"Uh, apa ada yang bisa kubantu, Reina-san?"

Sirkuit otak Reina berhenti.

Sial, aku tidak berpikir sejauh ini.

"Uh, kau hanya terlihat sedikit—" Sang gadis berusaha mencari kata-kata yang tepat. "—Tidak bersemangat? Dan, uh, makanan manis bisa membuat orang lebih terhibur!"

Bibir Yoshino mengeluarkan kekehan kecil. Reina mendesah lega. Bersyukur karena jawaban asal itu diterima. Dia bersorak dalam hati melihat mood yang mulai naik.

Tidak lama, seorang pelayan datang membawakan buku menu. Reina memesan waffle. Sementara Yoshino menunjuk tiramisu yang ada di bagian paling belakang buku itu. Mereka juga memesan teh melati dan kopi.

"Seharusnya kau tidak perlu repot-repot," kata Yoshino lagi setelah sang pelayan pergi. Reina hanya mengibaskan tangan.

"Hei, tidak masalah. Apa saja untuk teman, kan?"

Kalimat itu membuat kepala anak laki-laki di depannya langsung terangkat. Netra hitam melebar.

"Teman?"

"Eh? Iya...?" Reina menggaruk kepala. Tidak sadar dia memanggil anak yang satunya begitu. Sang gadis menggigit bibir.

"Uhm, kalau kau mau, tentu saja."

"Ah? Aku—jujur, aku tidak punya banyak teman..."

Ada semburat merah di pipi Yoshino ketika mengucapkan kalimat itu. Dia melempar pandangannya ke luar jendela. "Tetapi, aku senang kalau kau mau jadi temanku."

Senyum Reina mengembang mendengar itu. Dia tertawa kecil. Sepertinya anak laki-laki berambut hitam ini memang agak pemalu.

Gadis itu memutuskan untuk langsung ke intinya.

"Jadi, mau cerita kenapa kau terlihat murung begini, Yoshi—"

"Junpei."

Anak di depannya tersenyum tipis. "Panggil aku Junpei. Lagipula, Reina bukan marga juga, kan?"

"Ah, Junpei-kun, kalau begitu," ralat Reina sembari meringis. "Uh, secara teknis kita memang baru kenal tapi—kau mau cerita? Aku mendengarkan, kok."

Yoshino—Junpei—mengelus tengkuknya. Dua manik onix bergulir tengadah ke langit-langit.

"Yah, bisa dibilang—aku baru saja bertemu... seseorang."

Ada penekanan pada kata terakhirnya itu.

"Aku mungkin hanya masih agak terkejut sedikit," tambah Junpei dengan cepat. Dia melemparkan senyum. "Orang ini hanya sangat unik."

Pembicaraan mereka terputus sejenak. Pelayan datang membawakan pesanan mereka. Selagi Reina mengucapkan terima kasih, dia bisa mendengar celetukan Resi di kepalanya.

Local Shaman (A JJK Fanfiction)Where stories live. Discover now