Chapter 22

592 102 0
                                    

"Apa ada yang terjadi?"

Pertanyaan tiba-tiba Fushiguro membuat Reina menghentikan peregangannya. Dia sibuk menggonta-ganti senjata di tangan. Sebelum memutuskan untuk mengganti keris yang dia biasa pakai untuk awalan ke sebuah parang.

"Apa maksudmu? Memangnya terjadi sesuatu?" tanya Reina. Gadis itu menaikkan satu alis.

Si lelaki rambut hitam mendesah. Memberi gestur ke Itadori yang berdiri membelakangi mereka.

"Dengan Itadori," ucapnya. "Dia tampak... berbeda."

Sang gadis turut melirik. Berdehum sebentar.

"Yah, Sepertinya dia masih agak terguncang soal Ibu Junpei—eh, itu spekulasi. Kau tahu apa? Mungkin sebaiknya kau tanyakan langsung..."

Fushiguro mengangguk setuju. Dia mendekati kawannya itu dan membuka pembicaraan. Reina mengamati kedua anak laki-laki sembari mengulum senyum.

<Walau wajahnya datar, ternyata rambut landak itu peduli, ya?>

<Ini Itadori. Hampir semua orang peduli padanya, kan?>

<Heh, benar juga.>

"Kamu baik-baik saja?" tanya Fushiguro pada anak berambut merah jambu itu.

Itadori tersenyum. "Ya, aku dapat peran yang besar, tapi aku pasti bisa!"

"Bukan itu," ucap Fushiguro lagi.

"Terjadi sesuatu, kan?"

Reina agak berjengit mendengar pertanyaan yang dikatakan dengan enteng.

Langsung ke poinnya, huh?

"Tak terjadi apa-apa, kok!" Itadori tertawa kecil.

Namun, wajah Fushiguro datar.

Sepertinya bisa melihat dibalik ekspresi ceria sang kawan yang satu itu.

Itadori menggaruk sisi kepalanya.

"Ada, sih. Tapi, aku benar-benar baik-baik saja."

Dia tersenyum sembari menunduk.

"Justru karena hal itu, aku tidak ingin kalah dari siapapun."

Fushiguro diam.

Lalu berjalan melewati Itadori.

"Ya sudah kalau begitu."

Air mukanya tidak berubah.

Namun, di matanya dapat terlihat api determinasi yang sedikit lebih terang dari hari-hari sebelumnya.

"Aku juga tak terlalu ingin kalah."

"Apa maksudmu 'tak terlalu'?" sahut Kugisaki ketika Fushiguro sudah dekat dengan yang lain. "Kamu sudah dikalahkan sekali, lo!"

Gadis itu mengangkat kepalan tangannya. Kembali berjalan ke gerbang.

"Ayo kita kalahkan mereka sampai tak berkutik! Demi Maki-san juga!"

"Jangan bicara seperti itu."

"Mentaiko."

"Benar, demi untuk Maki juga!"

"Sudah kubilang jangan bicara seperti itu!"

Reina terkikik kecil. Sebelum berlari mendekati murid lain yang sudah menunggu. Dia menoleh kebelakang sejenak. Melihat Itadori yang masih di tempat.

"Apa kau menunggu undangan?"

Anak berambut peach itu tertawa. Ikut berlari dan berkumpul bersama yang lainnya.

Local Shaman (A JJK Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang