Chapter 8

1.3K 284 35
                                    

Pada akhirnya, semua diurus oleh Penyihir Jujutsu dengan rapi.

Orang-orang yang tertidur dari teknik Gayatri akhirnya terbangun satu persatu. Kemudian, para petugas menyebar cerita kover tentang kebocoran zat beracun yang membuat orang-orang tertidur.

Reina pergi ke auditorium untuk mengecek teman setimnya. Merasa lebih baik ketika melihat mereka bertiga baik-baik saja.

"Kak Rei!" Seperti biasa, Intan yang memanggilnya dengan antusias.

Jantung Reina berdetak lebih tenang mendengar suara tinggi kawannya itu. Dan ketika sang gadis memeluknya, Reina baru bisa menghela napas dengan lega.

Dia baik-baik saja.

Dia di sini. Dan dia baik-baik saja.

"Kak Rei nggak apa-apa, kan?" tanya Intan setelah melepas pelukan. "Apa Kak Reina kena gasnya juga?"

"Ah, aku tidak apa-apa," jawab Reina. Bersyukur tidak mendapat luka parah dari pertarungan tadi. Setidaknya, semua lebam masih bisa tersembunyi.

"Kalian sendiri, bagaimana?"

Andre dan Rizal berpandangan. Kemudian si ketua mengangguk. "Aku dan Andre sih baik. Tapi Intan—"

Reina menengang.

"Aku nggak apa kok!" Intan menenangkan. Tangannya menggaruk kepala.

"Cuma... pas bangun aku malah ada di lorong. Bukan di auditorium," gumamnya. "Aneh..."

Sebutir keringat dingin mengucur dari pelipis Reina. Namun, gadis itu hanya terkekeh dan menepuk kepala anak berkerudung di depannya.

"Yang penting kau baik, kan?"

"Yep! Seratus persen, Kak!"

Suara langkah mendekati mereka. Pak Satrio muncul dengan ekspresi lelah. Tangan memegang ponsel. Sebelum dia melempar senyum ke anak-anak didiknya.

"Bapak sudah bicara sama panitia," ucapnya.

"Pengumuman ditunda lagi sampai besok pagi."

Reaksi tim mereka beragam mendengar itu.

Intan menggumamkan 'yah' kecewa. Andre hanya mendesah. Rizal mengangguk-angguk. Reina sendiri tidak bergeming.

"Kalau gitu, mending balik dulu ke kamar semua—"

"Maaf, Pak." Reina menyela. Wajahnya gusar. "Tapi... saya mau izin keluar malam ini."

Pak Satrio terhenyak. Menatap siswinya dengan heran.

"Izin apa Rei? Sudah malam. Lagipula, ini di Jepang lho."

"Saya..." Otak si gadis berputar. Berusaha mencari alasan.

"Harus bertemu dengan Kakek Buyut saya."

Gurunya masih tampak skeptis. Akan tetapi, Reina tetap berdiri dengan mantap. Tidak goyah walaupun harus beradu pandang dengan sang guru.

"Kamu keluar sendiri? Kalau kesasar gimana?"

"Saya ada yang mengantar," jawab Reina. "Saya janji akan kembali secepat mungkin."

Akhirnya, setelah merasa bahwa Reina tidak menerima kata 'tidak' kali ini, Pak Satrio melepaskannya. Walaupun dengan enggan.

"Hati-hati, Reina," ucapnya. "Ini negeri orang. Jauh dari rumah. Jangan sampai kena masalah."

Sang gadis ingin menertawakan kalimat itu.

Aku baru keluar dari masalah beberapa menit lalu.

Dia mengiyakan-hanya agar sang guru tidak basa-basi lagi-sebelum berlari keluar hotel. Langsung disapa udara dingin dan langit yang mulai temaram.

Local Shaman (A JJK Fanfiction)Where stories live. Discover now