12. Berpamitan

533 122 3
                                    

Part ini pendek

***

"Jadi ini hari terakhirmu di Daha?" tanya Sudewi setelah menarik diri dari pelukannya.

Abimana mengangguk sebagai balasan. Sebenarnya dirinya juga belum mau kembali ke Trowulan. Ia masih ingin menghabiskan waktu bersama gadis di sampingnya. Tapi, bagaimanapun juga ia harus kembali bertugas.

"Kalau begitu kita bisa pergi lagi. Siang atau sore."

"Aku tidak bisa. Aku harus mengunjungi seseorang."

"Siapa?" Sudewi memasang ekspresi kecewa.

"Ki Jayendra, Guruku."

Sudewi mengangguk mengerti. Walupun sedikit kecewa, ia tidak boleh egois.  Dirinya tak bisa memaksa Abimana untuk tinggal.

S

etelah dirasa matahari sudah meninggi, Abimana memutuskan untuk mengajak Sudewi pulang.

***

Esok harinya, Sudewi berlari diikuti Gentari menuju rumah Abimana yang letaknya tak jauh dari keraton.

Ia mempercepat langkah saat melihat Abimana hendak naik kereta pedati milik Admajaya, ayahnya Abimana. Kereta pedati itu hendak berangkat.

"Tunggu!" seru Sudewi.

Abimana menoleh ke belakang. Kemudian, ia meminta ayahnya untuk menghentikan kereta pedati.

Dengan terpaksa, Abimana turun dari kereta pedati.

"Ada apa?" tanyanya.

Dada Sudewi naik-turun Napasnya tak beraturan.

"Setidaknya kau harus berpamitan dulu kepadaku, Abimana. Kau tidak menganggapku teman, ya!" Sudewi menatap kesal ke arah Abimana.

"Kau temanku? Sejak kapan?"

Lihatlah! Ketika hendak berpisah, laki-laki itu masih saja membuatnya kesal.

Sudewi memukul dada bidang laki-laki itu sekali, tetapi cukup keras yang membuat Abimana berpura-pura kesakitan.

Sudewi memperhatikan kedua pergelangan tangan Abimana. Sejak tadi pagi, ia tidak melihat laki-laki itu memkai gelang yang ia berikan dulu.

Tersadar bahwa Sudewi tengah mencari-cari gelang pemberiannya, Abimana merogoh kantong yang ada di lipatan kain jarik yang dilibet-libetkan di pinggang.

"Aku masih memilikinya," ucap Abimana sambil menunjukkan gelang berwarna hitam bermotif abu-abu.

Senyuman Sudewi merekah. "Kukira kau telah menghilangkannya."

Abimana kembali memasukkan gelangnya ke kantong." Aku tidak akan menghilangkan barang yang sangat murah."

Detik berikutnya, Sudewi memukul dada bidang laki-laki di depannya. Tidak hanya sekali, tetapi berkali-kali yang membuat Abimana benar-benar kesakitan.

Abimana menahan tangan gadis di depannya, lalu menarik tubuh Sudewi ke pelukannya. Beberapa saat kemudian, ia mendengar suara isakan kecil dan merasa bahunya basah.

***

Hayam Wuruk keluar dari kuil siwa yang letaknya tidak jauh dari balai Manguntur dan Witana. Ia baru saja beribadah. Saat melihat Nertaja berjalan ke arahnya, ia menghela napas. Bukan karena kehadiran Nertaja yang membuatnya menghela napas panjang, namun beberapa lembar lontar yang dibawa gadis itu. Pasti kiriman surat dari Daha lagi. Ia heran, apakah adiknya tidak lelah selalu memberinya surat yang selalu datang?

"Kakanda mendapat surat lagi," ucap Nertaja setibanya di depan kuil Siwa.

"Surat yang lalu masih kau balas menggunakan atas namaku?" tanya Hayam Wuruk dengan tatapan curiga.

Gadis berselendang biru itu menggeleng.

"Aku tidak membalas surat dari Sudewi yang lalu."

***

Senin, 12 april 2021

PadukasoriTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon