21. Tersimpan Di Dalam Hati

615 108 4
                                    

"Hamba mohon, Nimas jangan bercerita mengenai hal ini kepada Sudewi."

Entah kenapa, Nertaja merasa sedih mendengar penjelasan dari Abimana. Apalagi, Sudewi mencintai kakandanya.

Walaupun terasa berat, Nertaja mengangguk. Menyanggupi permintaan Abimana.

Pandangan Nertaja beralih ke jalanan pasar. Sudewi tengah berjalan ke arahnya sambari membawa sebuah bungkusan kain yang entah berisi apa.

"Kau membeli apa, Dewi?" tanya Nertaja yang membuat Abimana mengarahkan pandangan ke belakang.

"Buku."

"Bukankah kau tidak suka membaca?" tanya Abimana yang kini mencuatkan sebelah alis.

Sudewi mendekatkan wajahnya ke telinga Abimana. Kemudian, ia berbisik, "untuk seseorang."

Jangan lupakan senyumannya yang merekah.

Abimana tak perlu menebak siapakah seseorang yang dimaksud oleh Sudewi karena sudah pasti, gadis itu akan memberikannya kepada Baginda Hayam Wuruk.

"Kalian membeli sesuatu?" tanya Sudewi melirik Abimana dan Nertaja bergantian.

Nertaja sudah membeli barang yang ia inginkan, sebuah vas bunga berbahan keramik yang bermotif bunga teratai.

"Sebelum kembali ke istana, bisakah kita makan dulu? Aku sangat lapar," ucap Sudewi kepada Abimana.

Laki-laki itu melirik ke langit. Matahari telah condong ke barat, hampir tenggelam yang membuat warna langit menjadi jingga. Karena tak mau Sudewi kelaparan, ia pun menyetujui ajakan dari gadis itu.

"Baiklah. Kita akan makan terlebih dahulu."

Sudewi tersenyum. Segera, gadis itu menarik tangan Abimana yang membuat laki-laki itu terkejut. Nertaja hanya menggeleng. Sepupunya itu sepertinya melupakan keberadaannya.

Sudewi mengedarkan pandangan. Mencari-cari, penjual makanan yang aroma masakannya sejak tadi sangat menggodanya.

Sudewi membawa Abimana dan Nertaja ke sebuah lapak makanan dengan gerobak kayu. Tempat inilah yang menjual satu-satunya jukut Harsyan yang enak, tak ayal jika selalu ramai.

Kedua mata Nertaja menangkap sebuah selendang sutra. Ia berjalan menuju tempat penjual itu yang letaknya tidak jauh dari penjual jukut harsyan.

Sudewi mencium aroma rempah-rempah yang sangat wangi.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang pria paruh baya yang muncul di depan Abimana dan Sudewi.

Abimana tersenyum. "Tolong Kisanak bantu mengenyangkan perut perempuan di samping saya."

Sudewi langsung saja mencubit lengan Abimana yang membuat laki-laki merintih kesakitan.

Pria paruh baya yang bernama Ki Nalendra Mangore hanya terkekeh mendengar ucapan dari Abimana.

"Baiklah. Saya akan membuatkan jukut harsyan yang sangat enak untuk mengenyangkan perut istrimu," balasnya di sela-sela kekehan.

Belum sempat Abimana dan Sudewi membenarkan ucapan Ki Nalendra, pria paruh baya itu sudah berjalan menuju gerobaknya.

Kemudian, Abimana mengajak Sudewi untuk duduk di tikar yang terbuat dari anyaman daun kelapa. Tikar tersebut berada di bawah pohon maja yang rindang. Ada meja kayu di setiap tikar yang tergelar.

Setelah menempatkan diri berhadapan dengan Sudewi, Abimana mengedarkan pandangan. Tersadar Nertaja tidak ada di dekat mereka.

"Apa yang kau cari?" tanya Sudewi yang kini melepaskan tudung kepalanya. Dalam keadaan duduk membelakangi jalanan, tidak akan ada orang yang mengetahui siapa dirinya jika tanpa memakai tudung kepala.

PadukasoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang