32. Bawa Aku Bersamamu

837 89 26
                                    

"Bagaimana dengan Sudewi?" Kudamerta bertanya kepada Dyah Wiyat, isterinya, yang baru saja keluar dari kamar Sudewi.

Wanita itu menggeleng dengan ekspresi lesu.

"Dia masih sama. Tidak ingin berbicara kepada siapapun, termasuk diriku," balasnya.

Kudamerta menghela napas. Ia memandangi pintu kamar putri bungsunya itu. Ini adalah hari kedua setelah kematian Abimana dan sejak itu pula Sudewi tidak mau keluar dari kamar. Bahkan kata Gentari pula, putrinya itu tidak ingin memakan apapun. Yang dilakukan putrinya hanya menangis sepanjang waktu. Ia sungguh dibuat cemas.

"Biarkan aku menemuinya," ucap Kudamerta yang dibalas anggukan oleh Dyah Wiyat.

Prajurit yang menjaga depan kamar Sudewi pun langsung membukakan pintu. Kemudian, Kudamerta masuk.

Dyah Wiyat menghela napas panjang tatkala melihat suaminya masuk ke dalam kamar itu. Ia harap suaminya itu mampu menghibur putrinya. Setidaknya dapat membuat Sudewi mau mengisi perutnya dengan makanan.

***

Kudamerta menatap Sudewi yang berbaring di kasur dalam posisi membelakanginya. Di kamar itu, hanya ada dirinya dan Sudewi. Samar-samar, ia mendengar suara isakaan.

Pria itu menghela napas berat. Ia tidak yakin dirinya mampu menghibur Sudewi. ia berjalan mendekat ke arah putrinya, laku duduk di sisi kasur.

"Sampai kapan kau akan terus mengurung diri?" tanyanya halus.

Tak ada jawaban. Perempuan itu juga tidak mengubah posisinya.

"Merasa kehilangan itu adalah hal yang wajar, tetapi apakah kau akan menyiksa dirimu seperti ini? Setidaknya makanlah sesuatu."

Kudamerta menyentuh lengan Sudewi. Ia tidak suka jika ucapannya tidak dihiraukan oleh orang lain.

"Putriku...."

"Aku ingin sendirian, Ayahanda," balas Sudewi lirih, masih dalam posisi yang sama.

Kudamerta menggeleng. "Ayahanda tidak akan pergi dari sini, sebelum kau mau makan."

Merasa Sudewi tak akan mengikuti bujukannya, Kudamerta pun dibuat putus asa.

"Ayahanda tidak ingin kau sakit, Dewi. Ayahanda merindukan tawamu. Di mana putriku yang riang?  Jika kau berhenti bersikap seperti ini, Ayahanda berjanji akan membiarkan dirimu untuk pergi ke manapun."

"Sudewi selalu pergi bersama Abimana," balas Sudewi yang suaranya mulai bergetar.

...tapi laki-laki itu telah pergi meninggalkannya.

Kudamerta memejamkan matanya sebentar, sambil menyesali ucapannya. Memang Abimana selalu pergi bersama Sudewi, sejak kecil. Ia tidak mungkin lupa akan hal itu.  Karena ucapannya, suara isakan Sudewi kini semakin keras.

Karena merasa Sudewi masih memerlukan waktu sendiri, Kudamerta pun memutuskan untuk pergi. Ia menjadi sangat cemas.

Sudewi mencengkeran bantalnya. Hatinya semakin sakit tatkala ingatan tentang Abimana kembali melintas di pikirannya. Masih ingat jelas pertama kali mereka bertemu, di saat ayah laki-laki itu bekerja sebagai kusir untuk keraton Daha.

***

"Terima kasih atas kebesaran hati Yang Mulia, " ucap seorang pria dengan pakaian sederhana. Dia adalah Admajaya, seorang pria yang baru saja diterima menjadi kusir keraton Daha. Bersama anak laki-lakinya yang masih berumur duabelas tahun, ia memberikan hormat.

PadukasoriWhere stories live. Discover now