18. Pembesar Hati

471 103 2
                                    

Sudewi hanya bisa menatap nanar bubur buatannya. Ia dilanda rasa bersalah sekarang.

"Hamba minta maaf, Baginda. Hamba sungguh tidak tahu jika rasanya tidak enak."

Tidak ada balasan. Laki-laki itu tak menoleh dan menjawab.

"Kalau begitu, Hamba undur diri, Baginda." Setelah mengatakan hal itu, Sudewi keluar dari kamar Hayam Wuruk. Ketika berdiri di depan kamar laki-laki itu, ia mencicipi saus santan yang ia buat.

Padahal, ia sama sekali tidak menyukai santan. Namun, harus ia paksakan sekarang. Ia ingin tahu bagaimana rasanya.

Setelah merasakan santan sedikit, Sudewi segera menyingkirkan sendok yang ada di genggamannya. Rasanya sangat aneh. Sepertinya, ia kebanyakan memasukkan garam dan gula.

Tunggu. Namun, kenapa koki kerajaan dan dayang tadi tidak komplen? Kenapa mereka menunjukkan raut wajah seolah-olah masakannya enak?

Kedua matanya membulat sempurna. Jangan-jangan, mereka takut untuk berkata yang sejujurnya?

Sudewi hanya bisa menghela napas berat. Ia tidak boleh menyalahkan koki dan dayang itu, ini adalah salahnya.

Ia memutuskan untuk menyendiri di kolam sagaran yang berada di samping istana. Ia duduk di tepi kolam yang luas itu. Memandangi air yang tenang.

"Kalau sendirian, jangan melamun."

Sudewi menoleh ke belakang. Ternyata itu suara Abimana. Laki-laki itu bergabung duduk di tepi kolam.

"Bubur ketan hitam?" Abimana mengernyit saat mendapati semangkuk bubur ada di antara mereka berdua.

"Aku membuatnya tadi-"

Abimana langsung menyambar mangkuk bubur itu, lalu memakannya, tanpa menunggu kalimat Sudewi selesai.

Sudewi dibuat menganga karena Abimana tidak bereaksi layaknya tengah makan makanan yang tidak enak. Laki-laki itu malah menunjukkan raut ketagihan.

Sudewi yang merasa yakin bahwa bubur itu tidak enak pun mencoba merebut kembali mangkuk itu. "Jangan dimakan."

Namun, Abimana malah tidak mau menyerahkannya. "Aku lapar. Aku habis berlatih sejak pagi tadi."

"Kalau begitu aku akan kembali dengan membawa makanan dari dapur istana."

Abimana menggeleng. "Aku sudah lama tidak makan bubur ketan hitam."

Sudewi menghela napas. Ia hanya memandangi Abimana yang menyantap bubur itu dengan lahapnya.

"Aku payah."

Abimana mencuatkan sebelah alisnya. Merasa aneh dengan ucapan gadis di sebelahnya.

"Ada apa lagi?" tanyanya dengan ekspresi penasaran.

"Aku tidak bisa memasak. Tadi koki kerajaan berbohong jika masakanku enak. Karena percaya, aku langsung berikan kepada baginda. Beliau bilang tidak enak dan aku juga mengakuinya."

"Enak. Hanya saja, ini terlalu manis, jadi sedikit aneh," balas Abimana yang telah selesai makan. Ia meletakkan kembali mangkuk bubur itu di atas nampan yang berada di antara mereka berdua.

Abimana beranjak dari tempat duduk. Ia menceburkan diri di kolam sagaran itu. Sore-sore sangat menyenangkan digunakan untuk berendam. Matahari tidak terlalu terik, angin juga cukup kencang yang menyejukkan.

Sudewi hanya memandangi laki-laki yang berenang itu. Jika saja ia bisa berenang, ia akan ikut menceburkan diri di kolam yang ada di depannya itu. Namun, sayangnya ia tidak bisa.

"Kemarilah!" Abimana yang berada di tengah-tengah kolam berteriak.

Langsung saja Sudewi menggeleng. Bukankah Abimana tahu jika dirinya tak bisa berenang? Huh, sepertinya laki-laki itu lupa banyak hal tentangnya. Sudewi menatap kesal ke arah Abimana.

PadukasoriWo Geschichten leben. Entdecke jetzt