04. ㅣPerpisahan

907 165 8
                                    

Kedua mata Sudewi berbinar melihatnya. "Bolehkah aku membeli dua-duanya, Ki?" tanya gadis cantik itu dengan antusias.


Ki Bagoes mengangguk. "Tentu saja."

Sudewi pun segera mengeluarkan uang dari kantung yang ia bawa. Setelah menyerahkan beberapa uang koin kepada Ki Bagoes, barulah gelang itu ia terima.

Gelang tersebut hendak akan berikan kepada seseorang yang sangat spesial. Tentunya bukan Indudewi. Ia tidak mau sang kakak tahu bahwa dirinya baru saja pergi ke pasar. Sudewi takut jika nanti Indudewi melapor kepada ayahandanya, Kudamerta.

"Dewi."

Sudewi menoleh ke arah Arumbi yang berdiri di sampingnya. Temannya itu juga sudah mendapatkan gelang yang diinginkan, bahkan sudah dipakai. "Aku dan Sekar ingin membeli malakanan dulu. Kau mau ikut apa tidak?" Arumbi menunjuk lapak yang seberang yang tak jauh dari lapak Ki Bagoes.

Sudewi langsung menggeleng saat melihat lapak yang ditunjuk oleh Arumbi memiliki antrean yang begitu banyak. Ia tidak mau berdesak-desakan. Lebih baik dia menunggu di luar gapura pasar saja, terbebas dari keramaian pembeli yang mondar-mandir.

"Aku akan menunggu kalian di gapura pasar," kata Sudewi.

"Baiklah. Tunggu kami, ya. Kami tidak akan lama," balas Sekar sebelum melanggang bersama Arumbi.

Sudewi pun memasukkan gelang batu sungai yang dibelinya tadi ke kantong. Ia harus menjaga baik-baik benda itu, mengingat Ki Bagoes sudah tidak memilikinya lagi.

Setelah sampai di gapura masuk pasar, Sudewi duduk di kursi batu yang ada di depan tembok pasar. Menunggu teman-temannya datang sambil memandangi gerobak yang berlalu-lalang mengangkut jerami dari sawah yang baru saja dipanen.

Satu per satu, orang-orang meninghalkan pasar tersebut. Sudewi berulangkali menengok ke dalam pasar, ia dibuat lama menunggu.

"Berikan uangmu." Tiba-tiba saja, ada tiga pria mendekati Sudewi. Penampilan mereka sama dengan rakyat biasa, bertelanjang dada. Kulitnya berwarna hitam legam.

Sudewi mencengkeram selendangnya. Ia takut dengan tatapan yang diberikan oleh tiga laki-laki di depannya. Ditambah suasana pasar lumayan sepi. Bahkan, tak ada satu pun orang yang berada di luar gapura pasar selain dirinya dan ketiga pria dewasa itu. Hanya menyisakan beberapa gerobak milik penjual yang masih berjualan di dalam area pasar.

Ingin Sudewi berteriak meminta tolong, tetapi pasti akan langsung dibekap oleh pria-pria itu. Belum lagi jika dipukuli nanti.

Dengan berat hati, Sudewi pun mengeluarkan kantungnya dengan tangan gemetar. Pelipisnya kini telah mengeluarkan keringat. Belum sempat gadis itu membuka tali kantungnya, benda itu disambar duluan oleh salah satu pria yang ada di hadapannya.

"T-tolong jangan ambil semuanya," pinta Sudewi dengan ekspresi penuh harap. Tidak masalah jika para pria itu mengambil uangnya, tetapi tidak untuk dua gelang yang baru saja ia beli dari Ki Bagoes.

Namun sayangnya, ketiga pria itu tidak menghiraukan permintaan gadis kecil yang ada di depannya.
"Ayo kita pergi," ajak salah satu dari mereka kepada kedua temannya.

Tuk

Tuk

Tuk

Tak disangka, beberapa kerikil melesat tepat mengenai kelopak mata tiga pria itu. Mereka bertiga mengaduh kesakitan sambil menyentuh matanya yang terasa sakit akibat terkena kerikil yang ukueannya lumayan besar. Seukuran kelereng.

PadukasoriWhere stories live. Discover now