30. Perasaan Bersalah Sudewi

490 76 3
                                    

1357 M


Setelah mendengar perkataan Nertaja dan Arunika, Sudewi menjadi merasa gundah. Gadis itu duduk termenung, di depan meja rias, memikirkan kembali apa yang mereka katakan tadi. Apakah Abimana benar-benar mencintainya?

Sudewi buru-buru menggeleng. Tentu saja laki-laki itu hanya berniat buruk kepadanya. Akan tetapi, sebenarnya Sudewi juga merasa bahwa Abimana bukan laki-laki seperti itu. Ia sangat mengenalnya, melebihi siapapun.

"Dia pasti merasa putus asa karena seberapapun ia berusaha, kau hanya melihat Kakanda. Kau tak pernah menoleh ke arahnya, Dewi." Kalimat Nertaja membuat Sudewi merasa buruk terhadap Abimana. Jika saja ia mengetahui perasaan Abimana terhadap dirinya sejak lama, mungkin ia tidak akan menunjukkan kecintaannya terhadap Hayam Wuruk secara terang-terangan di depan laki-laki itu. Sudewi bahkan tak dapat membayangkan, seberapa sering ia membuat Abimana sakit hati karena mendengar kalimatnya yang selalu memuji Hayam Wuruk.

Mengusap wajah, Sudewi menjadi merasa bersalah. Rasa bencinya terhadap Abimana tiba-tiba sirna begitu saja, padahal ingatan tentang apa yang laki-laki itu lakukan kemarin hari masih tercetak jelas di kepalanya.

"Kenapa kau mencintaiku, Abimana?" ucap Sudewi lirih seraya menatap ke arah luar jendela kamarnya yang terbuka.

"Apa kau benar-benar tidak memiliki perasaan apapun terhadap Abimana, Dewi? Kalian sudah lama bersama dan menurutku bisa saja kau juga memiliki perasaan yang sama." Kini giliran ucapan Arunika yang mengganggunya. Tidak-tidak ... Sudewi tidak memiliki perasaan apapun terhadap Abimana. Hubungan mereka hanya sebatas teman.

"Ciri-ciri kau mencintai seseorang itu... jika kau sedang sedih ataupun senang, yang pertama kali kau pikirkan adalah dirinya. Dan, hatimu berdebar saat melihatnya. Apa kau tak pernah seperti itu, Dewi?"

Sudewi terdiam. Bibirnya terkatup rapat. Gadis itu refleks menyentuh dadanya.

Apakah di saat ia bersama dengan Hayam Wuruk, hatinya berdebar?

Sudewi tidak ingat. Namun, ia pernah merasakan jantungnya berdebar saat bersama dengan Abimana, salah satunya pada saat laki-laki itu memeluknya di kolam sagaran waktu lampau. Jika dipikir kembali, Sudewi lebih sering memikirkan Abimana ketimbang Hayam Wuruk. Dan juga, Abimana adalah orang pertama yang selalu Sudewi beritahu tentang apapun, serta menjadi satu-satunya lelaki yang ia datangi ketika merasa senang maupun sebaliknya.

Sudewi semakin bingung. Pandangan lalu tertuju ke meja kayu berukir di samping kasur. Ia membuka laci tersebut secara perlahan dan mengeluarkan sebuah benda dari sana. Dipandanginya sebuah aksesoris rambut berbentuk bunga asoka yang kini berada di tangannya. Itu adalah pemberian terakhir dari Abimana, sebelum hubungan mereka tidak baik-baik saja.

Sudewi menghela napas berat untuk kesekian kalinya. Mengingat sikap dinginnya terhadap Abimana akhir-akhir ini membuatnya merasa bersalah bukan main. Ia tahu apa yang dilakukan oleh Abimana adalah kesalahan besar, tetapi Abimana adalah sahabatnya, satu-satunya orang yang selalu ada untuknya. Seharusnya Sudewi memberi kesempatan laki-laki itu untuk berubah lebih baik dan bukannya memutus hubungan persahabatan mereka seperti ini.

Sudewi menggenggam kuat aksesoris rambut yang begitu indah tersebut. Sekali lagi ia menatap ke arah luar jendela. Sudah Sudewi putuskan jika ia akan menemui Abimana untuk memberi laki-laki itu kesempatan.

***

Suasana keraton masih sama ketika Sudewi keluar dari kamar. Ramai. Semua orang terlihat sibuk dengan persiapan pesta pernikahan sang maharaja Majapahit. Beberapa dayang terlihat berlalu lalang sembari membawa barang, seakan tak ada waktu untuk mereka beristirahat.

PadukasoriDonde viven las historias. Descúbrelo ahora