07.ㅣMengelilingi Nusantara Bersamamu

742 152 11
                                    


***

"Apa kau yakin dengan ini, Abimana? Bagaimana jika aku terjatuh?" tanya Sudewi dengan raut khawatir. Gadis itu kini telah duduk di depan Abimana dengan posisi menyamping. Kedua tangannya terus memegang leher kuda tersebut.

Sudewi menggigit bibir. Ini adalah pertama kalinya dia menaiki kuda karena biasanya dia duduk di kereta pedati.

"Jika kau terjatuh, mudah saja, aku akan meninggalkanmu," balas Abimana yang langsung mendapat pukulan di dada bidangnya.

"Kau jahat sekali!" sungut Sudewi yang membuat Abimana tertawa kecil. Dia kemudian menutup kepala Sudewi menggunakan selendang yang ada di bahu gadis itu. Lalu, ia menyentak tali kuda. "Hiyaa!"

Segera saja kuda gagah itu berlari melewati barisan rumah rakyat Daha, meninggalkan kepulan debu di sepanjang jalan.

Berbeda dengan Abimana yang menikmati perjalanan, Sudewi malah terus berdoa kepada Sang Hyang Widhi agar diberi perlindungan.

Kuda berwarna cokelat itu berlari meninggalkan ibu kota Daha, mengarah ke gunung. Melewati hamparan persawahan yang hijau, kemudian menanjak ke perbukitan.

Sudewi merasa senang saat melihat pemandangan di kiri-kanannya, hanya hamparan rumput dan pepohonan rindang. Entah sejak kapan rasa takutnya hilang berganti kekagaguman. Baru kali ini dia berkuda, apalagi pergi sejauh ini hingga meninggalkan keraton tanpa para penjaga ataupun dayang.

Tanpa sadar, selendang yang ia gunakan untuk menutup kepala kini terbang, sehingga rambutnya dapat bergerak bebas tertiup angin.

Tak jarang, Abimana tersenyum melihat gadis di depannya terpana melihat pemandangan di sepanjang perjalanan. Dia senang karena melihat raut bahagia yang terpancar di wajah cantik Sudewi.

***

Setelah melalui perjalanan yang cukup lama, kuda yang dinaiki oleh Abimana dan Sudewi berhenti di sebuah tebing. Abimana turun dari kuda terlebih dahulu, lantas menurunkan Sudewi dengan hati-hati.

Kedua mata gadis itu berbinar. Ia menatap takjub ke pemandangan yang ada di depannya. Ternyata Abimana mengajaknya melihat matahari terbenam di ujung laut. Matahari yang hampir tenggelam membuat langit berwarna jingga. Suara burung yang terbang di langit membuat suasananya menjadi syahdu. Laut biru yang ada di depan menyegarkan matanya. Suara ombak menghantam batu karang saling bersusulan.

Abimana hanya tersenyum melihat reaksi Sudewi. Ia membiarkan gadis itu memandangi sepuasnya, sementara laki-laki itu mengikat tali kuda ke pohon yang ada di dekat tebing. Setelah selesai, ia menghampiri Sudewi.

"Ini benar-benar indah, Abimana," ungkap Sudewi kepada Abimana yang telah berdiri di sampingnya. Gadis itu tak mau berkedip barang sedetik pun. Lagi-lagi ucapan Sudewi membuat dirinya tersenyum bangga.

"Kuharap hanya aku satu-satunya orang yang bisa membuatmu kagum," lirihnya yang masih dapat didengar oleh Sudewi karena jarak mereka yang cukup dekat.

Sudewi mengangguk. "Memang hanya kau yang bisa membuatku kagum. Bagaimana bisa kau memiliki ide untuk mengajakku ke tempat ini? Kau tahu, selama ini aku hanya berada di dalam benteng ibu kota Daha. Perjalanan terjauhku itupun hanya di ibu kota Majapahit."

"Jika saja kau selalu bersamaku, akan kuajak kau ke tempat-tempat mengagumkan lainnya. Pergi ke negeri seberang, mengelilingi Nusantara, atau mungkin mengelilingi dunia bersama-sama."

PadukasoriWhere stories live. Discover now