#2 : First Impression

16.1K 1.2K 22
                                    

“Mr. Styles akan tiba tepat pukul sembilan pagi. Kau akan mendapat pekerjaan darinya, mengingat posisimu adalah asisten pribadinya.” Karyawati itu berkata kepada Taylor dan Taylor menganggukkan kepalanya. Taylor sudah mendapat banyak informasi mengenai pekerjaan barunya dari karyawati yang sampai sekarang bahkan tak memperkenalkan diri kepada Taylor. Taylor duduk di dekat resepsionis, menunggu kedatangan si atasannya.

Taylor mendengar banyak tentang Styles Enterprise. Tentang bagaimana perusahaan ini tetap berdiri kokoh walaupun, sudah hampir dua puluh tahun berdiri. Tentang tangan dingin seorang Des Styles yang mendirikan perusahaan ini dan tentang pengganti Des Styles, yang tak lain dan tak bukan adalah anaknya sendiri, yang bernama Harry Styles. Taylor pernah melihat Harry di majalah yang dia baca. Pria itu terlihat tampan tapi, wajahnya sangat dingin.

Taylor melihat ke arah jam yang ada di dindingnya dengan gelisah. Kata karyawati-tanpa-nama itu, Harry Styles akan datang pukul 9 tapi, sudah tiga puluh menit berlalu sejak pukul 9. Tak ada tanda-tanda kedatangannya pula. Bagaimana mungkin seorang atasan datang terlambat ke kantornya? Bukankah seorang atasan seharusnya memberikan contoh teladan untuk para karyawan?

“Apa kau yakin, dia akan datang?” Taylor bertanya kepada resepsionis yang duduk di sampingnya. Resepsionis itu menatap Taylor sekilas dan menganggukkan kepalanya. “Tentu saja dia akan datang. Jam berapapun, dia pasti akan datang. Mr. Styles adalah seseorang yang giat bekerja. Dia selalu berada di kantor, tiap hari.”

“Termasuk hari libur?” tanya Taylor memasang wajah tak percaya. Resepsionis itu tersenyum dan menganggukkan kepala. “Tak ada hari libur dalam jadwal kegiatan Mr. Styles. Dia sudah mendedikasikan hidupnya untuk bekerja. Jadi, hari-harinya, tentu saja diisi dengan bekerja.” Jawaban resepsionis itu membuat Taylor menggelengkan kepala, masih tak percaya. “Dia benar-benar terobsesi dengan pekerjaannya, ya? Apakah jika aku menjadi asistennya, aku akan bekerja setiap hari seperti dia?”

Resepsionis itu terkekeh. “Tentu saja tidak. Kau bahkan belum diwawancara langsung oleh Mr. Styles. Biasanya, jika kau lolos dalam wawancara salah satu karyawan di sini, kau tak akan bisa lolos dari wawancara Mr. Styles. Dia sangat pandai bicara. Semoga kau bisa membalas semua perkataannya dengan baik.” Taylor membulatkan mata. “Jadi, aku belum diterima secara resmi di kantor ini? Lantas, kenapa kemarin, karyawati itu mengatakan jika aku sudah mulai dapat bekerja hari ini?”

Resepsionis itu kembali terkekeh. “Bukan begitu. Kau memang sudah diterima di kantor ini tapi, Mr. Styles belum tentu menerimamu. Biasanya, seseorang yang menjabat sebagai asisten pribadi Mr. Styles tak akan bertahan lama di kantor ini. Mr. Styles akan melakukan segala sesuatu yang akan menguji kesungguhanmu bekerja dan keberanianmu menghadapi dia. Jadi, saranku, jika kau mau bertahan lebih lama di sini, lakukan perlawanan sebaik mungkin dengan Mr. Styles. Dia punya banyak cara untuk menjatuhkanmu dan membuatmu merasa seperti manusia paling bodoh di dunia.”

Taylor bergedik ngeri. “Apa sebegitu menyeramkan, kah, dia?”

Resepsionis itu diam sebelum menganggukkan kepala pasrah. Taylor memucat dan menatap lurus ke depan, mulai meraih rambutnya dengan frustasi. Mendengar cerita para karyawan yang ada di sini tentang sosok Harry Styles mulai membuat Taylor stress. Sebegitu parah, kah, sikap seorang Harry Styles?

Tak lama kemudian, resepsionis itu bangkit berdiri dan berkata pada Taylor, “Mr. Styles! Cepat berdiri dan tersenyum ramah kepadanya!” Taylor menuruti resepsionis itu. Tatapan Taylor tertuju kepada seorang pemuda tampan dengan setelan jas yang baru memasuki kantor. Pria itu berjalan lurus, hendak menuju ke lift dan buru-buru, Taylor berjalan mencapai lift. Taylor bekerja untuknya, kan? Jadi, mau tak mau, Taylor harus mengikutinya. Bukan hanya diam di tempat resepsionis.

“Mr. Styles.” Taylor mengulurkan tangannya di hadapan Harry saat Harry mencapai depan lift. Harry menatap uluran tangan Taylor itu datar. “Aku Taylor Swift. Aku yang mengisi jabatan sebagai asisten pribadimu.” Ujar Taylor dengan cepat. Harry mengernyitkan dahi sebelum hanya memberikan anggukkan kepala dan pintu lift terbuka. Harry memasuki lift tersebut dan Taylor mengikutinya dari belakang, kesal karena Harry bahkan tak balas menjabat tangannya.

No ControlWhere stories live. Discover now