#33 : Back To London

7.8K 699 15
                                    

“London!”

Harry hanya menggeleng-gelengkan kepala saat melihat Taylor yang langsung berlari ke luar pesawat, merentangkan tangan sambil mendongakkan kepala, merasakan udara segar kota London yang sudah dua minggu tidak dia rasakan.

Harry menghentikan langkahnya dan memutuskan untuk memperhatikan Taylor yang masih melakukan hal aneh tersebut. Senyuman muncul di bibir Harry. Terkadang, tingkah Taylor membuatnya selalu ingin menghampiri gadis itu dan memeluknya. Taylor sangat menggemaskan, menurut Harry. Harry bahkan masih sangsi jika gadis itu berusia 21 tahun. Pasalnya, sikap Taylor tak mencerminkan usianya sama sekali.

Harry mendekati Taylor dan meraih tangan gadis itu, membuat Taylor terlonjak. Taylor mengerucutkan bibirnya dan memutar bola matanya. Taylor pun hanya menurut saat Harry seakan menyeretnya untuk segera ke luar dari bandara tersebut.

Sesampainya di luar bandara, Harry melepaskan genggaman tangannya dan merogoh saku celananya. Taylor memperhatikan Harry yang tampak tengah menghubungi seseorang dengan raut sangat serius. Taylor melipat tangannya di depan dada. Matanya masih memperhatikan dengan jelas wajah pria berambut keriting kecokelatan tersebut. Harry tampan. Ya, memang dia tampan.

Setelah menunggu selama beberapa menit, akhirnya Harry mengakhiri panggilannya dan beralih menatap Taylor. “Supirku baru datang sekitar tiga puluh menit lagi.” Harry memberitahu Taylor. Taylor mengangguk. “Apa kau mau aku menemanimu menunggu supirmu itu? Baiklah.”

“Aku akan mengantarmu pulang, Taylor.” Harry seakan dapat membaca pikiran Taylor. Taylor memang sempat berpikir jika Harry akan menyuruhnya menaiki taksi untuk kembali ke apartemen.

“Terima kasih.” Taylor menjawab dengan senyuman yang lebar di bibirnya. Kemudian, keduanya diam dalam pikiran masing-masing. Suasana di antara mereka terasa sangat canggung. Entah kenapa. Mungkin, aneh rasanya, kembali ke London dengan perubahan ‘hubungan’ di antara mereka.

Setelah menunggu dalam keheningan selama beberapa puluh menit, akhirnya sebuah mobil hitam yang sudah sangat Taylor kenali, berhenti tepat di hadapan mereka. Seorang pria ke luar dari dalam mobil dan menghampiri Harry. Pria itu menunduk sambil berkata, “selamat datang kembali di London, Mr. Styles.”

Harry tak membalas sapaan pria itu. Yang ada, dia malah dengan dinginnya berkata, “kemarikan kunci mobilku. Aku yang akan mengendarainya. Kau bisa kembali ke rumah dengan taksi. Pakai uangmu dulu untuk membayar ongkosnya. Aku akan menggantinya bersamaan dengan gajimu.” Taylor mengernyit melihat sikap Harry yang memang sangat berkuasa itu.

Pria itu mengangguk dan merogoh saku celananya, mengeluarkan sebuah kunci dan menyerahkannya kepada Harry. Harry meraih kunci itu dan beralih menatap Taylor. “Ayo, pulang.” ujar Harry datar. Taylor memicingkan mata. “Bisakah dia pulang bersama kita? Maksudku, dia supirmu. Kau memintanya menaiki taksi. Itu terdengar aneh.”

Harry memutar bola matanya sebelum meraih tangan Taylor dengan tangan kanannya dan membuka pintu mobil dengan tangan kirinya. Harry menarik tangan Taylor dan mendorong perlahan gadis itu agar masuk ke dalam mobilnya. Setelah itu, Harry memberi tatapan tajam terakhir kepada supirnya, sebelum ikut masuk ke dalam mobil.

Belum sempat mengenakan sabuk pengaman, Harry sudah menyalakan mesin mobil dan menekan pedal gas yang membuat mobil itu melaju.

“Harry! Aku belum mengenakan sabuk pengaman, begitupun kau!” protes Taylor.

“Tak ada polisi yang akan menghentikan mobilku hanya karena hal itu,” ujar Harry pelan.

Taylor membulatkan matanya. “Oh, ya, tentu saja. Kau Harry Styles, si CEO Styles Enterprise yang memang sangat berkuasa di Inggris. Bahkan, Ratu Elizabeth saja tidak dapat menandingin kekuasaanmu,” cibir Taylor. Harry meliriknya sekilas sebelum mengabaikan Taylor.

No ControlOnde histórias criam vida. Descubra agora