#5 : The Punishment

12K 1K 55
                                    

Harry melangkah memasuki kantornya lagi, setelah makan malam bersama sang Ibu di rumah. Harry memang tak pernah melewatkan waktu makan malam bersama Ibunya. Walaupun, Harry sibuk dengan pekerjaan, dia selalu meluangkan waktu untuk Anne. Apapun yang terjadi. Anne selalu dinomor satukan oleh Harry.

"Selamat malam, Mr. Styles."

Harry menghentikan langkahnya tepat di depan meja resepsionis, membuat sang resepsionis bingung. Jarang sekali Harry berhenti di sana. Biasanya, jika Harry datang, Harry tak akan pergi ke manapun selain lift. Harry akan langsung menuju ke ruangannya dan bekerja di sana. Mengabaikan yang lain.

"Malam." Harry balas menyapa, suaranya masih terdengar dingin.

"Ada yang bisa kubantu, Mr. Styles?" tanya si resepsionis, seramah mungkin. Harry menarik nafas sebelum mulai bertanya, "apa Taylor sudah pulang?"

Resepsionis itu mengernyitkan dahinya. "Taylor?" Resepsionis itu tampak bingung mendengar pertanyaan Harry. Harry menganggukkan kepala. "Ya, Taylor. Taylor Swift. Asisten baruku. Aku meninggalkannya di ruanganku tadi. Apa dia sudah pergi, mengingat jam kantornya sudah habis sejak pukul 5 tadi?"

Resepsionis itu menundukkan kepala. "Maaf, Mr. Styles. Tak a-," ucapan resepsionis itu terhenti saat Harry berbalik dan berjalan cepat menuju ke lift. Harry menekan tombol 13 dan menunggu beberapa menit sampai lift dapat mencapainya. Harry masuk ke dalam lift dan kembali menekan tombol 13.

Lift berhenti tepat di lantai 13. Harry mengambil langkah besar, menuju ke ruangannya. Harry membuka pintu ruangannya dengan cepat dan hatinya mencelos saat melihat seorang gadis berambut blonde dengan mata terpejam, mendengkur halus di sofa. Harry berjalan pelan, berusaha untuk tak menghasilkan bunyi apapun yang dapat membangunkan gadis itu.

Harry meraih laptop yang berada di atas meja dan melihat isi laptop tersebut. Senyuman tipis muncul di bibir Harry. Hebat. Taylor mengetik semua tulisan tangan Harry walaupun, ada beberapa kata yang dapat Harry pastikan bukanlah kata yang dia tulis. Tapi, tak mengapa. Harry juga tahu betul jika tulisannya tak jauh berbeda dengan tulisan dokter. Tulisannya sulit dibaca orang lain dan Taylor bisa membaca hampir enam puluh persen tulisan Harry. Cukup membuat Harry terkesan.

Harry baru hendak meletakkan laptop itu di atas meja kerjanya, saat dia mendengar sebuah suara yang berasal dari Taylor yang tengah tertidur pulas.

"Mom! Dad! Jangan pergi!"

Harry menoleh dan melihat jelas wajah Taylor yang semula tenang, kini berubah menjadi kalut. Keringat dingin mengalir di kening gadis itu. Harry meletakkan laptop dengan cepat di atas mejanya sebelum berjalan mendekati Taylor. Harry meneliti wajah Taylor cukup lama sampai wajah itu kembali tenang dan terlihat sangat damai. Taylor pasti bermimpi buruk, pikir Harry.

Sebenarnya, Harry berniat untuk membangunkan Taylor dan menyuruhnya pulang, beristirahat di rumah tapi, melihat wajah damai Taylor yang tengah tertidur, Harry tak tega. Harry bangkit berdiri dan melepaskan jas hitamnya. Harry menyelimuti tubuh Taylor dengan jas tersebut sambil tersenyum tipis, sebelum kembali ke mejanya dan mulai bekerja. Mencoba mengabaikan keberadaan Taylor.

Harry memeriksa semua pekerjaan para karyawan satu per satu dengan laptopnya. Harry memeriksa dengan sangat teliti dan tekun sampai sebuah suara, membuatnya mengalihkan perhatian dari pekerjaan, menuju ke sumber suara tersebut. Harry melihat ke arah Taylor yang tampak sudah terbangun. Harry terkekeh kecil dan berusaha untuk tak menimbulkan suara sedikitpun.

Taylor duduk dan membuka-tutup matanya berkali-kali. Taylor menatap sekeliling sebelum tatapannya berhenti pada Harry. Taylor menatap Harry selama beberapa detik sebelum matanya membulat dan segera bangkit berdiri, memperbaiki penampilannya.

No ControlWhere stories live. Discover now