#19 : Spy

9.9K 813 35
                                    

Tak terasa, waktu berlalu cukup cepat. Taylor tersenyum lebar seraya merentangkan tangannya, setelah dia menyelesaikan pekerjaannya di Styles Enterprise hari ini. Besok, hari libur lagi untuk Taylor. Hari Minggu.

Taylor dan Liam sudah merencanakan ke mana mereka akan pergi saat makan siang nanti. Liam mengajak Taylor ke danau yang katanya sangat indah. Taylor sangat bersemangat untuk pergi besok. Pasalnya, Taylor akan mengunjungi tempat baru lagi, mengingat Taylor tak begitu tahu menahu tentang seluk beluk kota London.

"Taylor."

Senyuman Taylor pudar saat mendengar suara dingin yang memanggil namanya tersebut. Taylor menoleh dan mendapati Harry yang berada beberapa meter darinya. Harry menghela nafas sebelum berjalan menghampiri Taylor.

"Aku akan menjemputmu besok." Ujar Harry, sesampainya di hadapan Taylor. Taylor membulatkan matanya. "Besok? Bukankah besok hari Minggu? Aku libur, Harry. Aku tak akan bekerja besok." Taylor menjelaskan.

Harry memutar bola matanya dan melipat tangan di depan dada. "Siapa bilang aku menjemputmu untuk bekerja? Aku belum menyelesaikan ucapanku. Jadi, Ibuku mau bertemu denganmu besok." Taylor memicingkan mata. "Besok? Apa harus besok? Kenapa tidak lusa saja? Aku ada janji besok."

"Dengan siapa?" tanya Harry, berusaha menutupi rasa penasarannya.

"Liam. Dia mau mengajakku ke danau di pinggiran kota."

"Kalau begitu, batalkan janjimu dan dia. Kau harus tetap ikut bersamaku, menemui Ibuku. Itu keputusan akhir yang tak dapat diganggu gugat." Harry menekankan. Taylor menggelengkan kepala. "Tidak. Setelah minggu lalu aku meninggalkannya di taman, aku tak mungkin membatalkan janjiku dan dia besok. Aku tak mau mengecewakannya lagi, mengingat dia adalah satu-satunya teman yang aku miliki di London."

Harry mengangkat sebelah alisnya. "Jadi, aku bukan temanmu?" tanya Harry. Taylor cukup terkejut mendengar pertanyaan Harry. Apa mau Harry berteman dengan Taylor? Tentu saja tidak. Jika mereka berteman, tak ada saling kontrol antara mereka.

Taylor menggelengkan kepala. "Kau bukan temanku. Kau atasanku. Kau rekan kerjaku." Taylor melipat tangan di depan dada. Harry memejamkan mata, merasakan sesuatu yang aneh dalam dirinya sebelum menganggukkan kepala. "Baiklah. Aku mengerti." Harry berbalik dan berjalan hendak masuk kembali ke dalam kantornya dan Taylor mulai merasa tak enak hati. Apa Harry marah karena Taylor hanya menganggapnya atasan atau rekan kerja, bukan teman? Tapi, sejak kapan Harry mau berteman dengan Taylor?

"Harry!"

Taylor memanggil Harry cukup keras, membuat pria itu menghentikan langkahnya dan menoleh. Taylor tersenyum kepadanya. "Jika kau bukan temanku, kenapa aku mau bicara banyak padamu?!"

Harry tersenyum.

*****

Keesokan harinya, sejak pukul 7 pagi, Taylor sudah terlihat sangat rapih. Taylor mengenakan kaus dan celana hotpants yang memperlihatkan keindahan kakinya. Taylor jarang menggunakan hotpants tapi, melihat ke mana dia akan pergi, Taylor memilih untuk mengenakan pakaian sesimpel mungkin. Supaya tidak merepotkannya.

Taylor sudah membuat perjanjian dengan Harry semalam, lewat pesan singkat jika Taylor akan menemui Ibu Harry keesokan harinya, sepulang kantor. Harry tak punya alasan untuk menolak.

Taylor yang tengah asyik menonton televisi sambil menunggu kedatangan Liam, bangkit dari sofanya saat mendengar ketukan pintu. Taylor berjalan menuju ke pintu dan membukanya. Taylor tersenyum saat melihat Liam-lah yang berada di balik pintu, membawa sebucket bunga mawar merah yang sangat indah.

"Untukku?" tanya Taylor. Wajahnya terlihat sangat senang.

Liam menganggukkan kepala. "Tentu saja untukmu, Taylor. Jika tidak, untuk apa aku menunjukkan bunga itu padamu?" Taylor terkekeh sebelum mempersilahkan Liam memasuki apartemennya. Liam memperhatikan Taylor yang tampak meletakkan bunga pemberiaannya di sebuah vas bunga yang sudah terlebih dahulu diisikan air.

No ControlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang