#34 : Breakfast

7.2K 644 10
                                    

Taylor meraih tas kerjanya dan mulai berjalan hendak ke luar dari apartemennya. Hari ini, hari pertama Taylor kembali bekerja di Styles Enterprise, setelah tinggal selama dua minggu di Nashville. Taylor bersenandung ria, sebelum meraih knop pintunya. Taylor membuka pintu apartemen dan langsung terlonjak terkejut saat mendapati seorang Harry Styles sudah berada di depan apartemennya.

"Harry? Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Taylor, syok.

"Menepati janjiku," jawab Harry santai. Harry juga cukup terkejut melihat Taylor yang pagi ini terlihat sangat bersemangat dan ceria. Padahal, bukankah kemarin dia marah pada Harry karena masalah yang sangat sepele? Apakah secepat itu amarahnya reda? Harry cukup takjub, jika iya.

Taylor mengangkat sebelah alisnya. "Janji? Janji apa?" tanya Taylor, tak mengerti.

"Bukankah kemarin aku sudah berkata padamu, jika aku akan menjemputmu bekerja? Aku sudah memenuhi janjiku." Harry memasukkan tangannya ke dalam saku celana hitam yang dia kenakan. Taylor menggeleng-gelengkan kepala, tak percaya. "Kupikir, kau hanya bercanda akan kata-katamu itu."

Harry menyeringai. "Aku tak pernah main-main saat aku mengatakan sesuatu."

Taylor memutar bola matanya. "Ya, ya, ya, terserah. Jadi, akankah kita berangkat ke kantor sekarang? Apa yang akan kukerjakan?" Taylor bertanya dengan nada sangat riang. Kini, giliran Harry yang mengernyit heran. Kenapa gadis ini sangat senang bekerja? Padahal, gadis-gadis lainnya lebih memilih untuk bersantai daripada bekerja.

Tapi, itulah Taylor. Dia memang sangat berbeda dengan gadis lainnya. Perbedaan itulah yang membuat Harry tertarik padanya.

"Kau ikut denganku rapat setelah makan siang. Tapi, sekarang, sebelum pergi ke kantor, kau harus menemaniku." Harry menjelaskan.

"Menemani apa?" tanya Taylor penasaran.

"Sarapan."

*****

Harry menghentikan makannya saat menyadari jika sedari tadi, Taylor memperhatikannya dengan tajam. Awalnya, Harry mencoba untuk mengabaikan namun, lama-kelamaan, tatapan Taylor membuatnya risih dan merasa ada sesuatu yang salah pada dirinya.

"Apa?" tanya Harry dengan nada sedikit ketus. Taylor mengernyitkan dahi. "Wow, santai, Mr. Styles. Apa yang salah dan apa yang kau tanyakan?" Taylor malah bertanya balik, dengan penuh tanda tanya di pikirannya.

"Kau melihatku sedari tadi dan sejujurnya, itu sangat mengganggu. Jika kau lapar, kau bisa memesan makanan apapun. Biar aku yang membayarnya nanti," ujar Harry. Taylor menggeleng. "Tidak, aku tidak lapar. Terima kasih atas tawaranmu." Taylor tersenyum lebar dan semakin membuat Harry mengernyit heran.

"Kalau begitu, berhenti melihatku yang tengah makan. Bisakah kau?" Tanya Harry secara halus. Taylor mengedikkan bahunya. "Aku tak tahu aku bisa atau tidak. Aku mengikuti mataku. Dia yang ingin melihatmu. Aku tidak." Taylor terkekeh atas ucapannya sendiri.

Harry menyeingai. "Jadi, secara tak langsung, kau baru saja mengakui jika aku memang menarik."

Taylor terkekeh. "Mungkin. Yang jelas, asal kau tahu saja, beberapa gadis di restoran ini menatap ke meja ini. Sepertinya, mereka tertarik padamu." Taylor menopang dagu dengan tangannya sendiri. Mata birunya masih menatap ke arah Harry yang juga balas menatapnya.

Harry meletakkan peralatan makannya di atas meja dan melakukan hal yang sama dengan Taylor. Menopang dagu dengan siku yang bertumpu di atas meja. Harry tersenyum tipis dan berkata, "aku tak tertarik pada semuanya. Aku hanya tertarik pada seorang gadis kekanak-kanakan yang sedang aku pandang saat ini."

Taylor terkekeh dan menundukkan kepala, Harry bisa melihat jelas pipi Taylor yang mulai memerah. "Akhir-akhir ini, kau berbeda, Mr. Styles. Kau sering sekali menggodaku. Apa kau pikir kau dapat berhasil menggodaku seperti saat kau menggoda gadis-gadis lainnya?" tanya Taylor sarkastik namun, sambil terkikik geli.

Harry mengedikkan bahu. "Jika kau berpikir aku sering menggoda gadis-gadis, kau salah. Gadis-gadis itu yang menggodaku, bukan aku. Lagipula, satu-satunya gadis yang akan selalu aku goda adalah...kau." Harry mengedipkan satu matanya kepada Taylor. Taylor tercekat sebelum buru-buru menundukkan kepala.

Harry terkekeh. "Satu lagi. Miss. Swift, aku tak pernah berpikir jika ucapanku adalah godaan untukmu. Tapi, baiklah. Anggap saja itu godaan dariku dan kau tak bisa mengelak dari godaanku. Well, mulutmu memang mengelak tapi, pipimu tidak." Taylor menggeleng-gelengkan kepala sebelum mengangkat wajahnya kembali, menatap Harry.

"Apa yang terjadi dengan pipiku?" Taylor menggigit bagian dalam pipinya dan Harry tersenyum menggoda. "Pipimu semerah tomat. Jadi, aku dapat menyimpulkan jika godaanku selalu berhasil padamu, Swift." Harry ganti melipat tangan di atas meja. Taylor mengerucutkan bibirnya. Tak tahu harus berkata apa lagi.

Harry pun mulai kembali meraih peralatan makannya dan menghabiskan sisa makanannya. Setelah itu, Harry meneguk habis jus yang dipesannya sebelum meminta pelayan membersihkan meja dengan segera. Harry sudah selesai sarapan.

Taylor bangkit berdiri saat menyadari Harry sudah selesai sarapan. Itu berarti, mereka akan segera berangkat ke Styles Enterprise, kan? Sudah dua minggu Taylor tidak pergi ke kantor tersebut. Walaupun, Taylor tak mempunyai banyak teman di sana, Taylor sangat merindukan kondisi Styles Enterprise. Apakah ada yang berbeda atau tidak dari kantor itu?

"Mau ke mana kau?" tanya Harry yang masih duduk tenang di kursinya. Taylor mengernyit. "Bukankah kita akan segera pergi ke Styles Enterprise? Apa kau lupa jika kita harus bekerja?" tanya Taylor, memasang wajah bingung.

Harry melihat jam yang berada di tangan kanannya. "Baru pukul 9.14."

Taylor membulatkan matanya. "Hei! Jam kerjaku di mulai pukul 9 dan sekarang sudah empat belas menit berlalu sejak pukul 9! Kau membuatku terlambat!" ujar Taylor, sedikit histeris. Harry memutar bola matanya. Dengan santai namun, cukup mengintimidasi, Harry berkata, "kembali duduk, Taylor."

"Harry! Kita harus ke Styles Enterprise! Kita sudah sangat terlambat!" Taylor memprotes tanpa berniat sedikitpun untuk kembali duduk di kursinya semula.

Harry memutar bola matanya. "Kau tahu dengan siapa kau bicara, Miss. Swift? Aku Harry Styles. CEO dari Styles Enterprise. Styles Enterprise berada di bawah kendaliku jadi, aku bebas melakukan dan mendapatkan apapun yang kumau. Sekarang, aku memintamu untuk kembali duduk di tempatmu." Harry berujar dengan suara angkuhnya. Taylor menggeleng tegas. "Tidak. Kita harus bekerja!"

"Ini pekerjaan kita." Harry menjawab seraya melipat tangannya di depan dada. Taylor mengangkat sebelah alisnya dengan bingung. "Apa maksudmu?" tanya Taylor, tak mengerti.

"Aku ada janji dengan salah satu klienku di sini. Dia akan datang sekitar satu jam lagi. Kau asistenku jadi, kau harus menemaniku ke manapun aku pergi. Kau harus mencatat pembicaraan kami nanti." Harry menjelaskan. Taylor berpikir sejenak sebelum menganggukkan kepala mengerti. Taylor menarik kursinya dan duduk kembali di sana. "Apa yang akan kita lakukan sambil menunggu klienmu datang?" tanya Taylor.

Harry mengedikkan bahu. "Tak tahu. Mengobrol, mungkin?"

Taylor tersenyum dan menganggukkan kepala. "Boleh saja tapi, untuk kali ini, biarkan aku yang menjadi pengontrol obrolan ini." Harry berpikir sejenak. "Tidak. Akan lebih baik jika tak ada pengontrol saat ini."

Taylor kembali menganggukkan kepalanya. "Tapi, boleh aku membuat peraturan pembicaraan kita saat ini?" tanya Taylor, memasang wajah puppy-facenya. Harry menghela nafas dan menganggukkan kepala. Dia tak tahan melihat wajah memelas Taylor.

Senyuman Taylor semakin berkembang dan gadis itu mulai menjelaskan peraturan yang dibuatnya sendiri. "Pertama, aku akan memberikanmu 5 pertanyaan dan kau harus menjawabnya dengan sangat jujur. Nanti, kau juga melakukan hal yang sama padaku. Tapi, saat lawan bicara tengah menjawab, si penanya tidak boleh menginterupsinya dan jika sudah cukup jelas, si penanya bisa menanyakan pertanyaan yang lain."

"Terdengar seperti '20 Pertanyaan'," Harry menyandarkan punggungnya. Taylor terkekeh. "Ya, memang. Tapi, sepertinya waktu kita tak akan cukup untuk menjawab dua puluh pertanyaan, satu orangnya. Jadi, kurasa, lima juga sudah cukup."

Harry menegakkan posisi duduknya. "Baiklah. Ayo, mulai!"

No ControlWhere stories live. Discover now