-AA 19

12 6 1
                                    

Seorang cewek turun dari mobilnya dengan gaya feminim nya membuat semua mata siswa tertuju padanya. Cewek yang baru saja pindahan dari singapura dan bersekolah disini. Kacamata yang melekat pada matanya ia turun kan melihat-lihat lingkungan sekolah.

Bisikan bisikan dari para siswa-siswi mulai di dengar, mengapa cewek yang seperti nya kaya itu bersekolah disini? Bukankah masih banyak sekolah yang lebih favorit dari sekolah ini. Namun tak cewek itu tak mau meladeninya. Ia melangkah pergi berjalan munuju tempat tujuannya.

Ruang guru

Melihat tulisan yang menjadi tujuannya ia memasuki ruangan tersebut. Untuk menanyakan kelas barunya.

Setelah memarkirkan sepeda dan merapihkan pakaiannya yang sempat kusut kini Acha dengan wajah datarnya berusaha tersenyum seolah tak terjadi apa-apa atas kejadian kemarin malam. Menyapa semua teman-temannya yang ia kenal ataupun tidak di kenal.

0817xxxxxxxx

Jangan mudah percaya dengan orang terdekat lo atau orang yang baru lo kenal, bisa saja dia lah orang yang paling membenci lo.

Sekali lagi notifikasi yang membuat jantungnya berdegub begitu kencang karena masalah teror ini membuatnya gila.

"Gila!" umpatnya, meremas rok yang kini sudah menjadi kusut kembali.

0817xxxxxxxx
Gue emang gila karena lo

Pembunuh!
Read

"Orang misterius itu mendengar ucapan gue, apa dia ada di dekat gue?" Acha nampak mencari orang yang selama ini menerornya namun tidak ada yang mencurigakan.

Di lain tempat tak jauh dari keberadaan Acha, cowok dengan seragam yang sama dengan Acha masih menatap setiap gerak-gerik cewek itu. Ia tertawa layaknya seperti orang gila.

"Kita akan bertemu saat semuanya sudah terselesaikan Cha. " cowok itu berlalu pergi dengan senyum tipisnya.

Saat ingin memasuki kelas , Acha bertemu dengan Abri, ia berusaha tersenyum pada Abri namun masih dengn muka kusutnya.

"Cha, udah jangan fikirkan kejadian kemarin malam ya." Abri mengusap rambut Acha. Namun Acha tak membalasnya, bagaimana tak memikirkan kejadian tadi malam? Peneror itu ingin membunuhnya. Tak ada jawaban dari Acha, Abri mengajaknya masuk kedalam kelas dia angguki oleh Acha.

Masih pagi namun moodnya tidak mendukung, seisi kelas nampak heran melihat Acha yang diam layaknya orang bisu tidak seperti biasanya Acha yang mereka kenal membuat rusuh, petakilan, membuat orang kesal.

Nashi seakan tau melihat perubahan pada Acha ia hanya diam menunggu Acha memperbaiki moodnya terlebih dahulu baru ia akan berbicara padanya.

Selang beberapa menit jam sudah menunjukan pukul 07.00, bel masuk pun sudah berbunyi. Guru memasuki kelas dengan membawa perempuan berparas cantik. perempuan itu mengikuti guru di depannya.

"Assalammualaikum, silahkan kamu perkenalkan diri nak." ucap guru yang bernama Bu kharisma, guru berumur setengah abad itu duduk di kursi tempat mengajarnya.

"Nama saya Citralana kinara panggil aja Citra." Citra memperkenalkan ia tersenyum melihat seisi kelas memandanginya.

"Tampang doang yang cantik tapi suka tebar pesona."

Jleb

Ucapan tanpa di saring itu keluar dari mulut Jino. Cowok dengan mulut pedas  nya sering menilai orang-orang  tanpa rasa bersalah.

Geplak

Di hadiahi satu geplakan mendarat pada wajahnya oleh Andre temen sebangku Jino. Dengan wajah kesalnya Jino membalasnya dengan menjambak rambut Andre membuat seisi kelas menontonnya. Andre meringis merasakan sakit pada rambutnya namun akhirnya perkelahian itu berhenti juga

Acha hanya menonton mereka yang sedang cambak-cambakan layaknya seorang cewek berkelahi.

"Jino, andre stop!" tegur bu Kharisma.

"Sakit bego rambut gue tinggal setengah ini." Andre melepas jambakannya pada kepala Jino, mereka berdua meringis merasakan sakot pada kepalanya.

"Silahkan kamu duduk sebelah Ranti, Citra."  Bu kharisma mempersilahkan Citra duduk.

Kembal fokus pada soal-soal masing dimana semua kelas sedang gergulat pada fikirannya sendiri memikirkan jawaban. Selang beberapa menit Acha merasa perutnya sakit dan berpamitan pergi ke teoilet. Di susul dengan Citra yang mengikuti Acha diam-diam.

"Fiuh, Lega banget  perut gue." setelah keluar dari toilet dari arah belakang ada orang menabraknya. Acha meringis karena lututnya terkena lantai. Orang itu sengaja meninggalkan kertas yang tergulung dengan pita berwarna merah.

"Eh tunggu, ini kertasnya tertinggal." Acha mengejar orang tersebut namun orang itu sudah jauh, ia memandang punggung yang sudah jauh tanpa milihat wajahnya karena tertutup tudung hoodi.

Karena rasa penasarannya Acha membuka kertas itu, lagi-lagi kertas yang sama persis waktu ia temui di loker. Namun berbeda kali ini, tulisan dan  tinta berwarna hitam dengan tulisan "MATI!" reflek Acha memegang dadanya. Nafasnya naik turun. Ia mengingat-ingat kembali orang itu, tinggi badan orang itu berbeda dengan orang yang ia temui di loker apalagi orang yang hampir membunuhnya tadi malam sangat berbeda. Bentuk badannya saja ada yang ramping dan ada yang berisi.

Apa peneror itu lebih dari 1 dan bekerja sama untuk membunuh gue? batin Acha.

"Ekhem." cewek dengan gaya manisnya berdehem.

"Lo ngapain masih disini? Bukannya udah selesai ketoiletnya?" tanya gadis itu  seraya melihat kertas dilantai karena Acha melepasnya dan jatuh ke lantai, Citra mengambil kertas itu dan membacanya dalam hati. 

Citra menelan ludah dengan susah payah ketika Acha memperhatikannya saat membaca kertas itu. Seperti orang yang sedang di introgasi. Ia harus berhati-hati di depan Acha.

"Lo juga ngapain ada di sini?" Acha berbalik menanyakan pada Citra yang sedang memikirkan untuk menjawab pertanyaan tersebut.

"Eh it-tu, gue mau ke perpus eh mau ketoilet maksudnya. Iya ketoilet hehe," ucap Citra terbata-bata seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Mata tajam Acha masih menatap Citra karena nampaknya ada yang mencurigakan dari gadis itu.

"Ya udah gue ke toilet dulu." setelah mengucapkan itu Citra memasuki toilet.

"Sepertinya ada yang mengganjal." gumam Acha melirik toilet yang di masuki Citra. Ia mengikuti Citra dan berdiri di depan toilet.

"Dia ketakutan,"  ucap Citra di dalam toilet. Tanpa ia tau Acha yang sedang berdiri di depan toiletnya itu masih bisa mendengarkan ucapannya. Sebelum citra keluar sari toilet, Acha buru-buru pergi sebelum ia ketahuan.

Di dalam kelas Abri nampak tidak fokus pada pelajaran yang sedang berlangsung. "Kenapa kebetulan banget mereka bertiga pergi ketoilet dan belum ada satu pun orang yang kembali ke kelas." Abri mengigit jarinya takut terjadi hal-hal yang tidak di inginkan kepada Acha. Ia sangat khawatir di tambah lagi kejadian kemarin malam.

Achazia Where stories live. Discover now