-AA 29

18 5 3
                                    

Rumah sederhana dengan dua lantai bernuansa putih. Ruang keluarga yang akan membahas perihal masalah ini membuat suasana menjadi serius. Keluarga Aya akan membahas nya lebih serius dan membantu Acha menuntaskan semua masalah yang sedang terjadi kali ini. Wanita paruh baya dan pria paruh baya itu datang mendekati anak-anak nya yang sedang duduk. Mereka sudah duduk di sofa berwarna cokelat.

Mereka mempunyai dua anak, cowok dan cewek keduannya hanya berselisih 1 tahun saja. Mereka bersekolah di satu sekolah yang sama yaitu SMA Cakrawala. Anak keduanya bernama Citralana kinara.

Citra memang teman Acha lalu mengapa keluarga mereka ingin menyelesaikan kasus ini? Aya adalah teman Ana yang tak lain mama kandung dari Acha. Mereka 1 sekolah yang sama dan mereka adalah teman yang sangat dekat jadi sudah sepantasnya Aya ingin membantu menyelesaikan kasus sahabatnya yang belum terselesaikan.

Citra duduk di samping abangnya, dan bundanya  duduk di samping dengan Angga, suaminya.

"Apa ada perkembangan mengenai masalah Acha, Nak?" tanya Ayahnya mengamati anak pertama mereka.

Cowok itu berdehem, "Perempuan itu semakin ingin mencelakai Acha Yah." terangnya dengan raut wajah yang berubah merah, menandakan rahangnya yang mengeras. Ia tak bisa melindungi Acha nya dari dekat.

"Sebaiknya abang  mengaku saja sama Acha dan bertemu dengannya."Citra memberi saran pada Abangnya yang nampak bingung harus melakukan Apa.

"Apa kalau Abang bertemu dengannya dia akan ingat pada Abang?" Lirihnya semakin tak percaya Acha akan mengingat dirinya. Padahal mereka baru 5 tahun berpisah. Citra mendengus melihat Abangnya yang lemah hanya karena cewek, "Jago karate doang tapi soal cewek lemah." Sindir Citra, namun Citra dilirik tajam oleh Abangnya. Karena nyali Citra ciut saat Abang nya mulai berubah ekspresi ia menjadi diam. 

Namun ketika melihat adiknya menjadi diam, cowok itu menggodanya, " Cantik doang tapi gagal move on." kini Citra yang meliriknya dengan tajam. Abang di senggol lengannya oleh bunda mengisyaratkan untuk diam.

"Bener kata adik mu, Bang." suara lembut bunda, memang hanya bunda yang lembut di antara keluarga Angga.

"Cantik doang tapi gagal move on?" tanya Abang beniat kembali menggoda adiknya seraya terkekeh pelan.

"Bunda..." rengek Citra, ia berdiri berpindah tempat duduk di samping bundanya dan memeluk lengan bundanya dan bergelayut manja.

"Kita atur tagedi," koreksi mereka, Abang hanya mengangguk-anggukan kepalanya.

"Aku setuju kalau harus ketemu Acha dan membicarakan ini semua dengannya-"

"Tapi itu akan sangat berbahaya juga bagi kamu, Bang." Bunda memotong ucapannya dengan nada khawatir akan terjadi hal-hal yang tidak di inginkan.

Abang berlutut di depan Bunda, ia kenyingkirkan Adiknya yang sedang bergelayut layaknya anak monyet. Ia memegang kedua tangan Bunda dan mengusapnya dengan lembut, selembut kain sutra, "Dengerin Abang, Bund. Jangan khawatirin Abang kalau nanti terjadi hal yang tidak di inginkan kita semua. Kalau Abang tidak menemui Acha, orang itu akan semakin menggangu Acha. Dan Acha akan menuduh Abang, bahwa Abang lah yang selama ini mencelakai Acha padahal bukan Abang yang melakukannya. Biarpun Abang tidak menyelesaikan kasus ini maka akan sia-sia dong kita selama ini. Ini juga kan atas kemauan Bunda juga." panjang lebar anak laki-lakinya itu berbicara.

"Ya sudah kita atur rencana saja biar nanti kamu bisa ketemu saja Acha." Bunda menatap dengan tatapan sendu ke anak laki-lakinya itu.

"Terus Acha sudah menyelesaikan teka-tekinya?" tanya Citra polos sembari menopang dagu. Sedangkan Ayahnya hanya mendengarkan saja.

Achazia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang