-AA 22

14 6 1
                                    

Yuhu apa kabar?  Ela up nih

Coba kalian bacanya sambil dengerin lagu yang melow-melow awkk. Biar nanti kalian dapat banget feel nya . Soalnya part ini lumayan sedih.

Vote, coment, share biar aku nambah semangat buat up oke!

Sudah siap baca?
Oke kalian tarik nafas dulu jangan di buang mubazir haha.
Canda sayang.

------------------------------------------------------

Kisahnya yang belum usai namun perhatiannya yang telah usai

-Achzia.


Tempat dengan lampu kecil berkerlap-kerlip dan suara biola yang terdengar  di telinga menjadikan tempat itu sebagai tempat yang cocok untuk diner malam ini. Langkah kaki perempuan berjalan mendekati sang pria yang tengah duduk meja bundar berwarna hitam yang sudah di hiasi oleh lilin dan bunga di pinggirnya.

Arkan tersadar atas kehadiran Acha dan menoleh pada gadis tersebut. Menatap nya dengan kagum dari ujung kaki sampai rambut. Ia menggenggam tangan Acha dan menuntunnya untuk mempersilahkan duduk pada kursi tersebut. Senyum yang jarang sekali ia tampakan pada orang-orang justru kini senyumnya tercetak tipis.

"Cantik,"  gumamnya membuat pipi Acha merah merona.

"Makasih," balas Acha merasa tersanjung Arkan mengucapkan kata keramat itu.

"Bunganya, maksud gue bunga itu cantik."  Arkan menjatuhkan Acha yang kini fikirannya sedang melayang di udara.

"Oh bunganya." Acha tersenyum kikuk ternyata bukan dirinya yang di maksud Arkan melainkan bunga di depannya.

"Lo tau Cha, secantik-cantiknya bunga akan kalah dengan kecantikan lo malam ini. Kecantikan itu ada di hati lo sendiri." Acha mematung mendengarkan penuturan Arkan.

"Seburuk apapun sifat manusia, pasti akan ada sisi baiknya dan yang melihat sisi baiknya itu adalah orang yang nerima lo apa adanya bukan orang lain." sambung Arkan.

"Gak salah lagi gue, Kak Arkan itu aslinya baik karena sifat kak Arkan itu yang acuh sama cewek makanya jarang ada cewek yang mau deket sama kak Arkan." Acha menyengir kuda memang tak ada cewek yang akan terang-terangan di depannya selain Arkan.Arkan hanya terkekeh saja melihat tingkah Acha.

"Kak Arkan ketawa lebih ganteng kak." Acha tersenyum lebar seraya memperhatikan wajah Arkan yang begitu tampan.

Makanan yang mereka pesan akhirnya datang juga dan memakannya dalam keadaan hening.

Mata Arkan sekilas menatap Acha, ia tak munafik melihat Acha malam ini begitu cantik. Bahkan jauh berbanding balik dari biasanya yang tak memakai make up.

Tanpa mereka ketahui ada beberapa orang yang sedang memantau pergerakan mereka dari arah semak-semak rumput. Karena tempat sembunyi mereka terlalu kecil dan nampaknya banyak nyamuk mereka tak bisa diam menahan sakit karena tergigit nyamuk.

"Pulang aja yuk ngapain kita disini." Nashi tak tahan pasti ketika ia pulang tangannya bentol-bentol karena tergigit myamuk.

"Diem." seru mereka secara bersamaan.

"Siapa yang belum mandi disini sih, bau banget anjir." Abri tengah mengendus-endus. Namun mereka saling pandang satu sama lain menaruh curiga pada salah satu orang disini. Jino yang menjadi tersangka hanya menyengir kuda tanpa rasa dosa.

"Gue langsung pulang ya, di suruh pulang sama bokap sama nyokap soalnya." pamit Jino dan berjalan pergi.

"Kebiasan main pergi-pergi aja," sewot Nashi menatap kepergian Jino.

Achazia Donde viven las historias. Descúbrelo ahora