-AA 23

11 6 0
                                    

Sinar matahari sudah nampak menyinari bumi ini namun seseorang masih tetap nyaman dalam selimutnya. Hordeng yang menutupi sinar matahari masuk kini di buka oleh Abri. Dengan membawa mikrofon untuk karaoke yang biasa mereka lakukan jika mereka sedang tak ada aktivitas.

"Woy bangun, Udah siang prawan belum bangun," suara Abri dengan mikrofon  yang ia bawa. Acha kerap kali menginap di rumah Abri dan tadi malam ia di antarkan pulang oleh Arkan tepat di depan pintu. Jangan ganteng doang tapi nganterin cewek depan gang, percayalah laki-laki yang mengantarkan cewek depan gang itu laki-laki yang tak punya nyali menemui keluarga si cewek.

"Brisik, gue ngantuk banget." Acha kembali menarik selimutnya dan semakim menutupi tubuhnya.

"Makanya jangan tidurnya malam, padahal Arkan tadi malam kan ngantar lo enggak malam banget kok lo kaya kurang tidur." selidik Abri mengintrogasi Acha. Namun gadis itu senyum-senyum sendiri.

"Bocah edan," ujar Abri melihat Acha yang senyum-senyum sendiri.

Setelah mereka sudah bersiap dengan seragamnya yang sudah rapih. Abri berdiri menunggu Acha yang sedang memakai sepatu. Mobil dengan warna silver memasuki perkarangan rumah Abri. Ternyata yang mengendarai mobil itu adalah Arkan.

"Mau bareng gue Cha?" tanya Arkan mendekati mereka berdua. Acha tersenyum ingin menjawab namun terdahulu oleh Abri.

"Enggak usah, udah ada gue." Abri memicingkan matanya.

"Lo apa-apaan sih Bri," sewot Acha berjalan mendekati Abri.

"Lo harus bareng gue," ucap Abri dengan penuh penekanan. Tangan Abri menuntun Acha menaiki motornya namun di cekal oleh Arkan.

"Tapi gue maunya sama kak Arkan." Acha bersuara. Namun cekalan Arkan pada tangan Abri tak lepas juga.

"Gue yang bakal jagain lo Cha," ucap Abri

"Lepas!" gertak Arkan membuat Abri mengpalkan tangannya menahan emosi, Nafasnya naik turun.

Bugh

Satu pukulan mendarat tepat pada wajah Arkan. Kini tubuhnya tersungkur kebawah dan memegang bibirnya yang mengeluarkan darah.

"Lo kenapa sih hah!" teriak Acha berlari mendekati Arkan.

"Kita berangkat ke sekolah sekarang Cha udh telat." Abri kembali menarik tangan Acha menjauhi Arkan.

"Berangkat sekolah lo bilang. Lo punya hati nurani enggak sih, Arkan terluka karena pukulan lo, tapi dengan gampangnya lo memikirkan telat pergi ke sekolah," ucap Acha dengan mata berkaca-kaca. Abri yang melihatnya Acha menangis merasakan nyeri pada dadanya. Namun Abri tetap menarik tangan mungil itu sampai memerah.

"Fine, gue berangkat sama lo tapi lepasin dulu tangan gue Bri." seketika Abri melepas tangan Acha. Mereka meninggalkan Arkan yang masih terduduk di bawah.

Dalam perjalanan menuju sekolah hanya ada keheningan. Tak seperti biasanya gadis itu nampak menatap arah jalanan. Hampir 15 menit perjalanan dari rumah ke sekolah, akhirnya motor itu tiba parkiran sekolah yang nampak sudah ramai oleh siswa-siswi yang baru berangkat menuju kelasnya.

Acha turun dari motor di susul Abri. Kini keduanya saling diam. Abri berdehem seraya merapihkan anak rambut Acha namun di tepis Acha.

Achazia Where stories live. Discover now