15

45 11 17
                                    

Actually I'm not feeling well, tapi maksa updet karena takut keteteran. Jadi semoga kalian nggak ikutan sakit karena baca part yang nggak jelas ini:(

Okay, just 3 random question before you start reading.

1. Kalian tipe orang yang gampang percaya sama omongan orang lain nggak?

2. Pernah bikin kesalahan karena asik ngelamun nggak?

3. Sudahkah kalian tersenyum bahagia hari ini?

Only that, bisa di skip kalo kalian males atau nggak mau jawab.

Yeah, here we go.

****

Aneska menerima sebuah paper bag berukuran mini dan bergegas mengeceknya. Senyumnya mengembang, isinya komplit seperti waktu pertama kali beli.

"Harganya kayak biasanya, kan, Mbak?" tanyanya sekedar memastikan.

Wanita di depannya mengangguk. Dengan menaik-turunkan alisnya, ia berkata, "Iya dong. Kalo misal setelah ini kamu langganan di aku bakal aku kasih diskon."

Senyum Aneska mengembang lebih lebar. Persis seperti kue yang sedang dipanggang dengan takaran bahan yang pas.

"Wuih, bener, ya. Aku bakal beli terus kalo gitu."

"Bener. Ini nggak tipu-tipu."

Aneska nyengir, ia sangat bahagia sekali. Hari ini hari minggu. Dan saat ini, ia sedang berada di kafe bersama Clara. Kafe ini merupakan tempat mereka bertemu yang sepertinya akan menjadi tempat langganan mereka melalukan transaksi.

Tanpa perlu dijelaskan, kalian juga pasti sudah tahu kalau gadis itu kembali membeli skincare berhubung yang kemarin habis.

Eh sebentar, kalian tidak lupa siapa Clara, kan?

Setelah mengangsurkan beberapa lembar uang hasil mengumpulkan uang jajan, suasana jadi hening karena keduanya sibuk dengan ponsel masing-masing.

Aneska sendiri membuka aplikasi Instagram. Tangannya menyentuh icon 'your story' lalu berlanjut memilih filter yang aesthetic untuk kemudian memotret suasana sekeliling.

Ini memang tidak penting. Tapi sebagai perempuan normal, hal ini memang sangat wajar, kan?

Selesai mengunggah, Aneska menaruh kembali ponselnya. Tangannya beralih meraih coklat dingin yang ia pesan untuk kemudian meminumnya.

Teringat sesuatu, Aneska langsung menatap wanita yang duduk di depannya. "Ngg, tapi, Mbak, wajahku bener nggak bakal kenapa-kenapa, kan? Maksud ku mungkin sekarang nggak ada efeknya tapi aku takut nanti ke depannya kenapa-kenapa."

Clara menaruh ponselnya, lalu menghela napas. Ditatapnya Aneska lekat-lekat. "Aneska, coba liat wajah kamu sekarang. Cantik, bersih, glowing. Dan ini udah hampir satu bulan sejak pertama kali pake, wajah kamu tetep utuh kayak gitu, kan? Nggak terjadi masalah apa pun, kan?"

Aneska mengangguk ragu-ragu. "I-iya, sih. Yaaa aku cuma takut aja, Mbak."

"Ketakutan kamu itu sama sekali nggak berguna, Aneska. Coba liat, gara-gara pake ini wajah kamu justru lebih oke, kan?" Clara bertanya dengan nada gemas.

Aneska terdiam sejenak sebelum akhirnya kembali mengangguk. Membuat Clara menjentikkan jarinya puas.

"Nah! Maka dari itu, udah nggak usah takut-takut lagi. Skincare ini mercury dikiiittt banget. Percaya deh nggak bakal terjadi apa-apa. Udah gitu harganya murah lagi. Dan dengan harga semurah ini kamu bisa dapet keuntungan berlimpah. Coba, di dunia ini mana ada yang kayak gini?" cerocos Clara panjang lebar dengan lancar. Persis seperti sales yang sedang mempengaruhi calon pembelinya agar tergiur.

Unexpected Ending Место, где живут истории. Откройте их для себя